Wusan dan Xiao Chuan secara bersamaan menatap gadis yang tiba-tiba mengajukan dirinya untuk bekerja di museum itu. Xiao Chuan tidak bisa tidak berkomentar, “Nona Chen, apakah kau yakin dengan apa yang kau katakan?”
Sementara Wusan juga ikut berbicara, “Kau..”
“Aku bisa melakukannya. Wusan izinkan aku untuk bekerja di tempat itu. Aku yakin bisa melakukannya.” Semangat Qian Qian kembali membara. Mengingat Xiao Chuan adalah kerabat dari reinkarnasi kaisar Xian, Qian Qian menjadi semakin termotivasi. Hanya dengan jalan itulah ia bisa menggali informasi lebih dalam.
Walau Xiao Chuan tampak ragu, tapi pada akhirnya ia masih memberikan map berisi persyaratan itu pada Qian Qian, “Nona Chen bisa mempelajarinya terlebih dahulu. Hubungi aku jika kau berubah pikiran.”
Qian Qian mengangguk dengan gembira. Dan Wusan tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Setelah keduanya keluar dari ruangan dokter Xiao Chuan, Wusan kembali melirik Qian Qian dengan tatapan aneh, “Kau yakin akan bekerja di museum itu? Kau baru saja sembuh…”
“Aku tidak seharusnya terus merepotkanmu. Aku berterima kasih karena kau telah menyelamatkanku, dan aku berniat membayarmu. Selain itu, jika aku sedikit menyibukkan diri, mungkin aku akan segera mengingat masa laluku.” Masa lalu bodoh apa yang akan Qian Qian ingat? Ucapan itu hanya kebohongan agar Wusan mau membantunya melamar kerja. Ia adalah seorang permaisuri di masa lalu, dan tentu saja ia tidak punya masa lalu di dunia modern ini.
“Aku mengerti, dan aku rasa itu juga bagus untukmu. Aku akan membantumu, ayo ikut aku.” Ujar Wusan.
*/
Oslo, Norwegia
Xiao Jingrui adalah anak kedua dari pemilik perusahaan marketing terbesar di China. Ayahnya adalah seorang konglomerat yang memimpin 7 anak perusahaan online market di China, sementara kakeknya adalah mantan pengelola museum terbesar di Asia yang kini di turunkan pada Xiao Jingrui. Kakak kandung Jingrui meninggal di usia muda karena kecelakaan, dan sejak saat itu Jingrui terpuruk dan memilih untuk menutup dirinya.
Masa depan yang cerah sudah pasti berada di tangan Jingrui, kekayaan ayahnya pastilah akan jatuh ke tangannya. Tapi meskipun terlahir dengan sendok perak di mulutnya, Jingrui bukanlah tipikal laki-laki yang suka berfoya-foya. Jika di bandingkan dengan seorang Xiao Chuan yang sedikit kekanak-kanakan dan manja, Jingrui terkesan lebih dewasa dan mumpuni.
“Qian Xi, apakah tiket penerbangan menuju Shanghai sudah di pesan?”
“Ge, kau tenang saja semuanya sudah beres. Kali ini rupanya kau akan menemui orangtuamu?” Pemuda bernama Qian Xi itu bertanya.
“En. Aku akan mengunjungi mereka sehingga di tahun baru China nanti aku punya alasan untuk tidak mengunjungi mereka lagi. “ Jingrui menjawab.
Setelah mendengar jawaban dari bosnya itu, Qian Xi segera melanjutkan pekerjaannya. Sebagai seorang sekretaris, ia adalah tipikal yang tidak banyak bicara dan hanya menuruti perkataan Jingrui.
Waktu berlalu dengan cepat, malam harinya keduanya berangkat dari Norwegia menuju ke Shanghai. Jarak tempuh yang memakan waktu yang cukup lama setidaknya bisa Jingrui gunakan untuk tidur dan beristirahat.
“Penumpang yang terhormat, kita telah sampai di Bandar Udara Pudong.”
“Ge, kita sudah sampai.” Hingga mereka sampai pun, Jingrui yang masih kelelahan susah untuk membuka matanya. Waktu itu sudah pagi ketika keduanya sampai di Shanghai. Tapi perjalanan masih akan berlanjut menuju rumah orangtua Jingrui.
Setelah 30 menit berkendara, Qian Xi menghentikan mobil yang ia kendarai di depan sebuah rumah besar yang berada di dalam kompleks perumahan mewah. Kompleks itu bukanlah sembarang kompleks yang bisa di tempati oleh sembarang orang. Hanya segelintir pejabat tinggi dan pengusaha sukses yang bisa membeli rumah segarha ratusan juta Yuan itu.
Dengan langkah berat, Xiao Jingrui keluar dari mobil dengan setumpuk hadiah yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Ketika melihat Qian Xi mengeluarkan koper dari bagasi, Jingrui menatap ke arahnya dan dengan dingin berkata, “Tidak perlu kau keluarkan. Aku hanya akan tinggal untuk makan malam, dan juga, pesan tiket ke Beijing untuk malam ini.”
Qian Xi sedikit mengerutkan alisnya, ia kemudian berbicara dengan suara lemah, “Ge, apa kau tidak mau bermalam di sini? Paman dan bibi pasti merindukanmu, apalagi bibi..”
“Berhentilah bicara, aku tidak mau menginap di sini karena ayah akan menagih hal itu lagi padaku.” Jingrui melangkahkan kakinya menuju pintu dan kemudian mengetuk.
Pintu kayu berukiran naga itu terbuka, dan seorang wanita tua menghampirinya dengan penuh senyum, “Tuan muda kedua, kau akhirnya datang.”
“Bibi, aku merindukanmu.” Jingrui sangat bahagia ketika ia melihat senyum wanita tua itu menyambutnya. Wanita yang berusia sekitar enam puluh tahun itu adalah pengasuh dan juga pelayan pribadi ibunya. Dan tentu saja Jingrui sangat dekat dengan wanita tua itu.
“Jing Jing…. Kapan kau tiba?”
Suara wanita tiba-tiba terdengar memekkan telinga. Wanita yang tempak sedang terburu-buru menuruni tangga itu tampak cantik dan elegan, usianya lima belas tahun lebih muda dari usia Bibi Li. Dan tentu saja itu adalah ibu Xiao Jingrui.
Jingrui melepaskan tangan bibi Li yang sejak tadi ia genggam sebelum akhirnya ia berjalan menuju ibunya. Keduanya berpelukan, seperti ibu dan anak yang tidak pernah bertemu sekian lama.
“Ibu, bagaimana kabarmu?” Jingrui berkata sambil menatap mata ibunya yang nampak akan menangis.
“Ibu baik-baik saja. Ibu sangat merindukanmu nak.” Ibu Jingrui menatap wajah putra keduanya itu dengan hati-hati. Membelai setiap rambut dan pipi putranya, dan memastikan bahwa putranya dalam keadaan sehat.
“Di mana ayah bu?” Setelah cukup puas menatap wajah cantik ibundanya, Jingrui bertanya dengan nada dingin. Walau ada ketulusan di mata Jingrui, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya itu tampak sukar untuk dikatakan.
“Kau masih mengingat kalau kau punya ayah?!!” Kali ini suara pria paruh baya tiba-tiba terdengar. Itu adalah tuan Xiao, ayah Xiao Jingrui.
Ibu Jingrui menatap Jingrui dan menyuruhnya untuk menyapa ayahnya. Dan Jingrui melakukan permintaan ibunya itu dengan langkah yang terkesan malas.
“Ayah, bagaimana kabarmu?” Nada bicara Jingrui terkesan sangat kaku dan mengandung keterpaksaan. Ayah dan anak itu saling menatap, terasa canggung, dan ada ketidaknyamanan di antara keduanya.
“Ayah baik-baik saja selama kau tidak membuat masalah.” Ujar tuan Xiao, ia nampak acuh tak acuh saat melihat putranya berdiri di depannya.
Hubungan ayah dan anak itu sama sekali tidak seperti hubungan ayah dan anak kebanyakan. Walau anak laki-laki cenderung lebih cuek, tapi sikap Jingrui pada ayahnya dan sebaliknya menunjukkan kerenggangan yang luar biasa. Jika bukan karena marga “Xiao” yang Jingrui gunakan, dan jika bukan karena keduanya berbagi darah dan daging, maka orang akan mengatakan jika keduanya bukanlah ayah dan anak.
Menyadari jika suasana cukup meneganggakan, ibu Jingrui segera berbicara untuk mencairkan suasana, “Anakku, kau beristirahatlah. Ibu akan memasak untukmu…”
Ibu Jingrui menatap ke arah Qian Xi berdiri, di tangan Qian Xi ada setumpuk barang-barang. Tapi mata tua ibu Jingrui tidak melihat adanya koper, jadi ia bertanya. Tapi Qian Xi bukanlah orang yang bisa menjawab pertanyaan ini, jadi Jingrui berkata, “Aku harus kembali ke Beijing malam ini juga bu. Aku hanya tinggal untuk makan malam.”
Saat itu, wajah sedih kembali menyelimuti wajah nyonya Xiao. Ia begitu merindukan putranya, tapi sepertinya putranya akan segera pergi lagi. Dalam kurun waktu satu tahun, Jingrui tidak pernah menghabiskan waktu satu minggu pun bersama keluarganya. Hanya saat tahun baru imlek dan natal, Jingrui akan pulang ke Shanghai sebelum akhirnya pergi ke Norwegia untuk menemui kakeknya. Dan sebagian waktunya akan habis di Beijing untuk mengurusi museum.
“Nak, tidak bisakah kau tinggal disini selama beberapa hari. Ibu benar-benar…”
Ayah Jingrui membuka mulutnya dan segera memotong ucapan istrinya, “Anak sepertinya, apa yang bisa kau harapkan? Dia sama sekali tidak bisa mencontoh mendiang kakaknya, apa kau datang hanya untuk makan malam?”
Nada bicara laki-laki tua itu sangatlah dingin seperti es yang berusia ribuan tahun. Ucapannya begitu fasih dan lancar ketika kata-kata setajam pedang itu masuk ke telinga Jingrui. Awalnya Jingrui akan berusaha menghadapi sikap ayahnya itu, tapi setelah mendengar ayahnya kembali membandingkannya dengan mendiang kakaknya, amarah menyulur keluar dari hatinya.
“Ayah sama sekali tidak berubah, ayah selalu membawa-bawa kakak ketika aku melakukan sesuatu. Apa hanya ayah yang merasa kehilangan kakak?! Dia adalah kakakku, bagaimana bisa ayah terus melakukan ini padaku bahkan setelah lima tahun berlalu?!!” Tubuhnya sudah lelah dan jetlag ketika ia turun dari pesawat. Dan sekarang, ayahnya malah memarahinya, tentu saja Jingrui menjadi muram.
Melihat situasi yang mulai tak terkendali, ibu Jingrui menggenggam tangan putra keduanya. Ia berusaha menenangkan anaknya itu, “Nak, tenanglah. Ayahmu tidak…”
“Bu, sebaiknya aku pergi. Aku akan menjenguk ibu lain kali.” Setelah memeluk ibunya Jingrui berbalik dan melangkah keluar. Qian Xi meletakkan semua buah tangan yang ia bawa dan segera mengikuti Jingrui.
Saat itu bahkan belum satu jam sejak Jingrui melangkahkan kakinya ke rumah mewah milik orangtuanya itu, tapi ia sudah kembali keluar dengan hati yang penuh dengan amarah. Ia masuk ke dalam mobilnya dan tidak berbicara apa-apa.
Qian Xi menatap bosnya itu dengan wajah sedih, ia kemudian membuka mulutnya, “Ge, apa kita..”
“Ke Bandara, aku akan kembali ke Beijing hari ini juga.” Mata Jingrui tertutup ketika ia berkata. Helaan napas panjang keluar dari hidungnya, dan gelombang sakit kepala tiba-tiba menyerangnya.