Hanny berdiri di sisi ranjang, menatap puas tubuh Hans yang tergeletak tanpa daya. Wajah pria itu tampak lelah, napasnya berat, matanya terpejam rapat. Efek dari minuman yang diberikannya bekerja sempurna. “Maaf, Kak Hans … demi tujuan yang lebih besar, aku harus lakukan ini,” gumam Hanny dengan suara rendah, senyum licik tersungging di bibirnya. “Mba Yasmin udah salah nantangin aku.” Ia ingat bagaimana sinisnya tatapan Yasmin ketika berinteraksi dengannya. Pun dengan sikap yang seolah-olah selalu menahan Hans ketika ingin dekat dengannya. Rasa tidak relanya berubah menjadi dendam. Dendam itu yang membuat Hanny bertekad untuk memiliki Hans dengan menempuh jalan apa pun. Perlahan, ia membuka kancing kemeja Hans satu per satu. Tangannya bergerak hati-hati, seolah sedang memainkan bidak

