Selir Hua kembali paviliun Bingxue dengan wajah yang muram. Ia masih bergelut dengan ingatannya. Semalam Cao Hua teringat kalau ia minum bersama Xue Yang, tapi Yianrang mengatakan kalau Xue Yang kembali setelah ia pingsan. Tidak mungkin bagi Yianrang untuk membohonginya, jadi selir Hua dengan gelisah memanggil Yianrang.
“Katakan padaku, apa kau berbohong padaku?” Suara selir Hua dingin, membuat keringat dingin mengucur deras dari punggung Yianrang.
“Hamba, hamba…”
“Katakan! Atau aku harus menyiksamu dulu!!” Melihat Yianrang tidak mau membuka mulutnya, selir Hua dengan ganas menampar meja dan membuat suara yang besar.
Yianrang ketakutan saat ia melihat tuannya marah, bertaruh dengan nyawanya, Yianrang mulai mengumpulkan keberaniannya dan membuka mulutnya, “Semalam, anda menyuruh seluruh pelayan untuk meninggalkan paviliun Bingxue karena anda hanya ingin berbicara berdua dengan panglima Xue. Tapi hamba khawatir akan terjadi sesuatu pada diri anda, jadi hamba hanya sedikit menjauh. Tapi malam semakin larut, dan kekhawatiran hamba benar-benar terjadi. Ampuni b***k ini yang mulia…..”
Yianrang menangis ketika ia mulai belutut, lututnya mulai lemah dan tidak bisa menahan berat badannya lagi. Tidak perlu untuk menyebutkan kelanjutan dari cerita Yianrang itu, bahkan selir Hua yang naif dan bodoh bisa menebak kegilaan apa yang sudah ia dan Xue Yang lakukan semalam. Sekarang ingatan Cao Hua benar-benar pulih, ia mengingat setiap detail dari perbuataannya selama. Bagaimana sentuhan Xue Yang yang penuh dengan cinta membuatnya kehilangan kendali, memikirkan hal ini raut wajah selir Hua diliputi ketakutan yang amat besar. Dengan tangan yang masih terkepal, selir Hua memandangi wajah Yianrang. Ia dengan hati-hati memperingatkan Yianrang, “Kejadian semalam tidak boleh ada yang mengetahuinya.”
Yianrang dengan ketakutan yang sama mengangguk.
Paviliun Bingxue seketika diliputi awan hitam pekat begitu Cao Cao tiba-tiba berdiri di depan pintu paviliun Bingxue. Melihat kedatangan ayahnya yang tiba-tiba, Cao Hua segera bersikap seperti biasa.
“Ayah, apa yang membawa ayah kemari.” Cao Hua dengan tenang bertanya.
Tapi ekspresi Cao Cao begitu ganas dan garang. Mantan panglima itu menatap anak bungsunya dengan tatapan membunuh. Tidak berbicara sepatah kata pun, Yianrang yang baru saja keluar dan datang kembali ke ruangan selir Hua dengan membawa cangkir berisi teh tiba-tiba menjadi sasaran keganasan Cao Cao. Cangkir porselen itu tiba-tiba menghantam kepala Yianrang hingga akhirnya darah segar mengalir dari dahinya yang putih.
“Ayah, apa yang ayah lakukan?” Melihat gadis pelayan kepercayaannya terhempas karena rasa sakit, selir Hua segera berlari menuju Yianrang dan memeluk gadis malang itu.
Cao Cao tersenyum dingin dan berkata, “Dia bahkan pantas mendapatkan hal yang lebih buruk karena tidak bisa menjagamu dengan baik.”
Mendengar ucapan penuh kebencian dari ayahnya itu, Cao Hua sudah bisa menebak kalau kejadian semalam antara ia dan Xue Yang sudah sampai ditelinga ayahnya. Melihat tampilan seorang mantan panglima perang Cao Cao, memang sangat mustahil untuk menyembunyikan sebuah rahasia.
Wajah Cao Hua sepucat kertas ketika ia masih melanjutkan kebohongannya, “Apa maksud ayah?”
Cao Cao dengan kejam menyeret putri ketiganya itu dan menamparnya dengan keras. Cao Hua terhuyung hingga ia jatuh ke lantai. Melihat majikannya nyaris pingsan, Yianrang dengan sepenuh hati berkata, “Tuan, yang mulia tidak bersalah. Ini semua salah b***k, tolong hukum b***k ini.”
Ada sedikit kehangatan melintas di mata Cao Hua ketika ia melihat pelayan setianya berbicara untuknya. Ia bisa saja kehilangan nyawanya saat ia memutuskan untuk membela Cao Hua, tapi Yianrang merasa Cao Hua sudah memperlakukannya begitu baik selama ini, jadi berkorban untuk Cao Hua tidak akan merugikan dirinya.
“Ayah, aku salah. Aku salah, aku mohon ayah memaafkan aku. Aku..aku..” Cao Hua berlutut dan memeluk kaki ayahnya dengan penuh putus asa.
“Nasi sudah menjadi bubur, kau kira ayahmu ini adalah orang yang bodoh dan mudah untuk kau bohongi.” Cao Cao meraung.
Mantan panglima perang itu kemudian menundukkan badannya dan menarik rambut putri ketiganya itu. Cao Hua bisa merasakan akar rambut yang tertarik oleh tangan besar ayahnya. Cao Cao dengan kejam kembali berbicara, “Apa kau tau rencana besar apa yang dimiliki oleh kaisar Xian untuk menyingkirkan fraksi barat? Ayahmu ini bahkan sudah tau tentang hal ini. Mungkin sebentar lagi keluarga Cao kita akan hancur. Tapi karena kebodohanmu itu, kehancuran ini menjadi semakin dekat!!”
Cao Hua hanya diam dan pasrah, ia dengan takut berkata, “Tidak, ayah itu tidak benar. Aku akan melakukan apapun, tapi tolong maafkan aku. Jangan sampai kaisar Xian mengetahui hal ini, aku akan melakukan apapun.”
Tatapan sengit yang mendominasi terpancar dari mata tua Cao Cao. Ia kemudian dengan dingin berbisik, “Ayahmu ini akan membantumu.”
Cao Hua melihat secercah harapan dimatanya, ia kemudian dengan tergesa-gesa mengangguk, “Katakan, aku akan melakukan apapun asal ayah merahasiakan hal ini.”
Cao Cao menyeka noda darah bekas tamparan di wajah putri kesayangannya itu. Ia kemudian membantu Cao Hua untuk berdiri, lengannya mengencang ketika ia menatap Cao Hua dengan tatapan yang mendominasi, “Kau harus naik ke singgasana phoenix!!”
Cao Hua kaget, ia benar-benar terkejut dengan ucapan menakutkan ayahnya itu, “Ayah, itu tidak mungkin, kakak..kakak…”
Cao Cao melotot pada Cao Hua, “Kakakmu sudah tau terlalu banyak, ayah sudah tidak bisa membantunya lagi. Hanya yang mulia selir Hua yang bisa membantu ayahnya sekarang. Selain itu bukankah kau mencintai kaisar? Ayahmu ini akan membuat kaisar menjadi milikumu sepenuhnya.”
“Tapi ayah, permaisuri masih putri ayah. Bagaiaman ayah bisa setega itu…” Ujar Cao Hua.
Cao Cao mencibir, “Dibandingkan dengan satu nyawa, klan kita jauh lebih berharga.”
Cao Hua bingung harus mengatakan apa, ia benar-benar berada di antara dua pilihan yang sangat sulit sekarang. Ini lebih seperti berada di antara jurang tanpa dasar dan sungai dengan banyak buaya, manapun yang ia pilih akan membawa dampak buruk pada dirinya.
“Bagaimana?” Tidak ingin putrinya lari dari genggamannya lagi, Cao Cao terus mendesak.
“Aku akan memikirkannya ayah.” Cao Hua meminta tambahan waktu pada ayahnya.
“Hanya sampai besok.” Cao Cao kemudian melonggarkan cengkeramannya pada Cao Hua dan bersiap keluar. Tapi langkahnya terhenti begitu ia mendengar nama ‘Xue Yang’ keluar dari mulut putrinya.
“Bagaimana dengannya?” Cao Hua bertanya seolah ia masih berharap ayahnya juga akan mengampuni Xue Yang.
Tapi dengan dingin Cao Cao berkata, “Anjing yang sudah menggigit tangan majikannya tidak pantas untuk hidup lagi. Tenang saja, kematiannya tidak akan sia-sia. Perang di daerah perbatasan mungkin lebih baik untuk menjadi kuburannya. Ayah tidak akan kejam padanya karena ia pernah menjadi anjing yang baik untuk ayah.”
Harapan untuk melihat Xue Yang mungkin akan pupus untuk selamanya. Walau Cao Hua marah pada Xue Yang karena ia telah mengambil kesuciaannya, tapi Cao Hua masih tidak bisa melepaskan sosok sahabat yang selalu menemaninya itu. Tapi ayahnya bukanlah orang baik yang akan membiarkan Xue Yang mati dengan tenang, Xue Yang mungkin tidak akan pernah menampakkan dirinya lagi di depan Cao Hua. Bahkan mayatnya tidak akan pernah bisa ditemukan.
Cao Hua berusaha memutar otaknya, walau ia menginginkan kaisar dan ingin memilikinya, tapi ia benar-benar tidak ingin membunuh kakaknya sendiri. Maka dengan pemikiran yang masih kalut, Cao Hua datang ke istana Fenghuang. Melihat kedatangan adiknya itu, permaisuri Xianmu sedikit lega.
“Apa kau sudah mengingatnya?” Permaisuri Xianmu bertanya dengan lembut.
Cao Hua kemudian mengangguk dan menceritkan semua yang diingatnya itu pada permaisuri Xianmu. Tapi ia masih menyembunyikan perihal ayah mereka yang sudah mengetahui masalah itu.
“Xiao Hua, kejahatan yang kau dan Xue Yang lakukan benar-benar tidak bisa di ampuni. Aku sebagai permaisuri seharusnya sudah menghukum kalian, tapi aku tidak bisa melakukannya karena kau adikku, begitu pula Xue Yang. Aku akan mengatakan hal ini pada yang mulia kaisar dan memintanya melepas statusmu sebagai selir.” Permaisuri Xianmu menyuarakan pendapatnya.
“Kakak! Apakah ini bantuan yang kakak bicarakan? Bagaimana mungkin kakak tega melakukan itu padaku? Apa kakak tau bagaimana malunya aku ketika gelar selir di cabut? Aku akan menjadi biksu untuk seumur hidup.” Mendengar saran kakaknya itu, Cao Hua meraung marah.
Seorang selir yang di depak dari istana haruslah menebus kesalahannya dengan menjadi biksu di kuil Buddha. Mereka akan berdoa dan memohon ampun, selain itu rasa malu karena di buang dari Harem tidak akan pernah mereka lupakan. Hanya dengan memikirkan hal ini. Cao Hua sudah merasa marah.
Tapi saran permaisuri Xianmu itu sudah merupakan saran yang terbaik. Hukuman siksaan bahkan hukuman Ling Chi bisa saja menunggu Cao Hua dan Xue Yang, tapi permaisuri Xianmu berusaha untuk meminimalisir hukuman itu. Walaupun sejatinya, permaisuri juga akan berdosa, tapi ia benar-benar tidak bisa membuat adiknya terluka.
Wajah Cao Hua menunjukkan ketidakpuasan yang begitu besar, ia kemudian dengan dingin berbicara, “Beri aku waktu untuk memikirkannya kakak.”
Permaisuri Xianmu mengangguk, “Waktumu tidak lama.”
Cao Hua tidak pernah mengira kalau kakak kandungnya sendiri tidak akan pernah melepaskan masalah ini. Cao Hua terlalu menganggap dirinya bodoh sehingga ia bisa dengan mudah mempercai omongan permaisuri Xianmu. Tapi dengan tegar, selir Hua segera menyeka air matanya. Langkah kakinya menuju ke suatu tempat dimana semua anggota fraksi barat berkumpul. Ia kemudian menemukan sosok ayahnya, “Aku mau berbicara pada ayah.”
Cao Cao menghindari kerumunan dan membawa putri bungsunya itu ke ruangan kerjanya. Cao Hua tidak membuang-buang waktunya ketika ia dengan cepat berbicara, “Aku akan mengikuti saran ayah.”