“Nanti pulangnya sekalian jemput Saka, ya, Bang. Pak Bowo lagi nggak bisa jemput. Anaknya sakit.” Pesan dari mamanya tadi pagi masih terngiang di kepala Elang. Suara lembut tapi penuh kepercayaan itu seolah masih menempel di telinganya, seperti sebuah titipan tanggung jawab kecil yang tak bisa diabaikan. Mobil hitam itu melaju mulus di jalanan kompleks sekolah, melewati deretan pohon ketapang yang daunnya berguguran, menebar bayangan di atas kap mengilap. Sekolah dasar dan menengah yang masih satu yayasan itu memudahkan Elang untuk mengawasi adiknya dari jauh. Di balik kaca depan, ia sempat melirik jam tangan peraknya. Jarum panjang hampir menyentuh angka dua belas. Pukul 15.00. Adiknya belum juga keluar. Elang menghela napas, menepuk-nepuk jari ke setir mobil. Akhirnya ia memutuskan

