Sultan masuk ke dalam rumah dengan penampilan acak-acakan. Dia tidak peduli jika baju seragamnya sudah berantakan, karena entah pergi dari rumah atau datang ke sekolah pun akan sama bentuknya. Sultan menarik tasnya begitu lesu, kenapa? Kenapa Ratu menamparnya? Kenapa? Kenapa baru kali ini ada yang menolak seorang Sultan? Kenapa baru kali ini ada gadis yang terang-terangan enggan berdekatan dengannya? Maka detik ini dia sudah berjanji di dalam hatinya, Ratu Samudra akan menjadi miliknya tidak peduli apapun caranya.
Bug
Sebuah bantal melayang ke arah kepalanya membuat Sultan yang dalam kondisi lemas seketika terhuyung dan terjatuh. Tubuhnya pun tidak sengaja menabrak guci besar dan pecah. Sultan yang tidak bisa menahan tubuhnya terjatuh di atas pecahan Guci itu.
"SULTAN?!" Sultan menatap telapak tangannya yang tertancap pecahan kaca. Dia hanya terdiam tanpa melakukan apapun, karena pikirannya tidak ada di tempat.
"Sultan, kamu baik-baik aja kan Nak?" Rajendra membantu Sultan untuk berdiri.
"Raden ayo bantu Sultan, kita harus bawa dia ke rumah sakit." Raden yang terdiam karena terkejut gara-gara ulahnya seketika tersadar.
"A-ayo, Yah." Rajendra dan Raden menarik Sultan untuk membawanya ke rumah sakit.
Sedangkan sang Korban masih berkelana di alam bawah sadarnya. Dia masih mempertanyakan, kenapa dengan Ratu? Apa dia kurang tampan? Apa dia kurang kaya? Apa Ratu tidak suka sikapnya? Sultan tersadar. Yeah! Sepertinya Ratu tidak suka akan sifatnya yang seperti ini. Sultan mengangguk, dia akan berusaha mengubah sifatnya di depan Ratu. Tekadnya sudah bulat, Sultan akan membuat Ratu jatuh cinta padanya.
"Yeah! Gua harus bisa buat dia jatuh cinta." Tanpa Sultan sadari dia berkata dengan semangat membuat Rajendra dan Raden menatap satu sama lain.
"Apa yang kamu katakan Sultan? Ayo cepat lebih baik sekarang kita ke rumah sakit terlebih dulu." Rajendra khawatir karena jika Sultan mengalami masalah sang Istri di rumah akan mengomel panjang lebar.
Sultan dan Raden anak emas istrinya. Bagaimana pun kelakuan kedua Putranya dia tidak pernah mempermasalahkannya. Rajendra tahu jika istrinya terlalu menyayangi anak-anaknya tapi dengan membiarkan mereka terlepas dari jangkauan orang tua hal itu membuatnya tidak suka. Raden masih mending slalu mengikuti apa yang di perintah olehnya, berbeda dengan Sultan yang slalu membantah peraturannya.
Rajendra hanya takut pergaulan Sultan keluar dari batasnya, dia memang menyuruh orang-orang nya untuk memantau apa yang di lakukan kedua puteranya. Rajendra belum bisa berlapang d**a melepaskan keduanya walaupun sekarang Raden sudah memiliki keluarga kecil pun masih dalam jangkauan nya. Dan lagi Rajendra sudah membuat rumah untuk kedua anaknya di samping rumahnya. Di banding istrinya Rajendra lebih tidak memiliki rasa percaya kepada kedua Putranya.
"YEAH! POKONYA GUA BAKAL KEJAR DIA." Sultan berteriak dengan mengepalkan tangannya. Namun belum sempat Sultan berteriak, dia meringis kesakitan membuat Raden dan Rajendra terkejut.
"SULTAN?!" Teriak Raden dan Rajendra.
"Aduh kenapa sakit banget sih?" Sultan menatap tangannya lalu melongo.
"Lah, tangan gua kenapa ini? Kok bisa luka begini? Mana sakit lagi."
Plak
Lengannya di pukul oleh Rajendra, "Nyawa kamu kemana aja sih, Nak? Ayo cepetan kita ke rumah sakit sekarang."
Rajendra sudah akan kembali menggiring Sultan namun Sultan menggeleng. Raden menghela napas. Sultan lebih memilih membiarkan lukanya sembuh sendiri di banding harus pergi ke rumah sakit. Suatu alasan yang memang sampai sekarang Raden pahami. Sultan membenci rumah sakit. Dia akan bertahan dengan rasa sakitnya dari pada harus menginjakkan kaki di sana. Rajendra pun menghela napas kembali tahu jika sang Putra tidak suka adanya bau obat. Peristiwa beberapa tahun lalu memang membuat seorang Sultan membenci yang namanya rumah sakit.
"Raden cepat panggilkan Paman Iman." Raden menganggukkan kepalanya. Dia merogok saku jasnya lalu membuka ponselnya mencari nomor sang Paman.
"Assalamualaikum, Om"
"Waalaikusalam. Kenapa Den?"
"Om tolong datang ke rumah dan bawa beberapa alat buat jahit luka ya." Sulaiman yang mendengar ucapan Raden paham siapa yang terluka.
Menghela napas, apa lagi yang di lakukan bocah nakal itu? Sultan mengatakan padanya tidak suka dengan rumah sakit tapi hobinya slalu terluka. Tapi, bagaimana pun Sultan keponakannya.
"Om berangkat sekarang."
"Iya, Om hati-hati di jalan yah."
"Iya."
"Makasih om, assalamualaikum."
"Sama-sama, wa'alaikumsalam." Panggilan terputus. Raden memandang Sultan yang di tuntun Ayahnya.
Rajendra mengiring Sultan untuk duduk di sofa, dia menatap wajah Putra bungsunya yang memiliki wajah sang istri. "Kamu ada masalah apa? Kenapa penampilan kamu acak-acakan kaya gini?"
Sultan menatap Rajendra. "Ayah waktu dapetin Bunda butuh perjuangan nggak?"
"Kamu nanya apa sih?" Rajendra mengerutkan kening heran mendengar pertanyaan Sultan.
"Jawab aja, Yah." Paksa Sultan geregetan.
"Ayah sama Bunda waktu itu di jodohin sama Kakek Nenek kamu, jadi Ayah nggak tahu gimana rasanya berjuang."
"Nggak asik!" jawab Sultan kesal.
Rajendra menggelengkan kepala, "Emangnya ada apa?"
"Sultan lagi suka sama cewek, Yah." jawab Sultan jujur namun dengan mata berbinar.
Rajendra membulatkan mata, "Kamu tuh belum juga lulus sekolah udah main suka-sukaan aja. Sekolah dulu sana yang bener, baru boleh suka-sukaan sama cewek."
"Emangnya dulu Ayah nggak pernah suka-sukaan sama cewek?" tanya Sultan.
Rajendra bungkam, dulu bahkan dia lebih parah dari Sultan. Rajendra menghela napas, lalu menepuk bahu Sultan. "Kalau kamu suka sama perempuan, kerja dia sewajarnya jangan sampai keluar batas."
"Ayah izinin?"
"Tapi Ayah harus tau dulu siapa perempuan itu. Ayah nggak bisa percaya sama kamu, tahu sendiri kamu gimana." jawab Rajendra dengan santai.
Sultan memutar bola matanya, dia memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan perhatian dari Ratu. Kenapa Sultan bisa segila ini? Apa ini yang namanya Cinta pada pandangan pertama? Tapi masa langsung segila dia?
"Ayah?"
"Apa?"
"Waktu pertama kali Ayah jatuh cinta pada pandangan pertama gimana rasanya?" Rajendra menatap Sultan heran.
Ini anaknya kenapa? Apa waktu tadi terjatuh kepalanya terantuk lantai? Kenapa menanyakan tentang cinta, cinta, cinta? Apa Sultan sudah merasakan yang namanya jatuh cinta?
"Pertanyaan kamu makin ngaco Sultan." Jawab Rajendra.
Sultan mendengus sebal, dia harus bertanya pada siapa lagi? Ayahnya bahkan tidak tahu yang namanya berjuang. Enak sekali hidup jadi Ayahnya tanpa perlu berjuang sudah mendapatkan wanita yang di cintai nya walaupun melalui perjodohan.
"Sebentar lagi Paman Alman datang, Yah." Lapor Raden.
Sultan tersenyum, dia menarik lengan Raden untuk duduk di sampingnya. Raden terkejut karena tarikan Sultan begitu kuat.
"Apaan sih lo?"
"Bang gua mau nanya."
"Nanya apaan? Awas yah lo kalau nanya yang nggak-nggak."
"Nggak ada. Gua cuman mau nanya, gimana rasanya cinta pandangan pertama sama rasanya berjuang?" Raden menatap Sultan ngeri.
Ini anak kenapa? Raden memeriksa kening Sultan, tidak panas. Lalu untuk apa mempertanyakan hal semacam itu?
"Apaan sih lo Bang, gua nanya seriusan ini!" Sultan tersinggung dengan kelakuan Raden atas pertanyaannya.
"Yeah lagian elo nanya suka aneh-aneh banget."
"Yah wajar dong gua nanya, terus gua harus tanya sama siapa lagi?"
"Ayah kan ada."
"Ayah mana tahu, Ayah nggak termasuk cowok gentle karena nggak bisa berjuang demi cewek." jawab Sultan dengan nada merajuk.
Rajendra melotot kan matanya, dia menyentil kening Sultan. "Sembarangan kamu ngatain Ayah nggak gentle, terus kamu sama Abang kamu ini apa?"
Sekarang Raden yang menatap Ayahnya horor. "Itu beda bahasa Ayah. Ayah nih, Abang aduin sama Bunda yah, udah ngasih contoh yang nggak-nggak sama Sultan."
"Yeah habisnya adik kamu nanya yang nggak-nggak."
Sultan menyadarkan tubuhnya, bertanya pada Ayah dan Abangnya sama saja tidak ada gunanya. Selama ini Sultan dekat dengan banyak wanita pun dia tidak sampai melakukan hal segila ini. Padahal mereka baru mengenal beberapa hari tapi Sultan sudah kelabakan seperti cacing kepanasan jika tidak melihat Ratu sehari pun. Apa Sultan bertanya saja pada teman-temannya? Halah, bertanya pada mereka, sama saja seperti bertanya kepada Ayah dan Abangnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawab Rajendra dan Raden.
"Kenapa lagi sama Sultan?" Tanya Sulaiman.
"Tadi aku nggak sengaja lempar Sultan pake bantal sofa Om eh taunya badan Sultan lagi nggak fit kayanya terus di jatoh nyenggol guci." Jelas Raden.
Sulaiman menatap Sultan yang terlihat berpikir keras. Anak ini? Alman menggelengkan kepala. Raden bangkit berdiri mempersilakan Pamannya untuk memeriksa luka yang di dapat Sultan.
"Ini dalem banget loh, tumben Sultan nggak rewel?"
"Mas kaya yang nggak tahu Sultan gimana." jawab Rajendra.
"Masa tadi tiba-tiba dia nanya tentang gimana cara berjuang sama cinta pada pandangan pertama." Adu Raden pada Sulaiman.
Sulaiman yang sedang membersihkan luka Sultan menatap Rajendra. "Anakmu lagi jatuh cinta itu."
Jawaban dari Sulaiman membuat Rajendra dan Raden terkejut. Mereka berdua menatap Sultan yang masih asik dengan alam bawah sadarnya. Sultan itu sebenarnya anak manja, tapi gara-gara bermasalah dengan sang Ayah dia memilih kabur dari rumah.
"Emangnya ada yang suka sama dia?" Celetuk Rajendra.
Sulaiman menatap adiknya dengan pandangan kesal, "Kamu pikir Sultan nggak laku? Istri kamu aja yang udah punya cucu masih di lirik sama cowok lain gimana sama anak bontot kamu ini?"
Rajendra bungkam sedangkan Raden terkekeh geli. Raden dan Sultan itu saudara kandung tapi mereka tidak memiliki kemiripan sedikit pun. Raden lebih dominan pada Rajendra sedangkan Sultan lebih pada Isyana.
"Lain kali kalau kalian ada masalah jangan sampai ada yang luka kaya gini." Ujar Sulaiman sambil membalut luka Sultan dengan kain kasa. Luka yang di dapat Sultan lumayan dalam, dia mendapatkan 10 jahitan. Ini bagaimana bisa di timpuk memakai bantai tubuh Sultan langsung ambruk?
"Nggak ada masalah Om, cuman emang kita mau ngajak Sultan pulang ke rumah. Tahunya dia pulang dengan keadaan kacau kaya gini."
"Masih belum mau pulang juga?"
Rajendra menghela napas, "Sultan meresahkan banget akhir-akhir ini."
"Meresahkan gimana?"
"Dia sudah berani bawa cewek ke rumah, aku cuman takut dia keluar dari batasannya. Aku nggak mungkin selalu pantau Sultan 24 jam, sedangkan Mas tahu gimana cerewetnya Isyana yang terus khawatir sama Putranya."
"Kenapa bukan kamu saja yang ngalah?"
"Aku udah ngalah tapi Sultan tetap nggak mau pulang." Sulaiman menatap Sultan yang sedang dalam dunianya sendiri. Bahkan percakapan mereka seperti tidak dia dengarkan.
"Selagi dia masih dalam batas hal yang wajar, biarin aja tapi kalau dia sudah keterlaluan kamu boleh bertindak." Peringatan Sulaiman membuat Rajendra mengangguk.
Sulaiman tahu bagaimana khawatirnya Rajendra pada Sultan. Sultan berbeda dengan Raden, sifat dan sikap brengseknya Rajendra menurun pada Sultan itulah yang membuat adiknya khawatir. Rajendra dulu lebih para dari ini sebelum di jodohkan dengan Isyana. Isyana yang keras tentu saja membuat Rajendra kalah hingga akhirnya mereka sendiri yang membuat kisah tanpa di bantu.