Cao Hua

1230 Kata
1 minggu yang lalu… Sepulang dari istana Weiyang, Cao Cao langsung menuju ke Cao Fu. Dengan bergegas ia mencari putri bungsunya, dan ia menemukan Cao Hua tengah berlatih pedang di halaman belakang. Tidak hanya sendiri, tapi panglima Xue Yang juga ada disana. Begitu melihat semburan kedatangan Cao Cao dan pelayannya, Xue Yang langsung berlari dan memberi hormat pada tuannya itu. “Tuan, anda sudah kembali.” Xue Yang menyapa. “Oh, rupanya kau juga disini.” Cao Cao menyapa Xue Yang secara acuh tak acuh sebelum akhirnya ia memanggil putri bungsunya itu. Cao Hua yang tidak memahami situasi tiba-tiba terkejut ketika ayahnya menyeretnya masuk ke dalam ruangan. Xue Yang hanya bisa menatap bayangan Cao Hua menghilang dari hadapannya tanpa bisa banyak berkata-kata. “Ayah, kenapa ayah menyeretku kemari?” Cao Hua merasa sedikit jengkel dengan perilaku ayahnya itu. Tanpa menjawab cemoohan putrinya itu, Cao Cao menyuruh pelayannya untuk membawa beberapa barang masuk ke dalam ruangannya. Cao Hua melihat para pelayan Cao Fu membawa banyak barang di tangannya. Ia melihat sekilas, dan itu tampak seperti tumpukan kain dan perhiasan. Selain itu buku-buku yang tak terhitung jumlahnya diletakkan di atas meja. “Ayah, ini…” Cao Hua tidak bisa berkata-kata, tapi hatinya sudah merasakan bahwa sesuatu yang tidak baik akan segera terjadi. Wajah Cao Cao masih tenang dan tanpa ekspresi, ia tidak mengatakan apa-apa sebelum para pelayan keluar. Melihat teh yang sudah mulai dingin di atas meja, Cao Hua tidak bisa tidak meminumnya. Secara tiba-tiba diseret oleh ayahnya setelah latihan pedang, Cao Hua bahkan belum sempat minum segelas air pun. Melihat putri bungsunya minum teh secara sembrono, Cao Cao menampar meja dan membuat Cao Hua tersedat. “Ayah, ayah mengagetkanku.” Cao Hua memprotes tapi dengan suara lembut. “Lancang! Apa selama ini kau melupakan etiket? Bahkan hanya untuk meminum secangkir teh, kau masih harus terlihat anggung. Belajarlah dari kedua kakakmu.” Cao Cao tiba-tiba memarahi Cao Hua. Cao Hua tidak bisa berpikir sehat saat ini, ini bukan kali pertama bagi ayahnya untuk melihatnya menyesap teh dengan begitu sembrono. Selain itu, selama berada di medan perang mereka tidak akan begitu peduli dengan etiket minum teh. Melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, di tambah dengan emosi ayahnya yang suram, Cao Hua hanya bisa diam dan tidak mengatakan apa-apa. “Ini adalah buku yang berisi peraturan selir kekaisaran. Baca dan hapalkan.” Cao Cao berbicara setelah menunggu bahwa Cao Hua tidak berbicara. Cao Hua melirik tumpukan buku-buku yang mungkin akan membuat otaknya berdarah. Tangan ramping putri ketiga keluarga Cao itu mengambil sebuah buku berjudul “Kewajiban Selir Kekaisaran”, ia kemudian berbicara sembari jari-jemarinya yang panjang membolak-balikkan halaman buku, “Ayah, ayah pasti salah membeli buku. Buku semacam ini untuk apa aku….” Cao Hua menyadari kejanggalan ini jauh lebih lambat, ia baru sadar niat ayahnya memberikan semua buku ini padanya. Matanya sedikit bergetar ketika ia memaksa senyum di wajahnya, “Ayah, jangan-jangan ayah ingin menjadikanku selir?” Cao Cao menatap wajah putri bungsunya itu dengan tegas, menunjukkan kalau keinginannya untuk memasukkan Cao Hua ke dalam istana adalah keputusan yang tidak bisa di tentang oleh siapa pun. Cao Cao berbicara dengan suara tenang, “Kau benar. Ini adalah hal yang baik untukmu, selain itu usiamu sudah memasuki waktu menikah. Berhentilah bermain-main dan masuk ke istana sebagai selir kaisar.” Cao Hua tidak habis pikir dengan ayahnya sendiri. Mana mungkin dia menyutujui hal ini, sungguh mustahil baginya untuk menjadi selir. Cao Hua yang memiliki jiwa petualang, sama sekali tidak berniat untuk memasuki istana. Cao Hua menjawab perkataan ayahnya dengan acuh tak acuh, “Aku tidak mau menjadi selir. Lagi pula ayah, kakak kedua adalah permaisuri kaisar Xian. Ia sudah terbebani dengan masalah ini sekarang, dan ayah ingin aku menjadi selir kaisar Xian?” Cao Hua menggeleng-gelengkan kepalanya, ia melempar buku yang semula dipegangnya itu ke atas meja. Kemudian ia kembali berbicara, “Aku selalu mengikuti perintah ayah sejak kecil. Tapi untuk yang satu ini, maaf aku tidak bisa.” Cao Hua bangkit dari kursinya, tangannya menyapu pedang yang ia letakkan di samping meja. Cao Hua dengan anguh berjalan keluar, tapi sebelum kakinya melewati ambang pintu, Cao Cao sudah menghentikannya dengan berkata, “Ini bukanlah penawaran. Ayah tidak meminta pendapatmu, tapi ayah memaksamu.” Setelah mendengar perkataan kejam ayahnya itu, Cao Hua pergi meninggalkan ruangan ayahnya tanpa menjawab lebih jauh. Suasana hatinya sudah cukup buruk sekarang, jadi ia memutuskan untuk pergi ke halaman belakang. “Hiya, hiya!!” Dari halaman belakang yang penuh dengan pohon pinus itu, Xue Yang mendengar suara Cao Hua. Langkah kakinya yang sebenarnya akan melangkah keluar dari Cao Fu, tiba-tiba berputar arah menuju ke sumber suara. Di bawah sinar bulan, Xue Yang melihat Cao Hua tengah berlatih pedang. Tapi ini nampak tidak biasa, hanya dengan sekali melihat, Xue Yang menyadari bahwa suasana hati Cao Hua sedang tidak baik. “Xiao Hua, hentikan! Kau akan melukai tubuhmu!” Xue Yang melihat tangan Cao Hua yang sudah memerah dan mengeluarkan sedikit darah karena telah memegang gagang pedang terlalu lama. “Pergi! Aku mau sendiri.” Cao Hua berteriak sembari mengibaskan pedangnya. Tentu saja Xue Yang tidak akan semudah itu pergi, ia menghadang pedang Cao Hua dengan tubuhnya. Dan tanpa sengaja, lengan Xue Yang terkena sayatan pedang dan akhirnya darah mengalir keluar. Melihat hal ini Cao Hua langsung membuang pedangnya. “Kau tidak apa-apa? Apa kau bodoh?” Cao Hua berteriak dan menunjukkan amarahnya, tapi di saat bersamaan ia juga tidak bisa tidak khawatir pada Xue Yang yang bodoh itu. “Ini hanya luka kecil. Aku tidak apa-apa.” Xue Yang memandangi wajah gadis yang telah melukainya itu dengan senyuman. Cao Hua tidak memperhatikan wajah tampan Xue Yang yang tengah memandanginya dengan penuh kasih sayang. Tatapannya hanya terfokus pada luka yang ada di lengan Xue Yang. Ia kemudian merobek kain pakaiannya dan membalut luka Xue Yang. Setelah luka itu berhenti mengeluarkan darah, Cao Hua tampak lega. Tapi suasana hatinya yang sangat buruk tidak bisa hilang begitu saja. Xue Yang menyadari hal ini, tapi ia tidak mau bertanya. Mereka berdua duduk di tepi kolam sambil memandang langit berbintang. “Langit benar-benar cerah hari ini, itu semua karena bintang-bintang itu. Aku hanya mau hidup seperti bintang-bintang itu, mereka begitu bebas. Mereka akan keluar jika mereka mau, dan mereka akan sembunyi jika mereka mau.” Cao Hua berbicara sembari jarinya menunjuk ke rasi bintang yang ada di langit. Xue Yang tidak melihat bintang-bintang yang indah itu, dia hanya ingin menatap bintang yang kini berada disampingnya. Wajah Xue Yang setenang air kolam ketika ia mulai berbicara, “Apa yang mengganggumu, katakan padaku! Aku akan membantumu.” Mendengar perkataan Xue Yang, Cao Hua tersenyum pahit, “Bahkan dewa sekalipun tidak akan bisa menolongku saat ini.” Berpikir bahwa Cao Hua tidak mau menceritakan permasalahannya lebih lanjut, Xue Yang kembali diam. Tapi tiba-tiba Cao Hua kembali membuka mulutnya, “Apa kau akan melakukan semua yang aku perintahkan?” Ketika mengatakan hal ini Cao Hua menatap wajah Xue Yang yang tengah menatap lurus ke depan. Xue Yang sedikit terkejut dengan ucapan Cao Hua, tetapi ia kemudian berbalik menatap wajah cantik yang tengan menatapnya itu, Xue Yang kemudian berbicara, “Aku akan melakukannya. Katakan, apa yang kau ingin aku lakukan?” Cao Hua menarik napasnya, ia kemudian berbicara, “Bawa aku lari dari Cao Fu. Aku mau meninggalkan negera ini, pergi sejauh mungkin hingga ayah tidak bisa lagi menemukan keberadaanku. Apa kau masu melakukannya untukku?” Xue Yang sedikit terperanga ketika ia mendengar perkataan konyol Cao Hua itu. Tapi ia tidak pernah meledek Cao Hua, jadi dengan ekspresi bersungguh-sungguh, Xue Yang menjawab, “Aku akan melakukannya. Aku akan membawamu pergi.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN