“Rencana hari ini gagal total, pikiranku buntu. Tidak ada waktu lagi, besok sudah fitting gaun pengantin. Lusa kami pergi ke Bali, dan selanjutnya aku yang cantik, jelita, dan imut ini resmi menjadi istri pria tua jelek itu! Akkkkhhh, malangnya nasibku!” Melani terus mengomel di sepanjang kakinya melangkah. Gadis itu lupa tidak membawa dompetnya, dia juga meninggalkan motornya di kediaman Reyhan gara-gara menyelinap ke sana pagi ini.
Reyhan masih mengawasi Melani dari jendela ruangan kerjanya yang ada di lantai atas dalam gedung. Pria itu melihat Melani mondar-mandir di tepi jalan depan perusahaannya. Pria itu melihat Melani tidak membawa tasnya. Reyhan segera menghubungi supirnya untuk mengantar Melani pulang.
Reyhan tersenyum melihat Melani masuk ke dalam mobil kemudian berlalu dari perusahaan.
Hari ini Reyhan pulang agak larut malam, ada beberapa acara yang harus dia kunjungi.
“Presdir Reyhan?” Tegur asisten pria tersebut sambil melangkah menuju ke arahnya.
“Ada apa Fa?” Tanya pria itu seraya menatap arloji yang membingkai pada pergelangan tangan kananya, hari ini dia sudah sangat terlambat pulang dari jadwal yang seharusnya. Pria itu jarang sekali melewatkan jadwal makan malam bersama kakek juga neneknya.
“Ini berkas Anda, tadi tertinggal di dalam ruangan meeting.” Ujar Fara seraya mengulurkan berkas tersebut padanya. Reyhan menerimanya, pria itu membuka isinya lalu berkata.
“Jadwalku besok, kamu tahu aku harus pergi untuk fitting baju pernikahan?”
Fara terdiam mendengar ucapan Reyhan, wanita itu menundukkan wajahnya. Tubuhnya serasa membeku bagai disiram dengan cairan salju. “Tahu Presdir.”
“Tunda meeting besok, dan seterusnya sampai urusanku selesai. Acara pernikahanku sebentar lagi akan dilangsungkan. Pesan tiket untuk beberapa karyawan terdekatku. Dan juga, urus semuanya dengan baik selama aku pergi.” Usai berkata demikian, pria dingin itu segera meletakan berkas tersebut kembali pada genggaman Fara. Reyhan memutar tubuhnya dan segera berlalu.
“Akhh! Bagaimana aku lupa jadwal Presdir besok. Fara kamu lalai sekali!” Asisten Reyhan memarahi dirinya sendiri, beruntung sekali Reyhan tidak meminta dirinya digantikan dengan orang lain.
Reyhan menyeringai lebar seraya terus berjalan. Pria itu bisa mendengar ungkapan penuh sesal yang meluncur dari bibir Fara.
Reyhan tiba di kediamannya, pria itu melangkah masuk ke dalam. Dia melihat Sandiaga sedang duduk dengan selembar surat kabar di atas pangkuan. “Kamu pulang terlambat lagi, hari ini?” Tanya pria itu seraya melipat surat kabar miliknya.
“Iya Kek, pekerjaan banyak sekali di perusahaan.” Sahutnya seraya melangkah mendekati kakeknya, lalu berjongkok di bawah sambil memijiti kaki Sandiaga.
“Naiklah ke atas, Melani sejak sore menunggu di sini. Dia pasti lelah sekali karena seharian menunggumu. Ajak dia turun untuk makan malam bersama denganmu. Sudah sana.” Perintah kakeknya pada cucu-nya tersebut.
“Me-Me-Me?!” Reyhan tercekat sekaligus tergagap mendengar nama gadis yang hampir membuatnya skot jantung setiap hari. Sandiaga terus mendorong punggung Reyhan agar naik ke lantai atas. Lahir batin Reyhan ingin sekali istirahat setelah seharian bekerja di perusahaan, tapi sepertinya apa yang dia inginkan tidak akan terkabul malam ini.
Di dalam kamar, Melani dengan posisi tengkurap di atas ranjang Reyhan. Gadis itu sedang berkonsentrasi penuh membaca serta berusaha mencerna pesan dari Gita. Reyhan melangkah pelan, masuk ke dalam kamar.
“Rayu dia sampai dia muak dan menyerah. Gigit bibirmu agar rayuan itu terlihat nyata, pasang pose menggiurkan? Apa sih maksud Gita? Pasang pose menggiurkan? Memangnya aku penjual sayur..” Gumam Melani seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung sekali dengan pesan tersebut.
Melani tidak tahu kalau sejak tadi Reyhan sudah menunduk dengan kedua tangan bertumpu di lutut, pria itu ikut membaca pesan tersebut pada ponselnya.
“Mau aku ajari cara berpose menggiurkan?” Sela Reyhan pada daun telinga Melani.
“Astaga! Om Tua! Aduh ngagetin aja!” Melani segera bangun dari posisi tengkurap, gadis itu sudah duduk di atas tempat tidur sambil memeluk ponselnya erat-erat pada dadanya. Kedua mata Melani terpejam rapat, dadanya masih berdebar kencang sekali lantaran terkejut melihat Reyhan muncul di sebelahnya beberapa detik lalu.
Reyhan sudah melepaskan jas serta dasinya, kali ini pria itu sedang melepas kancing baju pada lengan panjang shirt yang dia kenakan. Awalnya Reyhan tidak begitu memperhatikan gaun yang kini dikenakan oleh Melani Anisa. Pria itu sedang menggulung lengan bajunya ke atas hingga setinggi siku, masih mengawasi gaun yang membalut tubuh gadis muda di depannya tersebut. Melani perlahan membuka matanya lantaran Reyhan menunduk seraya menyentuh ujung gaun yang dia kenakan. Ujung hidung Reyhan hampir bersentuhan dengan hidungnya jika Melani tak segera menjauhkan wajahnya ke belakang.
“Om Tua?! Mau ngapain!?” Bentak gadis itu dengan bibir cemberut masih memeluk ponselnya erat-erat.
“Gaun ini..” Ucap pria itu dengan tatapan marah.
“Nenek yang memberikan padaku! Cantik bukan?!” Ujarnya dengan wajah riang.
“Nenek memberikan hadiah ulang tahun dariku pada gadis ingusan ini!” Keluh pria itu dalam hatinya. Reyhan segera menegakan tubuhnya, tanpa berkata apa pun pada Melani Reyhan melangkah ke kamar mandi. Dia kesal sekali kenapa Melani mengenakan baju yang dia berikan pada neneknya.
“Kenapa? Dia marah?” Tanya Melani seraya turun perlahan dari atas tempat tidur. Gadis itu mengendap-endap menuju ke pintu kamar mandi. Perlahan Melani hendak menempelkan dauh telinganya di sana. “Kenapa suaranya tenang sekali, apa dia hobi berendam?” Gumam gadis itu lagi seraya mempertajam pendengarannya. “Kok dug, dug?!” Meraba perlahan daun pintu sambil memejamkan matanya. “Aroma ini menenangkan sekali, tapi seperti aroma, Om..Tua? Om Tuaaaa?!! Aaaaa!” Melani terkejut dan hampir terjengkang ke belakang jika Reyhan tidak segera menahan pinggangnya. Ternyata sejak tadi yang dia dengarkan adalah detak jantung Reyhan bukan daun pintu seperti anggapannya.
“Om-Om Tua?!” Menunjuk ujung hidung Reyhan seraya mengerjapkan kedua matanya.
“Kenapa? Mau ikut mandi?” Tawar Reyhan seraya menyeringai nakal.
“Dia sangat normal! Pria ini terlalu normal! Di luar batas normal, bukan pria gay!” Umpat Melani dalam hati. Tubuhnya serasa lemas menatap rambut basah yang masih meneteskan titik-titik air tersebut. Tetesan itu jatuh pada wajah Melani yang tengah berada dalam rengkuhan Reyhan. Melani berpegangan pada tengkuknya, takut jika tiba-tiba pria itu melemparkan tubuhnya ke lantai.
“Sadarlah Mela! Sekalipun wajah pria ini sangat tampan rupawan, tapi dia terlalu tua!” Jerit dalam hatinya.
“Mau terus begini? Sampai kapan?” Reyhan menegakkan tubuh Melani agar kembali tegak berdiri, pria itu berlalu melewatinya menuju ke arah lemari baju. Melani hanya bisa menatap Reyhan dengan jantung berdebar kencang. Reyhan hanya melilitkan handuk pada pinggangnya seolah Melani tidak ada di sana.
“Om Tua? Om nggak malu sama Mela?!” Ucap gadis itu seraya berkacak-pinggang mendekati Reyhan lalu berdiri di depan Reyhan, sengaja menghalanginya agar tidak bisa mengambil pakaian ganti dari dalam lemari.
“Hah?! Aku malu?! Sama bocah ingusan sepertimu?!” Reyhan menggelengkan kepala menatap miris Melani. “Sekarang kamu berada di dalam kamar pria? Di mana urat malu mu? Apa sudah pu-tus??”
Melani tidak tahan mendengar ejekan Reyhan. Gadis itu berlari menuju ke arah pintu. “Huaaaa, brak, brak, brak, huaa, Om Tua jahat!” Menangis kencang seraya menghentakkan kedua kakinya di lantai kamar Reyhan.
“Braak!” Reyhan menahan daun pintu kamarnya menggunakan kaki kanannya, pria itu tidak membiarkan Melani keluar dari dalam kamarnya dalam keadaan menangis. “Hei, diam! Sssttt!” Kebingungan ingin membekap bibir Melani agar tidak terus menangis kencang. Dia lupa hanya mengenakan sehelai handuk. Satu detik kemudian handuk tersebut meluncur jatuh di bawah kedua kakinya.
Melani sibuk menggapai wajah Reyhan gara-gara pria itu membekap bibirnya. Kini tiba-tiba pandangan mata mereka berdua tertuju ke lantai.
“Aaaaaaaaaaaaaa!” Spontan keduanya berteriak kencang sekali.
Reyhan malu setengah mati, Melani sudah melihat senjata satu-satunya yang dia miliki. Gadis itu buru-buru menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya sementara Reyhan buru-buru mengambil handuk tersebut dari bawah kedua kakinya untuk menutupi kejantanannya. “Sialan! Arrrrggghh!” Geram pria itu dengan wajah emosi.
“Om Tua!” Melani menurunkan kedua tangannya dari wajahnya.
“Apaaaa?!” Bentaknya dengan wajah kesal tak tertahankan.
“Itu, kok ke-cil?” Ragu-ragu mengatakannya sambil menunjuk sisi bawah tubuh pria di depannya.
“Ash! Astaga! Bocah ini sudah gila! Astaga! Bagaimana dia mengucapkan itu! Hah! Beraninya!” Reyhan terus mengomel dengan wajah frustasi. Pria itu merasa sekarat, otak dalam kepalanya hampir gila dibuatnya.
Karena tidak tahan lagi, Reyhan segera berteriak. “Ini belum tegaaaaaaaaang! Huh!” Berkacak pinggang seraya mengusap wajahnya sendiri dengan gusar.
“Tegang apa sih Om?” Tanya Melani sambil mengerjapkan kedua matanya.
“Ya Tuhan, anak ini, jika dia bukan anak manusia, kenapa seperti ini? Aahhhh, aku lelah sekali.” Omelnya seraya berjalan menuju lemari baju. Bukannya diam di tempat Melani malah mengekornya dengan jarak sangat dekat di belakang punggung Reyhan.
“Om, jawab? Tegang apa sih?” Berjinjit di belakang punggung Reyhan demi membisikkan pertanyaan tersebut padanya.
“Tegang itu, takut, semacam emosi tertahan, kamu tahu bom? Ya seperti itulah kira-kira.” Reyhan mengambil celana pendeknya bersiap memakainya. Tapi tiba-tiba Melani mencekal lengannya saat satu kakinya sudah berhasil masuk ke dalam celana, membuat Reyhan kesulitan menjaga keseimbangan tubuhnya. Untungnya dia tidak terjatuh karena berpegangan pada daun pintu lemari secepat mungkin, jika tidak tubuh mungil Melani sudah tertindih dengan tubuhnya di lantai.
“Om? Nggak jelas!” Bentak Melani dengan bibir cemberut.
“Makanya coba periksa saja kedua mata mu ke optik besok!” Tandas Reyhan dengan sengaja. Pria itu sudah bersusah payah memutar alur pembicaraan agar Melani tidak terus bertanya tentang apa yang gadis itu lihat beberapa detik lalu.
“Jadi? Kalau Melani ke optik bisa melihatnya lebih jelas? Mata Melani nggak minus kok! Om saja yang periksa!” Sungutnya pada Reyhan. “Memang kecil kok, apanya yang tegang..” Kembali bergumam seraya menggigit ujung kuku ibu jarinya.
“Bocah ini! Astaga! Aku hampir gila karenanya!” Reyhan menggertakkan giginya lalu menempelkan keningnya di depan daun pintu lemari baju.