Hari -hari berlalu perlahan setelah kepergian Arga. Senja tidak lagi sepekat waktu itu, dan luka yang sempat menganga pun perlahan mengering, meski masih meninggalkan nyeri jika disentuh kenangan. Windu kembali menata hidupnya. Ia mengurus Mama Lena dengan sepenuh hati, mengisi waktunya dengan bekerja dan kadang menulis jurnal malam hari — semacam terapi untuk jiwanya yang sempat koyak. Namun ada satu nama yang terus hidup di benaknya, dalam diam, dalam bayang, Wibisono. Lelaki yang pernah menjadi dunianya. Lelaki yang ia tinggalkan karena kecewa dan luka yang tak tertahankan waktu itu. Dan lelaki yang kini... mungkin masih menyimpan potongan hatinya yang hilang. *** Pagi itu, Windu sedang mengurus administrasi rumah sakit ketika telepon selulernya berdering. Nama yang muncul membuat