15

1064 Kata
Pagi ini, Wibisono dan Windu berencana akan pergi. Windu ingin sekali pergi menemui kedua orang tuanya di tempat yang baru. "Sudah siap?" tanya Wibisono pelan kepada Windu. Windu masih sibuk memakai dress pendek dengan rambut yang di kuncir ekor kuda. Seperti biasa ia hanya memakai riasan tipis di wajahnya sehingga tetap terlihat cantik alami dan natural. "Sudah," jawab Windu bersemangat. "Kita berangkat sekarang," titah Wibisono pelan sambil merapikan kemejanya. Usia Wibisono sudah tidak muda lagi, sudah menuju angka empat puluhan. Jadi sikapnya lebih dewasa dan bijaksan sekali, walaupun sesekali bersikap arogan, namun tetap berhati lembut. "Mas sudah bilang sama Mbak Yasinta? Ijin gitu?" tanya Windu pelan. "Belum. Kalau Yasinta ingin ikut? Kamu keberatan tidak?" tanya Wibisono kemudian meminta ijin pada Windu. "Ga apa-apa Mas. Windu malah senang. Lagi pula, Bapak dan Ibu juga tahu tenatng pernikahan ini," jawab Windud lirih. Walaupun kedua orag tua Windu tahu. Sebenarnya Windu tidak ingin membuat kedua orang tuanya semakin kecewa melihat Yasinta pergi bersama Windu dan Wibisono. Setidaknya sedikit tak melukai perasaan kedua orang tua Windu. "Ya usdah. Kmau tunggu di bawah. Mas mau ke kamar Yasinta dulu," titah Wibisono pelan. Sesuai dengan perintah suaminya. Windu pun turun lebih dulu dan menunggu di ruang tamu. Sedangkan Wibisono masuk ke dalam kamar Yasinta. Tok ... tok ... tok ... "Yas? Yasinta? Kamu sudah bangun belum?" panggil Wibisono dengan lembut sambil mengetuk kamar itu. Kamar itu masih terkunci rapat. Saat Wibisono mencoba untuk membuka pintu dengan cara memutar handle pintu itu. Yasinta masih pulas tertidur di kasurnya dengan tubuh polos. Tubuhnya lelah kaena sampai pagi harus berolah raga nikmat hingga semua badannya terasa pegal. Kedua matanya mengerjap pelan. Samar ia mendengar suara suaminya memanggil namanya. Perlahan ia membuka mata dan mendengarkan lebih jelas suara panggilan itu nyata atau hanya ilusi saja. YAsinta terbangun dan menutup tubuhnya yangpolos dengan selimut. Yoga masih memeluk erat tubuhnya. Keduanya sama -sama tertidur pulas karena kelelahan. "Yoga ... Bangun sayang. Mas Wibisono mengetuk kamar. Sepertinya ia akan masuk ke dalam," ucap Yasinta panik. Dengan cepat ia menggoyang -goyangkan tubuh Yoga dan membangunkan lelaki yang telah ia selingkuhi lima tahu terakhir ini. Yoga pun membuka matanya pelan. "Apa sih Yas? Aku capek," jawab Yoga ketus. Alam bawah sadarnya masih mengusai jiwa raganya hingga tak berkonsentrasi dengan penuh. "Bangun!! Itu Mas Wibisoo datang. Kamu ngerti gak sih?" ucap Yasinta semakin gusar. Yoga menarik napas dalam lalu membuka matanya pelan dan menatap Yasinta. "Kita sudah lima tahun seperti ini. Kenapa sih? Biakan saja si mandul itu tahu kalau kita punya hubungan khusus. Lagi pula dia sudah dengan Windu," ucapnya menggertak. "Apa? Kamu bilang apa? Aku harus jujur pada suami kayaku bahwa aku punya hubungan dengan kamu. Lalu ia akan menceraikan aku. Lalu aku? Hidup ku susah karena kamu cuma supir pribadi yang bekerja pada suami kaya ku? Lalu aku harus meninggalkan smeua kemewahan ini? Begitu? Kita melakukan ini hanya untuk senang -senang saja, Yoga," ucap Yasinta menjelaskan. "Apa katamu? Hanya untuk senamg -sennag. Kita setiap hari melakukan ini. Di mana pun dan kapan pun ada waktu aku selalu membuatmu puas? Sekarang kmau bilang hanya ingin untuk senang -senang? Apa maksudmu?" tanya Yoga tak terima. Selama ini Yoga menaruh harapan besar pada Yasinta sehingga ia mau di jadikan pelampiasan hasrata Yasinta yang hiper seksual. Yoga pu tahu, ia bukan satu -satunya lelaki yang di bayar Yasinta untuk memuaskan nafsunya, tapi juga ada Yosua, manajer perusahaan yang di miliki oleh Wibisono. Demi uang, Yoga tak mempermasalahkan itu. Hingga suatu hari Yasinta marah karena Yoga memiliki kekasih dan waktu kebersamaannya makin sedikit. Mulai sejak itu Yasinta tidak memperbolehkan Yoga untuk memiliki kekasih lain selain dirinya. "Yasinta? Kau dengar Mas?" panggil Wibisono yang terus mengulang nama Yasinta dan mengetuk keras pintu kamar itu. "Cepat masuk ke dalam lemari. Aku sedang tidak ingin berdebat," titah Yasinta panik. Yoga tersenyum lebar. Ia senang melihat YAsinta yang begitu panik dan cemas. "Kalau panik begini wajahmu terlihat menggemaskan. Aku akan menurutimu, tapi setelah ini aku minta jatah tiga ronde kau yang pegang kendali," ucap Yoga bernegosiasi sambil memegang dagu Yasinta. Kedua mata Yasinta melotot tajam ke arah Yoga. Lelaki itu bisa -bisanya masih merayunya. "Cepat," ucap Yasinta sambil menari k tubuh polos Yoga untuk masuk ke dalam lemari. "Tiga ronde?" pinta Yoga yang masih malas beranjak dari kasur itu. "Cepat Yoga. Oke. Baiklah toga ronde aku di atas biar kamu puas merem melek," jawab Yasinta menyerah. "Nah gitu dong. Gak usah berdebat lama sayang. Toh, kamu juga yang paling banyak menikmati," goda Yogaaa yang kemudian masuk ke dalam lemari. Dan lemari itu di kunci rapat oleh Yasinta. Yasinta mengambil piyama tidurnya dan memakai dengan asal. Rambutnya di sisir asa dengan jari -jarinya. Dengan cepat Yasisnta membuka kamar tidurnya tanpa membereska tempat tidurnya terlebih dahulu. ceklek ... Yasinta membuka kunci dan mebuka pintu kamar itu sambil berpura -pura menguap. "Mas? Maaf, baru bangun dan baru denger Mas Wibisono memanggil namaku," ucap Yasinta lirih. Wibisono melirik sekilas ke arah dalam kamar Yasinta yang begitu berantakan. Tidak biasanya Yasinta seperti ini. Wajahnya juga nampak sedikit pucat dan kelelahan. "Kamu sakit?" tanya Wibisono sambil memegang dahi yasinta. Yasinta menggelengkan kepalanya pelan. "Gak Mas. Tadi malam gak bisa tidur aja. Jadi mungkin agk meriang aja," jawab Yasinta membela diri. "Gak bisa tidur? Kenapa?" tanya Wibisono pelan. "Mikirin Mas Wib," jawab Yasinta pelan sambil menunduk. Yasinta harus berpura -pura menjalankan aktingnya agar terlihat natural sedang bersedih dan terluka karena kecewa. "Mikirin apa? Mas sama Windu? Bukankah tadi malam Mas ingin menemani kamu, Yas? Mas merasa pernikahan ini tidak akan berjalan baik. Mas ingin mencari orang yang menjebak Mas," ucap Wibisono lantang. Jelas ucapan Wibisono membuat Yasinta terkejut. Deg ... 'Bisa -bisa rencanaku gagal kalau sampai Mas Wibisono mencari tahu,' batin Yasinta di dalam hatinya. Yasinta berusaha tenang dan tidak terlihat gugup sama sekali. "Mas mau kemana? SUdah rapi banget?" tanya yasinta mengalihkan pembicaraannya. "Oh iya sampai lupa. Mas dan Windu mau main ke rumah orang tua Windu. Kamu mau ikut? Mungkin sampai sore," ucap Wibisono pelan. "Main ke rumah orang tua Windu? Memang ada apa?" tanay Yasinta yang gugup. "Main aja. Kamu kenapa? Kok kayak panik gitu?" tanya Wibisono pelan. "Gak Mas. Cuma kaget aja. Ternyata Mas Wib, mulai perhatian dengan Windu," jawab Yasinta mencari alasan. "Kamu cemburu Yas? Mas hanya main saja. Mas hanya ingin menghargai kedua orang tua Windu. Itu saja," ucap Wibisono pelan. Yasinta menatap lekat wajah Wibisono. Raut wajahnya di buat se -sendu mungkin agar terlihat sedang galau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN