Perlahan, kelopak mata Rina terbuka. Pandangannya masih buram, napasnya terasa berat. Butuh beberapa detik sebelum ia benar-benar sadar akan keberadaannya di kamar. Ia mencoba bangkit, dan tubuhnya yang lemah hanya mampu menegakkan punggung sedikit. Namun sebelum ia jatuh kembali, tangan hangat Aqlan sudah menyentuh bahunya, menopangnya dengan lembut. “Pelan-pelan, kamu baru saja sadar,” ucap Aqlan lembut. Ia segera mengambil gelas berisi air putih yang sudah ia siapkan di atas nakas, lalu menyerahkannya pada sang istri. Rina menerimanya dengan tangan gemetar, kemudian meminum air itu perlahan. Setelah selesai, ia menyerahkan kembali gelas kosong itu kepada Aqlan, yang segera meletakkannya kembali ke tempat semula. Rina menatap wajah suaminya. Tatapannya lembut, tapi ada kegelisahan di

