5. Wedding

802 Kata
Akhirnya Raka dan Alysa bersama Farel kembali ke Indonesia. Bukan ke rumahnya, tetapi mereka ke Bandung ke rumah om Alysa. Sesampainya di sana, setelah beristirahat Raka menjelaskan semuanya. Sementara Alysa hanya mampu terdiam. Om dan tante Alysa benar-benar syok mendengar penuturan Raka. Kecewa menyelingkupi hati mereka. Namun, mereka bukan sosok orang tua yang suka meledak-ledak. Tante Alysa meraih tubuh Alysa untuk dipeluknya. Alysa terus saja mengeluarkan air mata. Ia benar-benar merasa bersalah pada om dan tantenya. "Om harap, kalian segera menikah," ucap om Alysa. "Iya, Om, tapi apa boleh jika menikah siri terlebih dahulu?" "Om tidak mau. Om keberatan. Bukan Om tidak percaya, tapi melihat kondisi Alysa yang sudah hamil, sebaiknya kalian menikah resmi." "Tapi sekarang saya hanya memiliki ibu. Saya tidak ingin beliau syok lalu terjadi apa-apa dengannya, Om." "Harusnya waktu kalian melakukannya, kamu inget ibu kamu." "Iya, Om, saya minta maaf." "Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang lebih baik kita mengurus surat-surat untuk kalian menikah." "Tapi, Om, saya belum siap untuk resepsi dan lainnya." "Tidak perlu. Kalian bisa melangsungkan resepsi setelah kalian lulus kuliah. Yang penting, orang-orang tahu kalian sudah menikah. Jadi jika nanti kalian pulang membawa anak kalian, Om tidak perlu lagi menjelaskan. Om bisa mengatakan alasan kalian menikah, karena memang pergaulan di luar negeri yang terlalu bebas dan Om tidak ingin hal buruk terjadi. Meskipun pada kenyataannya semua itu telah terjadi," jelas om Alysa. "Terima kasih, Om, atas pengertian Om." "Besok kamu pulang ke tempatmu. Urus surat numpang nikah ke ketua RT, juga kelurahan tempat kamu tinggal. Jangan katakan apa pun pada orang tuamu jika kamu takut hal buruk terjadi padanya. Ada teman kamu yang bisa kamu jadikan sebagai saksi nikah dari pihak kamu. Bukannya Om mengajarkan hal buruk pada kamu, tapi itu semua demi kebaikan semua pihak." "Iya, Om, besok saya akan mengurusnya." "Pakai saja mobil Om, biar cepat perjalanannya." "Iya, Om." *** Esoknya Raka ditemani Farel pergi ke Jakarta untuk mengurus surat-surat menggunakan mobil milik om Alysa. "Lo kenapa?" tanya Farel melihat sahabatnya sedang tampak tidak baik. "Gue belum yakin sama keputusan gue." "Yakin nggak yakin, kan lo harus tetep nikah. Jangan jadi laki-laki berengsek yang mau enaknya aja lo!" "Bukan itunya. Tapi gue nggak yakin gue bakalan cinta sama Alysa." "Lo nggak yakin karena lo nggak nyoba." "Hhhhh, ya ... gue harap perasaan gue bisa cepet berubah." Mobil yang dikendarai Raka telah sampai di Jakarta. Bahkan sudah memasuki komplek rumah Raka. Dari kejauhan, Raka melihat perempuan dengan perut membesar sedang berdiri di teras rumah bersama mamanya. Rasa rindu menyelimuti hati Raka. Ingin sekali rasanya ia menemui mamanya. Namun, egonya mengalahkannya. Rasa kesal dan marah lebih dominan saat ini. Raka mencengkeram stir mobilnya sampai buku-buku jarinya memutih. Ia segera bergegas meninggalkan jalanan depan rumahnya menuju rumah ketua RT setempat. Setelah mendapat apa yang ia butuhkan, Raka segera kembali ke Bandung, tanpa menemui keluarganya terlebih dahulu. Ia juga meminta kepada ketua RT untuk merahasiakannya. Karena yang meminta tanda tangan kepada kepala kelurahan juga bapak ketua RT. Itu pun beliau meminta diam-diam agar tidak diketahui oleh pegawai kelurahan yang lain. Sesampainya di Bandung, om Alysa segera mengurus semuanya. Keesokannya ia mendaftar ke KUA. Pernikahan akan dilaksanakan di kantor KUA tersebut pada keeseokan harinya. Semenjak kembali dari Jakarta, Raka tampak berbeda. Murung yang dominan di wajahnya. Farel yang tahu apa yang sedang sahabatnya pikirkan, hanya bisa merasa iba pada Alysa. Sementara Alysa juga merasakan perbedaan itu, tetapi dia lebih memilih untuk berpura-pura tidak merasa. Bersikap seperti biasa. *** Pernikahan telah selesai dilaksanakan. Raka mencoba untuk tersenyum pada tetangga juga kerabat om Alysa yang memberinya selamat. Malamnya, Raka dan Alysa sedang berada di kamar Alysa. Yang kini sudah menjadi kamar mereka berdua jika nanti mereka berkunjung ke Bandung. Alysa sedang membereskan pakaiannya juga pakaian Raka karena besok mereka sudah harus kembali ke negara tempat mereka menimba ilmu. "Sa...," panggil Raka memecah keheningan di antara mereka. "Hemm," jawab Alysa dengan gumamannya. "Maafin aku," ucap Raka. Dalam hatinya ia benar-benar merasa bersalah pada wanita yang kini telah menjadi istrinya. "Kenapa minta maaf?" "Aku ... A–ku ... ehm maaf ... karena tidak bisa memberikanmu acara pernikahan yang layak. Maaf juga, karena keluargaku tak ada yang ke sini." "Sudahlah, nggak usah dibahas. Mending sekarang kita tidur. Besok kita harus bangun pagi," jawab Alysa kemudian meletakkan tas ransel yang berisi baju ke sofa yang ada di samping tempat tidurnya. Setelah itu, Alysa memilih untuk membaringkan tubuh lelahnya dengan punggung menghadap Raka. Raka mengamati punggung Alysa. Ada kesedihan dan rasa bersalah dalam hatinya. Perlahan Raka menaikkan kakinya yang tadinya menjuntai ke bawah. Ia merapatkan tubuhnya ke punggung Alysa. Kemudian mendekap tubuh Alysa dari belakang. 'Maafkan aku. Aku berjanji akan berusaha sekuat hatiku untuk bisa mencintai kamu seutuhnya. Tolong, bersabarlah menungguku," bisik Raka tepat di telinga Alysa kemudian Raka mencium puncak kepala Alysa sambil memejamkan matanya, mencoba meyakinkan bahwa dirinya mampu melupakan cinta masa lalunya. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN