Pagi itu langit tampak kelabu, seolah alam pun ikut berduka. Awan tebal menggantung tanpa cahaya mentari, menyelimuti suasana pemakaman dengan nuansa muram yang dalam. Di antara deretan nisan dan bau tanah basah yang menguar, prosesi pemakaman Rasmi berlangsung dalam keheningan penuh pilu. Dara berdiri di sisi makam yang baru saja ditutup tanah. Di depannya, gundukan tanah merah masih basah, taburan bunga kamboja dan melati belum cukup menutupi luka yang menganga di hatinya. Ia menatap nisan itu lama, napasnya tersendat, dan tangisnya tak lagi bisa ditahan. “Ibu …” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. “Aku belum siap kehilanganmu …” Tubuhnya gemetar, air mata jatuh tanpa henti, membasahi kerudung dan wajahnya yang pucat. Di sampingnya, Nardi berdiri diam dengan mata merah dan wajah ter

