11. Tidak sesuai ekspetasi

1117 Kata
"Kamu ngapain diam saja? Ayo masuk!" titah Rex lagi pada Braga.  Rex menatap aneh Braga yang sepertinya sedang menegang. Padahal Rex merasa dirinya tidak seram-seram amat, bahkan wajahnya yang sudah berumur empat puluh delapan tahun itu terlihat sangat imut. Setidaknya bagi Rex sendiri.  "Eh iya ...." jawab Braga menghampiri Rexvan. Braga memegang martabak dengan satu tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya terulur untuk menyalami punggung tangan Rexvan.  "Ayo masuk!" ajak Rex berjalan terlebih dahulu memasuki rumahnya. Braga memejamkan matanya sejenak sebelum mengikuti Rexvan.  Rex mengajaknya ke ruang tamu yang sudah ada kelima Al yang menonton televisi bersama. Braga celingak-celinguk, dia tidak melihat keberadaan Alleia.  "Mas Braga baru kondangan ya kok pakai batik?" tanya Alden yang melihat penampilan Braga. Braga menatap penampilannya sendiri, ia tersenyuk kikuk pada Alden.  "Waaah apaan tuh, Mas?" tanya Alvino yang melompat turun dari sofa dan menghampiri Braga. Alvino meraih semua bungkus martabak dari tangan Masnya.  "Woaaah tumben-tumben beli martabaak. Ini untuk kita, kan?" seru yang lainnya ikut mengerubuni Alvino yang membawa martabak.  "Anak-anak, kalian memang gak punya malu. Tamu belum pulang sudah rebutan makanan," ucap Rex menjatuhkan dirinya di sofa.  "Pa, pusar Mas Braga lagi di tengah nih, tumben sekali beliin martabak," ucap Alden yang mencomot satu martabak dan memasukkan ke mulutnya.  Braga tersenyum kikuk melihat kehebohan adik-adiknya. Sesekali Braga melihat ke arah tangga siapa tau Alleia muncul tiba-tiba di sana.  "Duduk sini, Braga!" ujar Rex menepuk sofa sampingnya. Braga menganggukkan kepalanya dan duduk di samping Rex.  "Kamu baru hadirin resepsi siapa kok pakai batik?" tanya Rex dengan santai. Braga mengerutkan keningnya, tadi Alden bilang dia baru kondangan, sekarang ayahnya mengira dia baru resepsi. Apa mungkin dia salah kostum?.  "Eh ... itu ...." jawab Braga kikuk.  "Kamu jangan hanya hadiri pernikahan orang lain. Kamu dong yang gantian dihadiri," ujar Rex lagi.  "Ayah belum pernah melihatmu sama perempuan lain selain Bunga. Atau jangan-jangan kamu menjalin asmara dengan bunga," tambah Rex lagi.  "Tidak, yah. Aku sama Bunga gak ada hubungan apa-apa. Aku dan dia hanya sebatas rekan kerja," jawab Braga dengan cepat. Braga tidak mau Rex salah paham dengan kedekatanya dan Bunga,  "Mas Braga, Mas bajunya bagus beli di mana?" tanya Alden yang tiba-tiba mendekati Braga. Alden dengan lancang melepas kancing atas Braga dengan sensual.  "Heh apaan sih kamu kok buka-bukaan?" tanya Braga menepis tangan Alden.  "Mas Braga, aku tau apa yang tengah Mas Braga pikirkan," bisik Alden tepat di telinga Braga yang membuat Braga bergidik.  "Apa?" tanya Braga yang merasa horor dengan Alden.  "Pa, papa pergi saja deh. Ini urusan anak muda," ucap Alden mengusir papanya.  "Eh jangan!" cegah Braga menghentikan langkah Rex. Rex menatap Braga sembari menaikkan sebelah alisnya.  "Ada apa, Braga?" tanya Rex. Bibir Braga kelu, dia ingin bersuara mengutarakan niatnya, tapi ia tidak bisa bicara apa-apa.  "Kamu mau bicara apa?" tanya Rex lagi.  Braga menggelengkan kepalanya, Rex hanya mendengus kesal sembari melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Lebih baik dia bersama istrinya daripada bersama Braga yang terlihat aneh.  Braga menghela napasnya lega, dia melepas semua kancing kemeja batiknya karena gerah. Tidak menyangka kalau mengutarakan perasaan bisa sesulit ini.  Buagghh! Braga meringis pelan saat merasakan lengannya ditinju oleh seseorang. Braga menolehkan kepalanya menatap Alden yang cengengesan menatap ke arahnya. Tak berapa lama Alvino ikut duduk di samping Braga.  "Ada apa sih kalian kayak gini?" tanya Braga menatap Alvino dan Alden bergantian.  "Mas suka kan sama Kak Ia?" tanya Alden manaik turunkan alisnya.  "Suka apa?" tanya Braga yang kaget dengan pertanyaan Alden.  "Jangan sok pura-pura gitu. Terlihat dari mata kamu, Mas," ucap Alvino memukul lengan Braga,. Mereka berbicara bisik-bisik agar Allard, Alleron dan Alvero yang sedang memakan martabak tidak mendengar. Ketiga bocah itu kontra dengan Braga, yang Pro hanya Alden dan Alvino.  "Mas ngaku kamu!" titah Alvino lagi. Braga pun menganggukkan kepalanya kecil.  "Terus ngapain ke sini pakai batik?"  "Tadi aku melihat di internet kalau mengunjungi orangtua perempuan harus memakai baju batik yang rapi," jawab Braga.  "Mana hp mas?" tanya Alden menengadahkan tangannya pada Braga.  "Buat apa?" tanya Braga bingung.  "Alah cepetan sini!" Alden merogoh paksa hp Braga yang disimpan di saku celana depan. Saat sudah mendapat hp Braga, Alden menarik paksa ibu jari Braga untuk membuka kunci hp pria itu.  Tangan Alden berselancar di hp bermerk milik Braga. Braga dan Alvino ikut melirik apa yang dilakukan Alden. Alden melihat riwayat pencarian di internet Braga.  "Nih lihat. Memakai baju batik kalau sudah lamaran!" ucap Alden menunjukkan hp Braga.  "Pas lamaran yang pakai baju batik, kalau cuma mengunjungi gini mah pakai karung juga gak apa-apa," omel Alden lagi yang merasa gemas dengan pria dewasa di sampingnya itu. "Malu-maluin tau gak. Untung aku masih bisa tahan tawa tadi," ujar Alvino mendengus.  "Ya mana aku tau? Di situ kan tertulis batik," sangkal Braga membela diri.  "Iya pakai baju batik, tapi saat lamaran. Makanya kalau apa-apa dilihat sampai ke bawah!" seru Alden.  Braga menggaruk tengkuknya malu. Pria itu merutuki dirinya yang bodoh karena tidak akurat dalam mencari informasi.  "Terus Mas terlihat jelek dong pakai baju ini?" tanya Braga.  "Bukan jelek, tapi gak pantas saja situasinya. Kayak mau kondangan saja," jawab mereka dengan kompak.  "Terus apa yang harus aku lakukan?"  "Ya sudah terlanjur mau bagaimana lagi?" tanya Alvino.  "Aku lepas saja deh batiknya," ujar Braga melepas batik yang dia pakai. Menyisahkan kaos putih yang press dengan badan Braga.  "Woaaah ... dadaa Mas Braga bidang banget, pasti kak Ia suka," ucap Alden.  "Beneran dia suka sama dadaa bidang?" tanya Braga yang mulai antusias.  "Iya. Yang dadaanya bidang, ototnya kekar dan yang pasti setia. Kak Alleia tidak suka sama cowok yang gak setia," jelas Alvino.  "Aku sudah punya semua itu. Berarti Alleia suka aku dong?" tanya Braga.  "Kenapa gak tanya langsung?" Braga menimang-nimang, iya juga kenapa dia tidak tanya langsung pada Alleia? Bisa jadi kan kalau Alleia juga menyukainya? Tapi sepertinya itu tidak mungkin.  "Mas Braga kayak kentut yang dimasukin plastik deh. Muter-muter terus di tempat!" oceh Alden menepuk kembali bahu Braga dengan kencang.  "Apa maksudmu?"  "Kalau suka bilang, kalau cinta bilang, jangan muter-muter gak jelas begini. Masak cupu sih bilang cinta saja gak bisa." "Bukan itu masalahnya. Masalahnya kalau ditolak nanti akan canggung," jawab Braga. "Kenapa bisa mikir ditolak kalau ngungkapin saja belum?" tanya Alvino.  "Ahhhh kalian gak ngerti apa-apa, mending kalian diem!" ujar Braga yang kepalanya malah pusing mendengar ucapan dua tuyul di samping kanan dan kirinya.  Suara orang berjalan membuat semua orang menengadahkan kepalanya menatap tangga. Braga membulatkan matanya saat melihat Alleia menuruni tangga memakai stelan baju tidur tipis transparan.  "Woyyy aurot kakakku jangan dinikmati!" teriak Allard, Alvero, Alleron, Alvino dan Alden menerjang tubuh Braga sampai Braga terjungkal di sofa. Mata Braga ditutup oleh salah satu dari kelima tuyul yang entah siapa.  "Lepasin!" ucap Braga yang merasa lemas ditindih lima orang sekaligus. Braga juga ingin melihat keindahan yang hadir dengan tidak sengaja, tapi malah matanya ditutup oleh tuyul-tuyul itu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN