Sebelum reaksi terjadi kembali, Elang menarik tangannya. “Karina, Kamu tunggu di sini sebentar aku mau masuk dulu untuk bersiap,” ucapnya datar tanpa ekspresi. “Ya, Elang, aku akan menunggumu.” Kembali Karina mencoba untuk bersikap biasa dan berpikiran positif ketika Elang menarik tangannya. Elang menatap pantulan wajahnya di cermin kamar dengan tatapan kosong sebelum membuka lemari dan mengambil pakaian ganti. Suara langkah Karina terdengar samar dari ruang tamu, namun pikirannya justru dipenuhi dengan suara hatinya sendiri—gelisah, kacau, dan lelah. Dia mengenakan kemeja santai berwarna gelap, mencoba menata rambutnya agar tampak lebih rapi. Namun, saat hendak keluar, tangannya berhenti di laci kecil di sudut meja. Dengan gerakan pelan, ia membuka laci itu dan mengambil sepasang sarun

