14

1074 Kata
Niat Wibisono perlahan ingin merubah hidupnya menjadi lebih baik. Windu, sebagai istri akan selalu menyemangati selama itu memang baik. "Butuh proses untuk memulai kembali. Tapi, niat adalah hal utama untuk memperbaiki diri. Mau di mulai dari sekarang?" tanya Windu pelan. Wibisono langsung mengangguk tanpa ragu dan itu membuat Windu tersenyum sumringah dan puas. Setidaknya ada hal lain yang bisa ia lakukan untuk mengabdi menjadi seorang istri. Melayani bukan hanya urusan di ranjang, tapi juga, memberikan kenyamanan melalui ibadah pun itu sesuatu yang tidak mudah. Mulai pagi ini Wibisono bertekad untuk memperbaiki diri, meminta ampun atas semua kesalahannya di masa lalu. Wibisono hanya berharap, kalau Tuhan itu masih mengijinkan maka ia akan di beri kepercayaan untuk memiliki keturunan dari rahim yang baik, dan calon ibu yang tulus. Setelah melakukan sholat shubuh. Wibisono kembalimerebahkan tubuhnya di kasur. Hampir semalaman ia tak tidur dan mengobrol dengan Windu yang ternyata memiliki banyak kelebihan yang tak pernah di ketahui oleh Wibisono. Windu yang memang suda terbiasa bangun pagi pun langsung menuju dpur. Sebisa mungkin Windu akan menyiapkan makanan untuk Wibisono, sebagai bukti melayani dan kewajiban sebagai istri. Mungkin bisa di mulai dari masakan yang sederhana yang bisa di terima di semua lidah orang. "Kok, Non Windu sudah bangun?" tanya Tini pelan. Tini adalah asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama di rumah itu, mungkin sejak pernikahan antara Yasinta dan Wibisono. "Eh ... Mbak ...." ucap Windu sopan. Jujur ia belum mengenal semua orang yang beada di rumah besar ini. "Mau apa?" tanya Tini kemudian. "Mau masak. Mulai sekarang biar saya yang masak kalau memang saya sempat masak. Khususnya untuk Pak Wibisono," ucap Windu pelan menjelaskan. Tini mengangguk paham. Lalu mulai mengerjakan hal lain seperti mencuci piring dan memebersihkna dapur. Windu masih asyik memasak. Setidaknya memasaka sudah menjadi hobbynya sejak kecil Untuk rasa bisa di adu lah dengan koki restaurant bintang lima. Tidak membutuhkan waktu lama. Masakan Windu pun selesai. Ia menyiapkan makanan dan minuman hangat di atas nampan besar untuk di bawa ke kamar tidurnya. Lalu, sisanya ia rapikan di alat makan untuk sarapan pagi semua orang seisi rumah. "Mbak Tini, ini rapikan saja di meja makan. Soalnya saya dan Pak Wibisono mungkin tidak turun untuk sarapan pagi bersama," ucap Windu pelan.. Windu bergegas membawa nampan itu dan berjalan menuju anak tangga untuk naik ke kamar tidurnya. Wibisono masih terlelap dalam tidur. Untung saja hari ini adalah hari libur, mungkin Windu memberikan toleransi sedikit untuk Wibisono bisa beristirahat. Ia meletakkan nampan iti di atas nakas dnegan sengaja. Agar semua aroma makanan dan kopi yang ia buat bisa menggugah selera Wibisono dan akhirnya terbangun dnegan sendirinya tanpa harus di ganggu atau di bangunkan. Mungkin Windu sendiri harus banyak belajar mengambil hati dan simpati Wibisono agar apa yang ia sarankan bisa di terima dengan baik demi penyembuhan traumanya. Eungh ... Suara erangan Wibisono saat tubuhnya mulai bereaksi dengan smeua aroma nikmat yang menggelitik hidungnya. Kedua mata Wibisono pun membuka perlahan menatap ke sekeliling kamarnya. Ia meraas ada yang baru di sini. Bukan lupa sudah menikah kembali dengan wanita lain selain Yasinta. Tapi suasana di kamar ini juga nampak berbeda, tidak hanya itu aroma yang tak pernah ia cium di kamar pun pagi ini ia cium. "Selamat pagi? Mau sarapan Mas?" tanya Windu lembut sambil membuka hordeng di seluruh kamar dan mematikan semua lampu. Windu mulai merapikan pakaian kotor dan beberapa sampah yang terlihat tergeletak berserakan di meja rias. Windu berjalan menghampiri Wibisono dan duduk di tepi ranjang. "Sudah Windu siapkan sarapan pagi. Mau?" tanya Windu lembut. Wibisono menatap Windu lekat. Ia tak pernah mendapatkan perlakuan manja seperti ini dari Yasinta semenjak menikah. Memang Yasinta selalu berkata lembut dan berlaku sopan, tapi tak seklai pun melayani Wibisono dari mulai membuatkan maan atau minuman kesukaannya. Semua pasti di lakukan oleh Tini, asisten rumah tangganya. "Kok diam? Mau makan? Atau mau di suapin?" tanya Windu pelan. Wibisono tersadar. Tak baik membandingkan kedua istrinya. Apa ini yang di namakan hadiah terindah di saat ia mau memohon ampun dan ternyata ia mendapatkan wanita yang baik seperti Windu. Wibisono menegakkan duduknya dan membuka selimutnya. Terlihat ia hanya memakai kaos dalam dan celana kolor sperti yang biasa ia lakukan saat bersama Yasinta. Windu berusaha untuk tidak terkejut dan harus beradaptasi dnegan keadaan ini. Toh, ia dan Wibisono sudah menikah. Bukan pasangan haram. Windu mengangkat nampan besar itu dan memangku nampan itu. Windu memberikan secangkir kopi buatnnya saat Wibisono sudah duduk bersandar pada ranjang itu. "Harum sekali," ucap Wibisono jujur saat menerima kopi dari Windu. Ia hirup aromanya sampai ke bagian dalam hidungnya dan wangi itu benar -benar membuat moodnya baik dan senyum lebar ia tampilkan dengan smepurna di depan Windu. Windu sendiir merasa puas saat kopi itu mulai di cicipi dan di nikmati dengan sangat nikmat. Hingga suara desah setelah meneguk kopi itu, Windu semakin yakin bahwa Wibisono suka dengan kopi buatannya. "Enak Mas?" tanyaWindu lembut. Wibisono tak berkata. Wajahnya terlihat tersenyum dan mengangguk kecil Visualisasi itu jelas menunjukkan bahwa Wibisono benar -benar menyukai kopi itu. Tatapan Wibisono kini beralih ke pisring yang berisi nasi goreng. wanginya juga tak kalah nikmat. "Boleh di cicipi juga? Pasti akan se -enak kopi ini," ucap Wibisono memuji. "Boleh. Mau makan sendiri atau di suapi? Masih enak masakan Mbak Yasinta. Tentu Mas Wibisono lebih menyukai makanan yang di buat oleh Mbak Yasinta," ucapWindu mulai mengangkat piringnya dan mulai menyuapi Wibisono tanpa di minta. Satu suap nasi goreng sudah berpindah ke mulut Wibisono. Ia tak menjawab smeua pertanyaan Windu dan malah asyik menikmati sarapan pagi yang menurutnya luar biasa ini. "Enak. Enak banget. Kamu pintar masak ya?" puji Wibisono kepada Windu. "Masih kalah sama masakan Mbak Yasinta," jawab Windu sambil menyuapi suaminya lagi seperti anak kecil. Wibisono menggelengkan kepalanya pelan. "Dia tidak pernah memasak, dan Mas tidak menuntut apa -apa, karena Mas sadar, Mas punya kekurangan," ucap Wibisono lirih. Windu mengangguk paham. Ia tak mau lebih lanjut bertanya apapun yang terllau privasi antara hubungan Wibisono dan Yasinta. Windu hanya ingin fokus, dalam satu tahun ini bisa membuat perubahan yang baik bagi Wibisono. Keduanya terdiam. Wibisono menatap Windu dan menghabiskan sarapan paginya. Keudanya hanya saling pandang dan saling membatin di dalam hatinya masing -masing tanpa mengungkapkan satu sama lain. Jujur, Windu penasarn dengan ia dnegar tadi malam dari kamar Yasinta. "Windu? Kamu mau tinggal di sini atau kita punya rumah khusus?" tanya Wibisono tiba -tiba. Windu menatap lekat Wibisino. Ia tak mau menuntut apapun dari suaminya itu. Kalau pun ingin suasana yang berbeda, mungkin Windu bisa menginap di rumah orang tuanya untuk beberapa hari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN