9. Tak Dianggap

926 Kata
"Apa yang membuatmu mau menikah dengan anak saya?" Pertanyaan mama Raka membuat Alysa gugup, meskipun suaranya memang pelan. "Saya mencintainya," jawab Alysa pelan tanpa embel-embel panggilan pada mama Raka. Alysa bingung harus  memanggil apa. Saat ini mereka sedang berada di ruang keluarga. Sedangkan Saka dan Alika sudah tidur. "Cinta. Dasar anak jaman sekarang. Buta karena cinta sampai melupakan orang tua." "Maafkan saya ... M ... Ma...." "Apa maaf bisa mengembalikan waktu?" Mama Raka terus saja mengintimidasi Alysa. Kepala Alysa semakin menunduk. "Jujur saja, saya tidak menyukai kamu. Gara-gara kamu anak saya sampai tega tidak menemui saya sampai bertahun tahun. Padahal saya sudah menyiapkan jodoh untuknya. Tapi kamu mengacaukan semuanya...." "Maafkan saya, Ma...." "Jangan harap saya bisa menerimamu juga anak-anakmu!" ucap mama Raka sebelum pergi meninggalkan Alysa. Ibu dari Saka dan Alika itu terdiam. Kata-kata sang mertua begitu menusuk hati. 'Ya, Tuhan ... kuatkan aku...,' ucap Alysa dalam hati. Sudah tiga hari Alysa berada di Indonesia. Di rumah suaminya. Ia hanya bersama anak-anak juga dua asisten rumah tangga dan satu sopir yang standby di rumah. Mama Raka dan Ara tidak pernah pulang, sengaja menghindari Alysa. Begitu juga dengan Kara atau Karenina anak Ara, dia ikut menginap di rumah sakit. Hanya Raka yang sesekali pulang untuk mandi untuk menemui istri dan anak-anaknya. Alysa pun hanya memilih untuk berdiam diri di rumah. Sambil sesekali menanyakan kabar cafe dan toko kuenya pada pegawainya. Sedangkan Saka dan Alika, mereka cukup senang hanya dengan berenang di kolam renang yang berada di belakang rumah Raka. Alysa benar benar merasa tidak nyaman. Tetapi ia juga tidak bisa menambah beban sang suami dengan menceritakannya pada suaminya. "Mikirin apa, sih, sampe-sampe aku panggil nggak denger?" ucap Raka pelan dengan tiba-tiba sambil mengalungkan tangan di leher sang istri dari belakang kursi yang Alysa duduki. "Eh, kamu udah pulang?" Raka mengangguk. "Mikirin apa, hem?" tanya Raka. Kali ini dia sudah memposisikan diri berdiri didepan Alysa sambil menangkup pipi wanita itu. "Nggak, kok. Nggak mikirin apa-apa." "Bohong." "Ya, udah, kalo nggak percaya." "Anak-anak di mana?" "Pada tidur. Kecapean abis berenang tadi." "Maafin aku, ya, waktuku banyak di rumah sakit." "Kan kamu di rumah sakit juga buat jagain Kak Rama. Oh, iya, gimana keadaan Kak Rama?" "Alhamdulillah udah mulai membaik. Mungkin besok atau lusa udah boleh pulang." "Alhamdulillah kalo gitu." "Kalo Kak Rama udah pulang, aku akan urus sekolah anak-anak." "Iya. Sekarang mending kamu mandi dulu. Biar kalo anak-anak bangun, kamunya udah wangi." "Mandiin, yuk, Sayang...." "Nggak, ah, kayak Alika aja minta dimandiin." "Semenjak nyampe sini, kita kan jarang ketemu. Kamu nggak kangen sama aku?" "Apa hubungannya kangen sama mandiin kamu?" "Ayolah, Sa...." "Mana Raka, Ma?" tanya Rama. "Lagi pulang dulu mandi. Dia jagain kamu terus dari kemarin." "Mama sama Ara juga pasti cape kan, Ma...." "Nggak ... yang penting sekarang kamu sudah baikan. Dan semoga kamu bisa secepatnya pulang, biar bisa kumpul lagi di rumah." "Aamiin. Ara mana, Ma?" "Ara lagi di kantin, Kara laper katanya." "Ohh. Oiya, Ma, istri Raka di mana?" Rama memang sudah tahu kalau Raka telah menikah. Raka yang menceritakan beberapa saat setelah Rama sadar. Lain mamanya, lain juga Rama. Rama bisa menerima pernikahan Raka. Meskipun sedikit kecewa karena Raka tidak memberitahukan padanya saat Raka menikah. "Divrumah," jawab mama Rama datar. "Mama nggak boleh gitu lah, Ma ... biar bagaimanapun, dia juga menantu Mama. Udah ada anak Raka juga, kan, Ma." "Tapi Mama nggak suka sama dia. Mau-maunya diajak nikah tanpa persetujuan calon mertuanya. Bagi Mama, menantu Mama cuma Ara." Rama tidak tahu lagi bagaimana membujuk mamanya. Karena mamanya memang sangat keras kepala. Kreeetttttt Pintu ruang rawat Rama terbuka. Ada Raka, Alysa juga Saka dan Alika. "Hai ... sini!" ucap Rama saat melihat Saka dan Alika takut-takut mendekat ke arahnya. Mereka berempat mendekat. "Kak, ini Alysa. Istri Raka." Raka memperkenalkan Alysa pada Rama. "Alysa, Kak," ucap Alysa sambil mengulurkan tangannya. "Rama," balas Rama sambil menjabat tangan Alysa. "Keponakan Om nggak mau salim sama Om?" tanya Rama kepada Saka dan Alika. "Eh, iya ... ayo dong salim sama Om Rama," ucap Raka sambil mengangkat Alika untuk digendongnya. Takut-takut Saka juga mendekat ke arah Rama, tangannya mencengkeram ujung baju Raka. Mama Raka enggan berada di tengah mereka, dan memilih untuk keluar dari ruang perawatan Rama. "Maafin sikap Mama, ya," ujar Rama sambil mengusap kepala Saka yang berdiri di samping ranjangnya. "Nggak apa-apa kok, Kak. Alysa bisa ngerti, kok." Raka tersenyum ke arah Alysa. Ia cukup bersyukur karena istrinya dapat bersikap dewasa dalam menghadapi mamanya. Mereka berlima asyik mengobrol. Tak lama mama Raka, Ara dan Kara masuk ke dalam ruang perawatan Rama. "Papa...." Seorang gadis kecil berusia kurang lebih delapan tahun berlari ke arah Rama. "Hai, Sayang," jawab Rama. "Kara dari mana?" "Abis makan, Pa, sama Mama di kantin." "Oh, iya, Kara pasti belum kenalan, 'kan, sama adik-adik Kara?" "Adik-adik Kara, Pa?" "Iya. Saka, Alika, kenalin ini anak Om Rama. Namanya Kara." Saka dan Alika yang tadinya sudah mulai mau bercanda dengan Rama, kini kembali menjadi pendiam. Rasa takut pada oma mereka kembali datang dalam diri mereka. "Sini ... kenalan sama anak Om." Keduanya mendekat dan bergantian bersalaman dengan Kara. Setelah itu tinggal Alysa yang dikenalkan. Berkat Rama, suasana menjadi sedikit mencair. Alysa memandang ke arah mertuanya. Mencoba menampilkan senyum terbaiknya. Namun, sang mertua hanya melengos menanggapi. Pandangan Alysa beralih ke Ara. Berbeda dengan mama Raka, Ara sedikit memperlihatkan senyumnya. Tanpa sengaja, Alysa mengamati Ara, matanya terhenti saat melihat pergelangan tangan Ara. Ada yang mengusiknya di sana. Sebuah gelang. Gelang yang pernah dilihatnya beberapa tahun lalu. Gelang yang Alysa kira akan diberikan Raka untuknya. Namun, pikiran itu segera ditepisnya. 'Hanya mirip. Ya. Hanya mirip,' yakinnya dalam hati. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN