MENYESAL, mungkin hanya kalimat itulah yang bisa menggambarkan keadaannya sekarang. Apa yang telah ia lakukan ternyata hanya melukai sosok yang 'katanya' sangat ia sayang. "Apa yang sudah kulakukan?" Tangannya terkepal, hantaman keras di dinding kamar membuat ia berdecak sembari memalingkan wajah. Satu tangannya yang lain mengusap wajah, mencegah air matanya jatuh dan membuatnya terlihat lemah. Dia sudah bersumpah tidak akan menangis lagi. Tidak. Hanya anak perempuan yang boleh menangis, tidak untuk anak laki-laki sepertinya. Ketukan di pintu kamar membuat Aksa menoleh cepat. Kakinya menuju almari pakaian, mencari pakaian ganti, lalu mengenakannya sebelum menghadap Wijaya Abraham. "Ayah ingin berbicara denganmu," katanya. Wijaya melirik ke dalam, dia tidak menemukan Lavy di atas ran