"Hanif, bagaimana, Nak?" Mama menghampiriku yang baru saja memasuki rumah. Raut cemasnya menandakan ia sedang mengkhawatirkan putranya ini. Ya, memangnya siapa yang akan baik-baik saja setelah melepas seseorang yang sangat kita cintai? "Semuanya sudah selesai, Ma," ucapku seraya mengulas senyum tipis. Berusaha terlihat baik-baik saja di depan orang tuaku, padahal kenyataannya hati ini hancur berkeping-keping. Melepas Isma adalah hal yang paling tidak aku inginkan, tetapi apa daya aku dipaksa oleh keadaan. "Ayra mana?" tanyaku. Teringat putri kecilku yang tadi pagi sempat rewel. "Lagi tidur." Lirih Mama. Matanya menatap sendu ke arah putranya ini. "Aku ke kamar dulu, Ma. Mau istirahat." Mama mengangguk. Aku meninggalkannya menuju kamar dan mengurung diri seharian di tempat ini. Kil

