Tepat pukul sepuluh malam. Alam melongok ke luar jendela rumah, sepi. Motor Awan belum ada tanda-tanda suaranya datang. "Mas, ngantuk." Rana menguap. Dia meringkuk di sofa ruang tamu, menemani suami yang mondar-mandir menunggu putra sulungnya. "Awan kok belum pulang, ya?" "Namanya juga anak muda, wajar. Ini kan ibu kota, mungkin nggak enak kalo mau ninggalin pesta, Mas." Sambil terpejam Rana berargumen. Alam lirik jam dinding. Dia embuskan napas cemas. "Setengah jam lagi, deh. Kalo nggak pulang, Papi telepon." "Telepon sekarang aja," usul Rana. "Kalo cuma telepon, nggak ada salahnya." Oke. Langsung Alam hubungi nomor putranya. Tersambung. Namun, hingga panggilan ketiga pun tak kunjung dapatkan jawaban. "Nggak diangkat, Mi." Raut cemas Alam kentara sekali. Rana sudah mendengkur hal