“Beneran cuma jatuh, kok, Kak.” Senja mengulang jawaban yang sama dengan nada yang dibuat setenang mungkin. Namun, ujung suaranya sedikit bergetar—halus, tapi cukup jika orang yang menatapnya benar-benar memperhatikan. Ia menunduk, menyembunyikan mata yang sebenarnya menyimpan cemas. Jemarinya meremas lengan bajunya sendiri, berusaha terlihat wajar, berusaha meyakinkan, bukan hanya Elang… tapi dirinya sendiri. Ia setengah menahan takut kepada Elang yang bisa saja melacak apa pun tentang dirinya dengan mudah. Ia tahu betul siapa yang sedang berdiri di hadapannya—remaja dengan raut tenang, tapi punya kekuasaan dan akses yang tidak dimiliki sembarang orang. Seseorang yang bila ingin tahu sesuatu… maka ia akan mengetahuinya, cepat atau lambat. Senja sungguh tidak mau kehidupan aslinya dike

