Ponsel Alysa berdering. Diambilnya ponselnya yang berada di tas.
"Iya, Ka?" ucap Alysa, yang meneleponnya adalah Raka.
"Kalian di mana?"
"Di kantin."
"Ok. Aku ke sana."
Raka mematikan panggilannya. Tak lama, dia sudah terlihat sedang berjalan ke arah istri dan anak-anaknya.
Sesampainya di meja mereka, Raka duduk disamping anak-anaknya.
"Apa benar, yang tadi itu oma kita, Pa?" tanya Saka.
"Iya, Sayang...."
"Kenapa Oma jahat?"
"Oma bukan jahat, Sayang, Oma hanya sedang sedih. Atas nama Oma, Papa minta maaf, ya...."
Baik Saka ataupun Alika tak ada yang menjawab.
"Kok pada diem?" tanya Raka. "Mau 'kan maafin Oma?" Alysa melihat Saka dan Alika mengangguk. Meskipun kedua bocah itu masih merasa ragu.
"Maafin Mama, ya," ucap Raka sambil menggenggam tangan Alysa yang ada di meja. Wanita itu mengangguk. "Maafin aku juga...." Alysa mengangguk lagi.
"Ya udah, kita pulang, yuk! Kalian pasti pengin istirahat."
"Kak Rama, Ka?" tanya Alysa.
"Mama sama Kak Ara yang jagain. Nanti aku balik lagi ke rumah sakit."
"Kak Ara?" tanya Alysa lagi.
"Istri Kak Rama."
"Oh ... ya udah yuk kita pulang ke rumah Oma!"
"Ayo ... Saka pengin tidur."
"Alika juga...."
Alysa hanya tersenyum melihat tingkah anak-anaknya.
Saka dan Alika sudah tertidur di kamar yang dulu Raka tempati. Untuk sementara, mereka akan tinggal di rumah mamanya. Raka akan melihat bagaimana sikap mamanya terhadap istri dan anak-anaknya. Jika keadaan tidak membaik, maka Raka akan mamilih untuk tinggal di apartemennya. Meskipun banyak kenangan bersama Ara, Raka akan merombak isinya. Raka tidak ingin terjebak pada masa lalunya.
"Tadi itu Kak Ara, Ka? Istri Kak Rama?" tanya Alysa yang membuat Raka sedikit gugup.
"I–iya," jawab Raka terbata.
"Lumayan dekat ya, sama kamu?"
"Iya, dulu teman SMA-ku."
"Hanya teman?"
"Iya. Emang kenapa?"
"Tadi, meluk kamunya erat banget.."
"Ada yang cemburu, nih...."
"Wajar, dong, cemburu sama suami."
"Iya, aku seneng kamu cemburu. Kamu jangan khawatir, aku janji, aku akan jaga hati aku." Raka menarik Alysa untuk mendekat. Kemudian mendaratkan bibirnya di kening Alysa. Ya, Raka harus berbohong. Karena Raka tidak ingin ada masalah dalam keluarganya.
Sehabis magrib, Raka kembali ke rumah sakit. Sementara mamanya pulang ke rumah. Tadinya mama Raka menyuruh Ara juga untuk pulang. Tetapi Ara menolak dengan alasan tak ingin meninggalkan Rama. Saat ini Karenina anak Ara dan Rama yang biasa dipanggil Kara, sedang ada acara di sekolah yang mengharuskannya menginap. Karena itu, Ara bisa lebih tenang menginap di rumah sakit.
Raka dan Ara sedang duduk di kursi tunggu depan ruang perawatan Rama. Mereka sama-sama diam.
"Kenapa secepat itu, Raka?" tanya Ara membuka pembicaraan.
"Cepat apanya?" jawab Raka bernada pertanyaan dengan sedikit malas.
"Alysa."
"Apanya yang salah? Aku lelaki dewasa, kami saling cocok, ditambah lagi dia mengandung anakku. Sudah seharusnya, 'kan aku bertanggung jawab?!"
"Usia anak kamu seusia anakku, apa di saat kita masih LDR, kamu juga melakukannya dengan Alysa?!"
"Bukan saat kita LDR, tapi saat kamu dengan gampangnya mengkhianatiku dengan menikah dengan kakakku."
"Dan kamu semudah itu berpaling padanya?!"
"Karena dia satu-satunya wanita yang mampu menghiburku. Mampu membuatku tersenyum lagi, di tengah keterpurukanku."
"Aku minta maaf...."
"Sudahlah ... aku rasa kita sudah sama-sama bahagia. Lebih baik kita lupakan semua masa lalu kita."
"Tapi, Raka...."
"Ra ... kamu istri kakakku sekarang. Kamu kakak iparku. Bertingkahlah sebagaimana mestinya. Aku nggak mau setelah Kak Rama sadar, dia menuduhku macam-macam."
Ara hanya bisa menangis mendengar penuturan Raka. Raka memasukkan tangannya ke saku celananya, mengambil sesuatu dari sana. Tampak sebuah gelang yang cantik, yang harganya lumayan mahal. Gelang itu adalah gelang yang hampir delapan tahun lalu Ara inginkan. Saat itu hubungan Ara dan Raka masih baik-baik saja. Raka belum sempat memberikannya pada Ara, karena Ara terlebih dahulu memberinya kabar terburuk yang pernah ia dengar.
Raka meraih tangan Ara, kemudian maletakkan gelang itu di tangan Ara dan mengepalkan tangan Ara agar Ara menggenggam gelang itu.
"Ini yang dulu pernah kamu minta. Maaf baru bisa memberikannya sekarang."
Ara memandangi gelang pemberian Raka. "Kenapa kamu kasih ini sekarang?"
"Karena sayang kalau dibuang, dan nggak mungkin juga aku kasih itu ke Alysa."
"Kenapa nggak mungkin?"
"Kamu terlalu banyak bertanya. Karena Alysa istriku. Aku bisa membelikannya gelang lain, yang memang khusus untuknya. Sudahlah, aku ingin memesan kopi ke kantin."
Raka meninggalkan Ara yang masih terdiam hatinya sakit mendengar semua ucapan Raka. Karena meskipun telah menikah dengan Rama, rasa itu masih ada.
Sementara Raka, lebih memilih untuk melupakan semuanya. Ada istri dan anak-anaknya yang menjadi masa depannya. Dan setia pada keluarganya adalah pilihan Raka.
Tbc.