Di masa lalu, masalah pemilihan selir kerajaan tidak pernah sedramatis dan sesulit ini, tapi kaisar Xian benar benar membuat sejarah baru di tampuk pemerintahannya. Kaisar Xian tidak ingin salah melangkah, tidak ada orang yang bisa ia percaya dalam pemerintahan, semuanya memakai topeng untuk menutupi warna mereka yang asli.
Sejak rapat majelis yang digelar di aula istana beberapa hari yang lalu, kaisar Xian masih enggan memberikan jawaban pasti. Walau demikian permaisuri Xianmu sudah memberikan persetujuannya, dalam hal para pejabat hanya menunggu keputusan dari kaisar mereka.
Kaisar Xian memandangi langit melalui jendela paviliun pribadinya, ia merasakan angin sejuk yang menerpa wajah tampannya. Sementara itu Si Zhui hanya berdiri di sudut ruangan tanpa mengeluarkan suara apapun.
“Si Zhui, bagaimana menurutmu? Permaisuriku tidak pernah mempermasalahkan hal ini, dia selalu mendukungku. Aku sendiri bingung harus melakukan apa, apa kau punya pendapat lain?” tanya kaisar Xian pada abdi setianya itu.
Si Zhui tersenyum ringan, ia kemudian berbicara, “Kaisar, saya hanya bawahan anda. Pendapat saya tidak penting dan tidak dibutuhkan dalam hal ini.”
Kaisar Xian mengambil kendi porselen berwarna putih yang di dalamnya berisi anggur, lalu kemudian dia menuangkannya ke cangkir teh kecil yang ada di atas meja, “Duduklah dan minum anggur denganku.”
Si Zhui berlutut dan ia tiba-tiba menagkupkan kedua tangannya yang masih memegang pedang, “Kaisar, hamba tidak berani melakukan ini.”
Kaisar Xian tertawa, “Duduklah, ini perintah.”
Pengawal kepercayaan kaisar itu membungkuk dan duduk disebuah kursi yang berada di depan kaisar, di letakkannya pedangnya yang berwarna hitam itu disampingnya. Kaisar Xian masih tersenyum, “Kau ingat kan dulu, sejak kau kecil kau selalu menjadi temanku. Kau selalu berada di depanku dengan pedangmu itu, aku penasaran, kalau aku bukanlah seorang pangeran atau kaisar, bagaimana hubungan kita berdua yah? Aku yakin kita akan menjadi sahabat yang selalu berpetualang, atau mungkin kita akan menjad seorang kultivator terkenal.”
Si Zhui masih dengan tatapan tanpa ekspresi, dia diam dan tidak menjawab. Kaisar Xian mengetahui dengan baik watak dan perangai dari seorang Lan Si Zhui ini. Dia pemuda kolot yang bahkan tidak akan pernah terpengaruh oleh perempuan cantik, “Katakanlah sesuatu, jangan diam begitu. Bukankah kau sering melarangku ini dan itu, aku yakin mendiang kakak selalu memarahimu karena terus terusan membelaku.”
Si Zhui terperanga, ia menundukkan kepalanya dan posisinya sekarang lebih rendah, “Yang Mulia, maafkan saya, saya pantas mati.”
“Hahahahha, kau bercanda yah? Kau adalah xiong di ku, untuk apa aku membunuhmu?” ujar kaisar Xian sambil tertawa terbahak bahak.
(Xiong Di = Saudara yang lebih muda)
Kalau bukan karena status yang digariskan oleh langit pada keduanya, maka mereka berdua pasti akan menjadi saudara, itulah yang terpikir oleh kaisar Xian. Sejak berusia muda Si Zhui sudah dibawa ke istana oleh mendiang ayahnya yang juga orang kepercayaan mendiang kaisar terdahulu. Si Zhui besar dan tumbuh bersama kaisar Xian yang dulunya masih bergelar pangeran. Salah satu anak laki-laki tidak memiliki ibu dan satu anak laki-laki lainnya tidak mempunyai ayah dan ibu, mereka menjadi dekat karena hal ini. Tidak ada deskriminasi dalam persahabatan mereka berdua, kaisar Xian memperlakukan Si Zhui seperti sahabat sejati dan juga saudaranya.
Kaisar Xian, “Bagaimana, apa pendapatmu tentang selir kerajaan?”
Si Zhui sudah sedikit lebih nyaman, dengan tenang dia mengambil cangkir berisi anggur didepannya, ia meneguk anggur itu sambil memalingkan badannya ke arah kanan. Si Zhui meletakkan gelas itu tanpa membuat suara, “Saya pikir anda harus mengangkat selir. Yang Mulia permaisuri tidak mempermasalahkannya, dan ini juga akan membantu meredakan amarah fraksi selatan. Kaisar, keputusan anda benar-benar menentukan segala sesuatu yang akan terjadi berikutnya. Permaisuri akan di cap sebagai ibu negara yang egois ketika anda tidak mengangkat selir, selain itu kekacauan tidak hanya akan terjadi di istana, melainkan di seluruh negera ini.”
Kaisar Xian mendengarkan pidato Si Zhui. Pemikiran yang sama sekali tidak berhubungan dengan masalah selir tiba-tiba muncul di kepala kaisar Xian. Kaisar Xian menetap Si Zhui dengan tatapan aneh. Si Zhui yang menyadari tatapan itu menghunus ke arahnya segera menunduk dan berkata, “Maafkan hamba kaisar, hamba hanya…”
Kaisar Xian, “Hahaha, jangan takut. Aku hanya berpikir, bagaimana selama ini kau menahan semua ucapanmu itu? Aku yakin kau pasti memiliki sejuta kata-kata dihatimu tapi kau hanya menahannya. Belajarlah dari Fei Fei, dia akan membuatmu pandai berbicara.”
Kaisar Xian tersenyum puas ketika ia menceramahi Si Zhui, karena terlalu bersemangat dalam berbicara, kaisar Xian meneguk anggur untuk menghilangkan rasa haus di tengorokannya. Ia kemudian berkomentar, “Itulah dirimu Si Zhui, kau selalu berterus terang. Padahal aku sudah bertaruh pada diriku sendiri, kalau kau menyuruhku untuk tidak memiliki selir, maka aku tidak akan memilikinya. Tapi nyatanya kau malah mendukung hal itu.”
Si Zhui, “Maafkan saya Yang Mulia, saya hanya….”
Kaisar Xian, “Sudahlah, aku hanya bercanda. Besok akan ke bukit Lan Ling, aku akan menemui Si Zhun diperguruan Baiduk. Kita akan pergi pagi-pagi sekali, dan hanya berdua. Ini adalah rahasia, jangan membuat keributan.”
Si Zhui, “Tapi yang mulia itu…”
Kaisar Xian, “Sudah lama aku tidak menyamar, mari kita lakukan lagi kebiasaan kita.”
Si Zhui, “……”
Si Zhui memang memiliki emosi yang stabil, tapi jika ia diberi kesempatan oleh langit untuk melakukan sesuatu yang ia sukai. Ia akan memilih untuk mengikat kaisar Xian dan tidak membiarkannya membuat ulah.
Kaisar Xian mengingat kembali hal jengkel yang membuat mendiang kaisar Liu Bian murka. Saat memikirkan masa lalu yang indah ini, kaisar Xian tida bisa tidak tersenyum. Sejenak ingatannya akan mendiang sang kakak berkubang di kepalanya. Kaisar Xian bergumam , “Kakak, ah tidak, tidak, Kaisar Liu Bian, kau lihatkan? Besok aku akan kembali membuatmu murka. Ini terakhir kalinya, jadi jangan terlalu marah padaku.”
*
Keesokan harinya, bahkan sebelum sang mentari terbit, kaisar Xian dan pengawal kepercayaannya sudah berhasil keluar dari istana. Tidak ada orang yang mengetahui tentang kepergian kaisar Xian ini, bahkan permaisuri Xianmu sekalipun. Dengan memakai pakaian biasa kaisar Xian dan Si Zhui menyamar, mereka berkuda melewati pasar dan lembah untuk sampai ke perguruan Baiduk. Waktu tempuh perjalanan yang memakan waktu seharian tidak membuat sang kaisar kehilangan semangatnya, senyumnya bahkan tidak kalah dari terik matahari siang yang menyinari kulit putihnya. Hingga setelah langit mulai menjadi jingga, mereka berdua akhirnya sampai di sebuah pegunungan yang penuh dengan kabut, itu adalah pegunungan Lan Ling.
Kaisar Xian turun dari kuda putihnya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, kedua pemuda tampan itu berjalan menyusuri jalan setapak yang berkabut. Hanya ada hutan pohon pinus dikiri dan kanan mereka, suara percikan dari air yang mengalir menjadi suara latar belakang perjalanan mereka, hingga akhirnya kabut mulai menepis dan sebuah bangunan kuil megah terlihat, itu adalah perguruan Baiduk yang terkenal.
Dari kejauhan kaisar melihat beberapa murid perguruan baiduk, mereka semua memakai pakaian berwarna putih bersih. Tidak ada murid perempuan dicperguruan ini, konon katanya murid perempuan dan murid laki laki dipisah karena aturan perguruan biduk yang sangat ketat.
“Ayo kita mendekat.” Kata kaisar Xian.
Si Zhui mengikuti langkah kaki sang kaisar, mereka berjalan dan semakin dekat dengan pintu masuk perguruan Baiduk. Dua orang murid senior berdiri di depan tugu masuk perguruan, mereka terlihat ramah. Melihat dua objek asing mendekat ke arah mereka, dua murid itu saling menatap.
“Tuan muda, apa yang membawa anda kemari?” tanya salah satu murid senior itu.
“Saudaraku, aku mencari Si Zhun Li.” Kata Si Zhui.
Murid senior yang lain menyela, “Maafkan kami, tapi Si Zhun Li bukan orang yang bisa bertemu dengan siapapun. Anda harus membuat janji terlebih dahulu.”
Si Zhui sedikit tidak sabar, “Tapi ini adalah…”
Kaisar Xian menghalangi Si Zhui, “Kami akan menunggunya di sini, tolong sampaikan pesanku padanya.”
Kaisar Xian dengan sopan membisikkan pesannya itu kepada salah satu murid senior. Setelah itu kaisar negeri Han itu hanya dibiarkan berdiri didepan tugu.
*/
Sementara itu di istana telah terjadi kekacuan, semua orang sibuk mencari kaisar Xian. Tidak ada jejak apapun yang ditinggalkan oleh sang kaisar itu, hingga permaisuri Xianmu pun di buat khawatir oleh suaminya itu.
“Permaisuri, bagaimana ini?” tanya Mian Mian.
Permaisuri Xianmu sangat cemas tapi dia tau kalau kaisar pasti akan baik baik saja, “Kaisar adalah orang yang cerdas, dia tau apa yang dia lakukan. Mari kita ke aula istana.”
Hari ini permaisuri Xianmu akan melihat beberapa kandidat selir yang diajukan oleh fraksi barat dan fraksi selatan. Permaisuri adalah ibu negara yang juga harus ikut serta dalam pemilihan ini, seorang permaisuri harus mempu menunjukkan kebesaran hatinya.
Beberapa kasim membawa gulungan gulungan kertas yang berisi biodata para kandidat. Sejauh mata permaisuri melihat isi gulungan itu tidak ada yang mencurigakan, semua wanita yang menjadi kandidat adalah putri pejabat pejabat istana, itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa mereka berasal dari keluarga bangsawan.
Meski demikian, tolak ukur untuk menjadi seorang selir tidak semudah yang dibayangkan. Tidak hanya rupawan dalam hal fisik, tapi wanita itu juga harus cerdas dalam intelektual, memiliki kepribadian yang baik dan anggun.
“Ini adalah gulungan yang terakhir Yang Mulia.” Kata Mian Mian seraya menyerahkan gulungan kertas berwarna merah tua kepada permaisuri Xianmu
“Ini dari fraksi barat kan?” Permaisuri Xianmu mengamati gulungan kertas itu dan menemukan symbol fraksi barat di bagian luar kertas itu.
Mian Mian mengangguk, “Itu benar.”
Gulungan kertas berwarna merah tua itu adalah gulungan terakhir sekaligus gulungan yang membuat sang permaisuri tercengang. Wajah cantik permaisuri Xianmu tiba tiba berubah mendung, dia sedikit kaget, “kandidat ini….”
Mian Mian juga kebingungan, “Ada apa permaisuri, kenapa anda terkejut?”
Mian Mian melihat lukisan wanita yang ada didalam gulungan kertas itu, wajah yang terlukis didalamnya itu sangatlah familiar. Dan itu adalah Cao Hua, adik dari sang permaisuri yang juga putri bungsu panglima perang Cao Cao.