Ainara sudah terlelap, sedang Awan masih terjaga bahkan waktu sampai menunjukkan pukul dua belas malam itu, dia menatap langit-langit kamar nomor sembilan. Awan menerawang. Memikirkan banyak hal yang rasanya tumpang tindih di pikiran. Segala petuah terngiang-ngiang, tetapi Awan menyanggah dengan hati yang masih sulit memupus nama perempuan kecintaan. Walau Awan pun tidak akan mengambil tindakan sebajingan menduakan. Jadi, tenang saja, meski begini, Awan bukan tipe peselingkuh. Dia tak mungkin lakukan itu di saat dulu tahu luka papi akibat ulah mama. Namun, memang, perasaan tak mudah dipudarkan. Seberusaha apa pun Awan untuk mengenyahkan Gita dari pikiran. Awan mencoba terpejam. Semoga di sembilan bulan mendatang, Mbak Ainara menemukan lelaki yang sekiranya baik juga untuk anak mereka, m