"Bicaralah, Farah! Katakan saja apa yang ingin kamu katakan!" Faiz menatap Farah dari samping. "Aku sudah banyak berpikir, Mas." "Berpikir tentang apa?" "Tentang kita, kita tidak mungkin terus begini, terus bersandiwara, terus berpura-pura, anak-anak perlu keluarga yang sesungguhnya, jadi aku pikir ...." Farah menggantung kalimatnya sesaat. "Teruskan, Farah, apa yang kamu pikirkan?" "Aku pikir, mungkin sebaiknya kita, berterus terang saja pada keluarga di kampung halaman, kalau Mas sudah menikah dengan Mbak Deasy." "Apa? Untuk apa?" "Tentu saja untuk mempermudah Mbak Deasy mendekati anak-anak. Jika semua sudah tahu Mbak Deasy istri Mas, dia bisa tinggal di sini, dan bisa mendekati anak-anak dengan lebih mudah, bukankah itu yang Mas inginkan?" "Tidak, Farah, Ibu akan murka jika meng