Duabelas

1231 Kata
Diam-diam bagas memperhatikan postur tubuh Kalinda khususnya pada perutnya untuk memastikan kalau dia benar-benar mengandung atau tidak. Menurut penglihatannya tidak ada yang berubah, tubuhnya masih kecil dan perutnya terlihat rata. Tapi dia tidak bisa mengkalim begitu saja, dulu ketika mendiang istrinya mengandung Keila tubuhnya kurus dan tidak menunjukkan ciri-ciri apapun. Jika waktunya sudah tepat kemungkinan dia akan meminta bantuan Isabella untuk memastikan Kalinda benar-benar hamil atau tidak. Jika benar dia sedang mengandung anak dari pria yang sudah menghancurkan seluruh hidupnya Bagas takut kondisi Kalinda akan semakin parah. “Kalinda,” panggil Bagas pada Kalinda yang sedang bermain bersama Keila di halaman rumah. Keduanya langsung menghentikan permainannya dan menoleh ke arah Bagas yang duduk di kursi teras. “Iya?” “Saya pengen bicara sebentar saja.” Kalinda tampak berbiacara sebentar dengan Keila sekedar memberikan pengertian dan tak lama kemudian gadis kecil kesayangan Bagas masuk ke dalam rumah. Bagas menggeser tubuhnya agr Kalinda biaa ikut duduk di sampingnya. Raut wajah Kinda terlihat bingung karena tidak biasanya Bagas mengajaknya mengobrol berdua seperti ini. “Ada apa ya, Mas?” Tanya Kalinda dengan suara gugup. “Tidak, saya cuma pengen tahu bagaimana kondisi kamu sekarang, apa masih suka mimpi buruk?” “Alhamdulillah aku sudah lebih baik, meskipun aku nggak bisa menghilangkan bayangan itu sepenuhnya tapi aku akan berusaha hidup normal kembali biar tidak terus-terusan merepotkan Mas Bagas.” “Alhamdulillah, saya ikut senang mendengar ini.” Keduanya kembali dilanda keheningan, Bagas bingung melanjutkan ucapannya sedangkan Kalinda tidak tahu ingin membicarakan apa lagi karena Bagas hanya diam. “Saya cukup tau diri mas, setelah saya berhasil kontak dengan tante saya di kampung saya akan segera pergi dari sini dan membayar semua uang yang sudah mas Bagas kelurkan untuk saya.” Bukan itu yang ingin Bagas bahas karena dia ikhlas membantu Kalinda tanpa balasan apapun, dia juga tidak keberatan jika kalinda ingin tinggal lebih lama lagi. “Saya ikhlas Kalinda jangan membuacarakan soal biaya atau apapun itu, kamu cukup membayar semuanya dengan kabahagiaan Keila.” “Kita realistis saja, Mas Bagas dan saya sama sekali tidak memiliki hubungan persaudaraan atau apapun itu tapi Mas Bagas mau menolong saya sampai sejauh ini jika tidak ada sesuatu pasti saya sudah menjadi gelandangan langganan satpol pp.” Kalinda benar, dia sampai bertindak sejauh ini karena ada alasan yaitu ingin menebus semua rasa bersalahnya pada sang kakak yang dulu tidak mampu dia selamatkan dan bukan hanya itu setelah melakukan investigasi secara diam-diam di tempat kerja Kalinda dulu dan di lingkungn sekitar rumahnya akhirnya Bagas berhasil mengetahui siapa sang pelaku yang sudah menghancurkan hidup Kalinda dan orang yang melakukan itu tak lain dan tidak bukan adalah orang yang sangat dia kenal dengan baik. Meski dia sudah mengetahui siapa orang yang tega melakukan itu pada Kalinda, Bagas belum bisa membeberkan kepada umum atau kepada Mamanya karena bukti kuat belum dia kantongi dan orang itu kenal baik dengan kelurganya. “Saya mau menlong kamh sampai saat ini karena Kakak saya bernasib sama dengan kamu, dan mungkin sebelun ini kamu sudah pernah mendengar kisahnya yang pilu.” Kalinda yeihat mengangguk pelan san terliaht murung kembali. “Saya ikhlas membantu kamu, toh selama kamu disini anak saya berubah menjadi anak yang ceria dan tidak suka tantrum lagi.” “Keila memang anak yang kesepian, dia butuh sosok ibu tapi tidak ada yang mendengarkan dia.” “Sudah jangan bicarakan itu biar menjadi urusan saya saja. Sekarang yang ingin saya tanyakan adalah kondisi kamu.” Nada suara Bagas terdengar kesal “Saya sudah lebih baik.” Bagas mencari ancang-ancang terlebih dulu sebelum mulai kepada intinya. “Kalau mual dan pusing kamu? saya lihat kamu masih suka mual.” “Iya kadang masih mual nggak tau kenapa.” “Kalau saya antarkan periksa kamu mau, saya curiga kamu ….” “Enggak! itu tidak mungkin jangan bicara gitu mungkin mualku bukan karena itu.” Kalinda memotong ucapan Bagas dengab lantang karena dia memang benar-benar tidak mau jika itu benar terjadi kepadanya. “Yasudah Kalinda kalau kamu memamng tidak mau, saya tidak akan memaksa. Tapi tolong, kalau kondisi kamu semakin tidak baik terus terang sama saya.” “Akan saya lakukan.” Setelah itu Kalinda masuk ke dalam rumah sedangkan dirinya masih menetap dibgeras sambil memikirkan beberapa hal. Baru ketika Mamanya memanggil Bagas masuk ke dalam rumah. *** Keesokan harinya acara keluarga Bagas akan dimulai pada malam hari setelah salat magrib. Tidak terlalu banyak kerepotan karena mereka menggunakan jasa katring dan sebagian kue pastry berasal dari toko Bagas. Sekarang jam masih menunjukkan pukul tiga, kalinda dan bibi sibuk beres-beres sana sini sedangkan Nagas dan ibunya juga sibuk mengurus hidangan untuk para tamu. Daris menghampiri Bagas yang sedang menghinring jumlah kue yang baru saja pegawainya kirim. “Gas, Mama mau bicara sebentar.” Daris menarik Bagas masuk ke dalam kamar. “Ada apa Ma?” “Kalinda, dia tidak mungkin muncul di acara malam ini.” Bagas mengerutkan kening bingung, Kalinda sudah mulai sehat dan di tidak takut keramaian lagi jika salah satu diantara orang-orang itu tidak membuat masalah. “Mama ini bicara apa sih? Kalinda sudah sembuh, apa kata dia kalau tiba-tiba kita kurung dia di dalam kamar tampa alasan?” “Coba pikirkan, apa kata saudara kita kalau di rumah ini ada wanita yang bukan dari keluarga kita? ya, memang kita bisa mengakui dia sebagai teman dekat kamu atau lebih tepatnya calon istri kamu, tapi apa itu mungkin Bagas?” “Bilang saja itu saudara jauh kita.” “Hei Bagas! orang-orang yang datang nanti malam semu kelurga kita, mereka pati tahu silsilah keluarga kita jadi alasan itu sangat tidak tepat bagi Mama.” “Tapi kasihan Ma kalau Kalinda di kurung di dalam kamar.” “Biar Mama yang bicara sama dia tapi tolong minta kerja samanya, kamu jangan ikut campur.” Jika sudah begini Bagas tak bisa berbuat apapun lagi, ucapan Mamanya memang ada benarnya, keluarga besarnya pasti bertanya-tanya kenapa ada Kalinda di rumah ini apalagi rumah beberapa saudaranya terletak satu lingkungan dengan Kalinda pasti sedikit hanyak mereka mengetahui kasus itu karena kasusnya cukup ramai di kalangan masyarakat setelah muncul pernyataan palsu dari sang pelaku. “Jangan terlalu keras Ma, bicara baik-baik.” “Mama tahu itu kamu tenang saja.” Daris kemudian pergi meninggalkan Bagas sendiri. Sebenarnya kasihan jika Kalinda hrus di kurung di kamar selama acara. Dia pasti langsung berfikiran buruk setelah itu. “Mas Bagas, semuanya sudah beres apa boleh kita hisangkan sekarang?” “Nanti dulu Kalinda, kamu istirahat saja jangan terlalu capek.” Kalinda tersenyum tipis dan kemudian menggeleng karena dia sangat bersemangat membanru acara ini. “Saya nggak capek, saya malah senang membantu.” “Kalinda, nanti akan ada banyak kelurga saya yang datang mulai dari kelurga Mama dan beberapa kelurga mending istri saya. Mereka semua belum mengerti kenapa kamu berada di rumah ini, dan saya dengan Mama juga tidak siap jika mereka bertanya macam-macam apalagi keluarga mendiang istri saya rumahnya tidak jauh dari rumah kamu takutnya ada salah satu dari mereka yang mengetahui kasus kamu.” Raut wajah Kalinda langsung berubah drastis. Senyumnya langsung hilang dan wajahnya mulai menunjukkan kesedihan. “Maaf Mas Bagas, aku memang merepotkan seharusnya aku tau diri dan segera pergi dari sini.” “Kalinda ….” “Sekali lagi saya minta maaf, Mas Bagas. Saya janji selama acara saya tidak akan menunjukkan wujud saya.” Kalinda berjalan menjauhi Bagas. Dan seketika itu perasaan bersalahnya mulai muncul tanpa bisa dicegah. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN