Dara melangkah masuk ke ruang kerja dengan langkah yang terasa berat, wajahnya yang pucat berusaha disamarkan dengan riasan tipis yang hampir memudar akibat lelah dan kesedihan. Beberapa rekan kerjanya di bank menatapnya penuh perhatian. “Dara, kamu nggak apa-apa? Kok kelihatan sakit?” tanya Rina dengan suara lembut. Dara tersenyum tipis, berusaha meyakinkan, “Aku baik-baik saja kok, cuma kurang tidur sedikit.” Tapi di balik senyum itu, dia masih merasa rapuh. Setelah melepas jaketnya, Dara duduk di kursi kerja, lalu tanpa sadar tangannya mengusap pelan perutnya yang datar. Perasaan campur aduk mengisi hatinya—antara harapan dan ketakutan yang belum bisa dia ungkapkan pada siapa pun. Meski tubuhnya tampak kuat, hatinya terus bergelut dengan rasa sakit dan kesepian. Namun dia tahu,

