ISMA "Isma! Jangan pergi, Sayang! Jangan tinggalkan Mas!" Teriakan Mas Hanif dan tangisan Ayra menjadi pengantar kepergianku dari rumah yang pernah menjadi tempat ternyaman bagiku. d**a ini sesak luar biasa. Hati ini pun bak disayat ribuan pedang kala aku terpaksa harus pergi dari mereka, orang-orang yang aku sayangi, tetapi sayangnya telah menggores luka begitu dalam untukku. Fakta yang aku ketahui tentang kecelakaan itu benar-benar membuatku syok. Aku tidak pernah menduga ternyata ibu mertuaku yang harusnya bertanggung jawab atas meninggalnya orang tuaku. Pantas saja perlakuannya sangat baik, bahkan sebelum aku menikah dengan Mas Hanif. Rupanya, ia sedang menutupi rasa bersalahnya dengan memintaku menjadi bagian dari keluarganya. Kaki ini berjalan tak tentu arah. Entah ke mana aku

