Part-3

667 Kata
Seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Dea diperbolehkan untuk pulang. Ia harus tetap menjalani check up rutin dan terapi tentunya. Dea dibawa ke rumah Raka, ayah Dea menolak untuk ikut serta. Namun, ia berjanji akan sering mengunjungi Dea. Ayah Dea lega, akhirnya Dea menikah. Bukan karena apa, semata-mata karena keadaan fisiknyalah yang membuat dia takut kalau Tuhan akan mengambil nyawanya sebelum Dea ada yang melindungi. Setegar-tegarnya Dea, Dea tetaplah wanita yang membutuhkan pria sebagai pelindungnya. Raka berjanji akan menikahi Dea secara resmi seminggu lagi. Karena mereka harus mengurus surat-surat terlebih dahulu. Raka menggendong Dea setelah turun dari mobil menuju kamarnya. Dea masih saja menjadi sosok yang pendiam, diputuskan oleh Angga secara mendadak membuat Dea benar-benar shock. Sehingga membuatnya pasrah saja terhadap perlakuan Raka yang telah menjadi suaminya. Dalam hati Raka berjanji akan belajar mencintai Dea. Ia tidak mau masa lalunya bersama Alysa akan terulang kembali. ** "Mau makan sesuatu?" tanya Raka setelah menyelimuti Dea yang ia baringkan di ranjang. "Nggak, Om," jawab Dea. Raka tersenyum. Semenjak sadar, Dea memang memanggilnya dengan panggilan Om. Karena usianya yang memang hanya berbeda delapan tahun dari usia ayah Dea, dan dua kali umur Dea. Raka tidak masalah dengan panggilan itu. "Ya sudah, kamu istirahat. Kalau butuh sesuatu jangan sungkan untuk mengatakan. Rumahmu di sini sekarang." "Iya, Om," jawab Dea singkat. Raka tersenyum lagi. Kemudian ia memajukan badannya. Disentuhnya kening Dea dengan bibirnya. Raka akan melakukan dari hal sekecil mungkin agar cinta bisa tumbuh di hati mereka. Setelah itu Raka mengacak rambut Dea. "Istirahatlah." Raka meninggalkan Dea, agar Dea bisa beristirahat. Dea menatap punggung Raka yang makin menjauh menuju pintu kamar. Ia sendiri bingung dengan apa yang dilakukannya. Yang ia tahu, ia hanya ingin menyembuhkan luka hatinya. *** "Dea di mana, Pa?" tanya Saka. "Dea? Dia mamamu." "Iya, Pa ... maaf. Masih canggung soalnya," jawab Saka sambil nyengir memperlihatkan gigi putihnya. "Papa suruh istirahat, kasian dia. Entah apa yang terjadi dengannya. Dia masih seperti orang linglung. Padahal kata dokter, tidak ada masalah dengan kepalanya." "Papa nggak coba nanya?" "Belum waktunya." "Oh ya Pa, tadi Mama sama Papa Deva ngucapin selamat buat Papa. Semoga langgeng. Samawa katanya." "Aamiin. Gimana reaksi Mama?" tanya Raka iseng. Karena sesungguhnya Raka sudah merelakan Alysa, mama Saka. Yang penting mantan istrinya itu bahagia. "Mulai deh, Papa. Baru juga punya istri baru--" "Iya-iya, kamu nggak bisa diajak bercanda." "Papa nggak ngasih tahu Kara sama Tante Ara, Pa?" "Belum." "Berarti Kara belum tau dong Pa, kalo udah punya mama baru?" Saka kembali menggoda papanya. "Belum, nanti kalo udah Papa resmiin, baru Papa kasih tahu." *** Pukul sembilan malam, Raka masuk ke kamar. Ia memperhatikan Dea yang sedang melamun memandang langit-langit kamar. 'Ada masalah apa kamu sebenarnya?' Pertanyaan yang hanya bisa Raka lontarkan dalam hati. Raka mendekat. "Belum tidur?" tanya Raka. "Belum, Om." Raka duduk di tepian ranjang. Meletakkan kaki Dea di atas pangkuannya. "Om mau apa?" ada sedikit gurat ketakutan di wajah Dea. "Tenang saja. Saya hanya ingin memijit kakimu biar lebih releks." "Tidak usah, Om," ucap Dea sungkan. "Tidak apa. Saya yang sudah menyebabkan kamu seperti ini. Kamu tidak perlu sungkan." Raka memijit kaki Dea dengan pelan. "Kamu tenang saja. Meskipun kita sudah menikah, saya tidak akan memaksakan apa pun sebelum kamu siap. Nanti, saya juga akan tidur di sofa. Biar kamu bisa tidur nyenyak tanpa harus merasa takut dengan kehadiran saya," jelas Raka diakhiri dengan senyum agar Dea bisa mengurangi rasa sungkannya. "Tapi ini kamar Om. Ranjang Om juga." "Punya kamu juga, kan? Sekarang kamu tidur. Kamu masih butuh banyak istirahat." "Om?" "Saya akan tidur di sofa. Kamu bisa memanggil saya jika butuh sesuatu." Lagi, Raka memajukan badannya dan mencium kening Dea. "Tidurlah. Selamat malam." Raka berdiri kemudian berjalan ke arah sofa yang berada di kamar itu. 'Menikah? Berasa seperti mimpi. Apa benar ini kenyataan? Apa aku bisa melupakan Angga dan belajar mencintai Om Raka, suamiku? Suami, mendengar kata itu rasanya tidak mungkin. Aku menjadi seorang istri hanya dalam sekejap. Hanya karena sebuah kecelakaan. Om Raka sangat baik. Apa aku juga bisa menjadi istri yang baik?' TBC. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN