Hari ini, Rama sudah diperbolehkan pulang. Hanya diharuskan kontrol oleh dokter. Rumah pun tampak ramai. Banyak saudara datang karena di rumah mereka akan diadakan syukuran atas kepulangan Rama sehabis magrib nanti.
Banyak yang terkejut saat mengetahui kalau Raka telah menikah. Terlebih saat melihat Alysa yang sangat berbeda dari Ara. Mereka mengetahui hubungan Ara dan Raka dulu karena Ara sudah sering diajak ke acara keluarga. Saat mendengar kabar mama Raka akan menikahkan anaknya, mereka mengira bahwa Raka-lah yang akan menikah. Terlebih saat tahu bahwa calon mempelai wanitanya adalah Ara. Yang mereka kenal dengan nama Raisa. Mereka cukup terkejut saat menerima undangan, nama Rama-lah yang ada di sana.
"Nggak nyangka kalo si Raka udah nikah. Udah punya anak dua lagi."
"Iya, tapi kok istrinya begitu ya ... coba deh bandingin sama Raisa, beda banget, 'kan. Kaya bumi sama langit."
"Iya ... Raisa udah kaya model gitu. Cantik banget."
"Rakanya depresi kali ya ... sampe nggak bisa nyari cewek yang kaya Raisa lagi." Tawa mengakhiri perbincangan mereka.
Merasa dikucilkan. Itu yang Alysa rasakan sekarang. Berada di tengah saudara Raka yang juga tak menerimanya. Ditambah lagi mendengar nama Raisa.
'Raisa? Siapa Raisa?' pikirnya.
Tak sengaja Alysa mendengar pembicaraan saudara-saudara Raka, yang sukses membuatnya menciut. Apalagi mereka membanding-bandingkan dirinya dengan wanita lain.
Apa katanya tadi? Cantik banget? Kaya model? Ya, Alysa memang menyadari. Tubuhnya tidak sebagus dulu. Terlebih setelah dua kali badannya sempat membengkak karena hamil. Kacamata juga tak pernah lepas menghiasi wajahnya. Selain saat tidur, mandi dan salat. Pernah mencoba memakai softlens, tapi matanya justru iritasi. Membuat Raka melarangnya menggunakan benda itu. Dan inilah kali pertama Alysa merasa tak pantas menjadi istri Raka. Ia merasa bagai itik buruk rupa.
Alysa segera menyibukkan dirinya bersama anak-anak. Keluarga dan saudara-saudara Raka terlalu egois. Harusnya cukup dirinya yang tak dianggap. Tetapi kenapa anak-anak harus ikut menanggungnya? Alysa memperlihatkan senyum lebarnya di depan putra-putrinya. Ia hanya ingin mereka tak peka atas perlakuan saudara-saudara ayahnya yang jelas berbeda bagaimana memperlakukan mereka dengan memperlakukan Kara.
Perbedaan juga kentara saat melihat tamu-tamu itu begitu hangat pada Ara. 'Mungkin mereka juga akan demikian jika yang menjadi istri Raka adalah Raisa Raisa itu,' pikir Alysa.
"Ma ... kita pulang aja, yuk!" ujar Saka saat Alysa sudah berada di sampingnya dan sang adik. Mereka sekarang sedang duduk di kursi di pinggiran kolam renang.
"Kenapa?" tanya Alysa yang sebenarnya juga tidak nyaman berada di lingkungan suaminya.
"Di sini orangnya jahat-jahat, Ma...."
"Jahat?"
"Mereka nggak mau menanyai kita, Ma ... kita dicuekin terus."
"Mereka bukannya jahat. Mereka hanya belum kenal sama kita saja." Alysa berusaha menghilangkan pikiran buruk anak-anaknya. Ia tak ingin jika nantinya mereka membenci saudara-saudara ayahnya.
"Nggak cuma itu, Ma... liat! Papa sekarang jadi jarang nemenin kita. Papa udah nggak sayang kita lagi." Memang setiap harinya Raka selalu memiliki quality time bersama anak-anaknya. Tetapi semenjak di Indonesia, Raka hampir tak memiliki waktu karena harus berada di rumah sakit.
"Kan kemarin Om Rama sakit. Sekarang, pasti Papa bakalan punya waktu lagi buat kalian," jawab Alysa berusaha terus menanamkan pikiran positif pada anak-anaknya sambil melihat ke arah Raka yang sedang sibuk mengobrol bersama sepupu-sepupunya, yang kebanyakan wanita.
Alysa maklum karena memang bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Tetapi tetap saja cemburu menyelingkupi hatinya. Alika sedari tadi hanya diam mendengar pembicaraan ibu dan kakaknya.
***
Pukul sembilan malam, acara telah selesai. Hanya tinggal beberapa saudara Raka yang masih di rumah itu.
Raka memilih untuk masuk ke kamarnya. Bertepatan dengan itu, Alysa baru saja keluar dari kamar mandi. Ia sudah mengenakan piyama tidurnya. Tanpa repot melihat ke arah Raka, Alysa memilih untuk membaringkan tubuhnya di ranjang.
Raka sadar. Ia sudah terlalu hanyut bersama sepupu-sepunya. Ia sampai melupakan istri dan anak anaknya.
Raka duduk di pinggiran ranjang. Membelai kepala kedua anaknya yang tidur di tengah ranjang secara bergantian.
"Maafin Papa, ya ... Papa janji, mulai besok waktu bersama kita akan kembali," ucap Raka kemudian mencium puncak kepala Saka kemudian Alika.
Setelah itu Raka mengganti baju koko dan sarungnya dengan kaus polos putih dan celana bokser. Kemudian menghampiri Alysa memaksakan tubuhnya agar bisa berbaring di sebelah Alysa yang tertidur miring menghadap anak-anak. Alysa diam tak bergerak. Meskipun ia tahu bahwa Raka tahu dirinya masih terjaga.
Raka memeluk Alysa dari belakang. Sampai dadanya menempel pada punggung Alysa.
"Maafin aku ... maafin aku ... maafin aku...," bisik Raka tepat di telinga Alysa kemudian diciumnya kepala Alysa berulang-ulang sambil mengeratkan pelukannya.
Tbc.