Permaisuri ini bisa melakukannya

1433 Kata
“Huwaa!! Kenapa kau berdiri di sana? Apa yang kau lakukan?” Wusan yang baru saja bangun terkejut ketika ia melihat Qian Qian berdiri di depan jendela, saat itu masih pagi-pagi sekali dan cuaca yang mendung membuat ruangan menjadi begitu gelap. Seseorang pasti akan berteriak atau bahkan memaki jika ia melihat sosok menyeramkan berambut panjang tengah berdiri dan mengawasimu. “Maafkan aku, aku berniat untuk membuka jendela ini agar cahaya bisa masuk. Tapi aku tidak tau bagaimana cara melakukannya.” Ujar Qian Qian yang masih berdiri di depan jendela dengan kedua tangannya menarik-narik gorden. Wusan hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya ia mengambil sebuah remote yang berada di atas meja. Jari telunjuk Wusan kemudian menekan salah satu tombol dan secara otomatis gorden itu terbuka dengan sendirinya, cahaya matahari yang redup akhirnya menyinari ruangan. Tapi Wusan merasa tidak puas dan memilih untuk menyalakan lampu, dan untuk kedua kalinya Qian Qian terkejut karena cahaya lain menusuk matanya. “Bagaimana bisa cahaya begitu terang ini lebih terang dari pada matahari?” Qian Qian yang dulunya hidup sebagai permaisuri di era kuno tentu saja tidak pernah melihat benda yang relatif biasa seperti lampu sehingga ekspresinya benar-benar menunjukkan kekaguman. Di era kuno, orang-orang biasanya hanya akan menggunakan lentera cahaya lilin atau semacamnya. “Jadi tadi malam kau tidur dengan kamar yang gelap?” Melihat ekspresi Qian Qian yang masih dalam kekaguman itu, Wusan berdecak. Qian Qian mengangguk dan berbicara dengan riang, “Itu tidak begitu gelap, cahaya dari luar jendela benar-benar sudah cukup terang. Bahkan itu lebih terang dari tempat tinggalku sebelumnya.” Wusan, “…..”, ia kembali memutar bola matanya dan berbicara dengan suara rendah, “Apa dia tinggal di desa?” Wusan yang sejatinya adalah manusia modern tentu saja telah terbiasa dengan berbagai peralatan memasak modern. Langkah begitu santai ketika ia berjalan menuju dapur, dan secara alami Qian Qian mengikutinya. Tatapan Qian Qian tidak pernah berhenti ketika melihat tangan Wusan menggunakan berbagai macam peralatan aneh yang belum pernah ia temui itu. “Aku pikir kau akan lapar, aku akan memasakkan sesuatu untukmu.” Ujar Wusan. Qian Qian berjalan lebih dekat dan berbicara, “Maaf karena merepotkanmu tuan..eh maksudku Wusan.” Hanya dengan menekan sebuah tombol kecil yang berada di depannya, dan membiarkan sebuah wajan menopang sisi atas kompor elektrik itu, maka omelet yang di masak Wusan matang dengan sempurna. Gadis kuno itu sekali lagi tidak bisa tidak menunjukkan wajah kagumnya. “Kau jangan memujiku, ini adalah masakan sederhana.” Wusan melirik gadis yang kini berdiri disebelahnya itu dan dengan bangga berbicara. “Bagaimana bisa kau memasak begitu cepat. Aku bahkan tidak melihat api yang muncul…” Dengan wajah polos Qian Qian bertanya pada Wusan. Wusan tidak menjawab pertanyaan Qian Qian itu dan hanya menyuruh gadis itu untuk duduk di meja makan. Wusan menuangkan secangkir s**u lalu kemudian duduk, “Apa kau sebelumnya tinggal di desa? Maaf, tapi kau jangan tersinggung, apakah selama ini kau memasak menggunakan kompor yang mengeluarkan api? Hahahah kuno sekali.” Wajah Qian Qian kembali berkerut keheranan, “Kompor? Apa itu nama benda tadi? Kami menggunakan tungku untuk memasak, dan tentu saja api akan keluar dan menyala-nyala. Tapi kau benar-benar hebat, kau bahkan bisa memasak daging dan telur ini begitu cepat.” Wusan, “…..” Wusan melirik ke piringnya dan hanya mendapati sebuah telur dan sosis, itu bahkan bukanlah hal yang patut dibanggakan. Menggoreng telur dan sosis adalah sesuatu yang bahkan bisa ia lakukan dengan hanya menutup mata, tapi kenapa perempuan ini bisa sangat memujinya? Itu pujian ataukah sebuah ejekan? “Makanlah, aku harap kau akan menyukainya.” Wusan berkata dengan malas sebelum akhirnya memasukkan sosis besar ke dalam mulutnya. Qian Qian juga mencoba makanan itu, sebuah sosis yang ia sebut sebagai daging besar itu masuk ke dalam mulutnya. Seorang bangsawan di era kuno tentu saja memiliki etiket ketika sedang makan, dan Qian Qian tidak pernah lupa akan hal itu. Sedikit demi sedikit ia menguyah makanannya, dan Wusan kembali memperhatikan gadis itu, “Apa itu tidak enak? Kenapa kau makan dengan lamban?” “Ah tidak-tidak, ini benar-benar enak.” Qian Qian mengambil sesuap dan melahap omelet yang di masak oleh Wusan. Tatapan Qian Qian kemudian beralih ke Wusan yang dengan lahap menyantap makanannya, dan hanya dalam seperkian menit ia sudah selesai sarapan. “Aku akan membantumu mencuci piring, dimana aku bisa mendapatkan air?” Tanya Chen Qian Qian. Wusan yang acuh tak acuh kembali memutar bola matanya, “Apa dia benar-benar primitif dan berasal dari desa.” Wusan kemudian mengajarkan beberapa hal pada Qian Qian, mulai dari membuka keran air, menyalakan kompor, mencuci pakaian menggunakan mesin cuci, mengepel lantai, dan kegiatan rumah tangga lainnya. “Apa kau punya kuas? Biarkan aku mencatat semua hal ini. Aku memiliki ingatan yang bagus, tapi aku ingin semuanya jelas.” Ujar Qian Qian. “Wahahhahahhaha, kuas? Hahahhahha, apa kau menulis..hahahha menggunakan kuas, ahahhahha.” Kini ledakan tawa memenuhi ruangan, suara Wusan menggelegar ke segala penjuru. Ia memegangi perutnya selagi tubuhnya jatuh ke sofa. Qian Qian hanya memandangi kelakuan pemuda aneh itu dengan tatapan kosong. Ini mungkin adalah pemandangan yang baru baginya, sebelumnya tidak aka nada yang berani tertawa seperti ini didepannya. Setelah sadar jika kelakuannya itu sedikit memalukan, Wusan segera berdiri dan berbicara, “Kita tidak menggunakan kuas, tapi jika kau mau menulis kau bisa menggunakan pulpen ini. Masih ada bayak di laci, ada kertas dan yang lainnya juga.” Wusan kembali melanjutkan, “Ah, hari ini kau harus ke rumah sakit dan melepas perban lukamu. Aku juga sedang libur hari ini, aku akan menemanimu dan juga sepertinya kita harus berbelanja.” Qian Qian mengangguk, “En, aku mengerti.” Setelah bersiap-siap, Qian Qian keluar dari kamar. Wusan sudah menunggunya di ruang tamu, dan ia terkejut ketika ia melihat gadis itu keluar dengan tampilan barunya. Wusan bergumam, “Dia akan sangat cantik jika rambutnya lebih pendek. Eh tunggu…apa yang terjadi dengan stocking putih itu!!” Suaranya tiba-tiba membesar begitu matanya melirik kea rah stocking putih yang dikenakan oleh Qian Qian. Gadis itu sudah memakai rok jeans panjang dan sebuah atasan berwarna hitam, tapi stocking putih itu benar-benar memperburuk penampilannya. “Eh, kau tidak perlu memakai stocking itu, orang-orang akan menertawakanmu.” Ujar Wusan. “Bukankah ini kaus kaki?” Jawab Qian Qian. Wusan, “…..” Setelah melepas stocking putih aneh itu, keduanya kemudian berangkat menuju rumah sakit. Di rumah sakit, Qian Qian dengan sabar menunggu no antriannya. Hingga kemudian, ia dan Wusan masuk ke dalam sebuah ruangan ketika perawat telah memanggilnya. Di dalam ruangan, laki-laki berwajah Chu Fei Yang yang tidak lain adalah Xiao Chuan sudah duduk dengan rapi dan berwibawa. Aura kesombongan yang mulanya terpancar dari tubuh dokter muda itu tiba-tiba lenyap begitu ia melihat wajah Qian Qian yang tersenyum padanya. Dengan acuh tak acuh, Xiao Chuan melepas perban luka di tubuh Qian Qian. Ia kemudian berbicara tanpa menatap gadis yang masih tersenyum padanya itu, “Luka nona Chen sudah membaik, dan trauma pasca keguguran juga sudah membaik. Aku pikir…..” Dering telpon tiba-tiba memotong ucapan Xiao Chuan, ia kemudian dengan sopan meminta izin untuk mengangkat telpon. Wajahnya yang sudah muram menjadi semakin muran, Xiao Chuan lupa kalau di dalam ruangan itu juga ada pasien, ia secara tidak sadar mengeraskan suaranya, “Ge, ini baru dua hari dan kau memaksaku untuk segera menemukan orang yang cocok!! Di mana aku bisa menemukan orang yang menghapal sutra Buddha, sejarah dinasti, dan pandai menggunakan kuas plus bisa menulis kaligrafi dengan baik dalam waktu dua hari.!!” “Dokter..” perawat yang menjadi asisten dokter Xiao Chuan segera menegurnya. Xiao Chuan berbalik dan sadar akan tingkah konyolnya di depan pasien. Ia kemudian dengan tergesa-gesa berbicara, “Aku akan berusaha, sudah yah, aku ada pasien." “Eheheh, maafkan aku.” Xiao Chuan dengan canggung kembali duduk di kursinya. Dan secara mengejutkan Wusan yang sedari tampak acuh tak acuh membuka mulutnya, “Sepertinya dokter Xiao sedang mengalami kesusahan? Apakah dokter membutuhkan seorang ahli kaligrafi?” Wusan mengehela napas panjangnya, ia kemudian dengan malas berkata, “Ah itu, itu adalah kakak sepupuku. Dia sedang mencari karyawan museum, dan aku adalah orang yang bertugas mencarinya.” “Di era modern ini tidak banyak orang yang akan kesusahan mencari orang. Mengapa dokter sangat tertekan karena hal ini?” Wusan kembali bertanya. “Bagaimana aku tidak tertekan, kakak sepupuku mencari orang yang bisa melukis kaligrafi dengan baik, mengahapal sutra Buddha, mengahapal nama raja-raja dinasti dan seluk beluk istana. Dan apakah ada orang bisa melakukan semua itu, dia mungkin bisa menemukan seseorang seperti itu jika ia pergi ke dinasti Han atau dinasti Tang, Ahahahahh.” Ada perasaan tertekan sekaligus mengejek di nada bicara dokter Xiao Chuan itu. Tapi tiba-tiba gelombang sakit kepala menyerangnya ketika ia teringat akan konseskuensi yang mungkin saja akan ia terima jika ia gagal untuk menemuka orang. Dan secara mengejutkan Qian Qian membuka mulutnya, “Aku bisa melakukan semua itu. Aku pandai menulis menggunakan kuas, aku bisa menulis kaligrafi, aku mengetahui sejarah,dan aku juga menghapal sutra Buddha. Izinkan aku untuk bertemu kakak sepupumu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN