"Dulu, aku nggak suka banget sama sifatmu, Nay." Kayla memulai ceritanya. Piring-piring kami sudah kosong, tersusun rapi di pojok kamar Kayla. Kini, kami sedang duduk berhadapan di atas kasur. "Maaf, Kay." Entah kenapa aku merasa bersalah. "Eh, kok minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf. Aku menilaimu bahkan sebelum mengetahui apapun tentangmu." Aku mengangguk. Menerima permintaan maafnya. "Apa yang kamu nggak suka dari aku?" "Kayaknya aku udah pernah bilang. Hm, kamu tuh emosional. Cemberut terus. Lalu kadang-kadang emosimu itu merusak suasana. Yang tadinya hepi-hepi, eh kamu tiba-tiba murung atau cemberut. Bikin suasana jadi suram." "Ah, dulu aku begitu, ya? Atau sampai sekarang?" Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Baru tahu ternyata begitu kesanku di mata orang lain. "Tapi k