"Apa minuman kesukaan lu?" tanya Nathan.
Alea menatap aneh ke arah Nathan. Tapi karena tidak mau berlama-lama dengan pembeli tampannya itu, Alea segera memberikan sembarang minuman lalu meninggalkan pemuda itu.
Nathan memainkan botol minuman yang diberikan Alea padanya. Dia sama sekali tidak tertarik untuk meminumnya.
"Kita ke mana ini, mas?" tanya supir Nathan
"Langsung pulang aja pak," jawab Nathan.
Nathan tetap memainkan botol minuman itu di tangannya. Pikirannya melayang entah ke mana.
"Jadi ini minuman favorit lu ya? Ok bakalan gw inget."
Nathan sebenarnya sudah lama menyukai Alea. Hanya saja dia gengsi untuk mengakuinya.
Nathan tidak ingin harga dirinya sebagai orang nomer satu di sekolah harus dinodai dengan rasa sukanya pada Alea.
Di mata Nathan Alea gadis manis yang sederhana dan pintar. Dia tidak menonjolkan dirinya meskipun dia sudah mendapatkan banyak penghargaan dari perlombaan sains yang sering di ikutinya. Rasa kagum Nathan makin bertambah saat dia tau kalau Alea tidak malu untuk bekerja sebagai pelayan di depan teman-temannya.
Mobil Nathan sudah terparkir di depan rumahnya. Pemuda tampan yang masih bermandi keringat itu segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah.
"Kak Nathan, itu buat Joanna ya?" kata Joanna adik kesayangan Nathan menyambutnya.
"Eeh jangan yang ini. Yang ini aja ya," kata Nathan sambil memberikan coklat kepada adiknya.
"Hai Ma, lagi sibuk?" sapa Nathan yang melihat mamanya sedang di dapur.
"Ga juga, lagi mau bikin pizza. Joanna ga mau belajar kalo ga ada pizza katanya. Kamu udah makan, Than?" tanya Thita, mama Nathan.
"Belum ma. Mau mandi dulu. Badan lengket semua rasanya."
"Ya udah buruan mandi, nanti mama siapin makan. Papa bentar lagi juga dateng."
Papa Nathan seorang bisnisman properti sukses, sedangkan mamanya adalah seorang designer yang memiliki butik besar di Jakarta. Joanna adik Nathan adalah orang yang pernah di tolong Alea waktu itu. Namun Nathan tidak pernah tau tentang itu.
"Than, paketmu dateng tadi. Di taruh Bibi di kamar," teriak mama Nathan saat putranya naik ke kamarnya di lantai dua.
"Makasih, Ma."
Nathan masuk ke kamarnya, dia menaruh minuman pilihan Alea di meja belajarnya. Dia tersenyum saat melihat ada sebuah kotak paket yang ada di atas meja belajarnya.
Nathan segera membuka kotak paket yang ada di atas meja. Dia menggambil pembuka amplop dan merobek bungkus paketnya. Saat kotak paket terbuka, tampak banyak sekali pernak-pernik figure kero keropi yang selama ini secara sembunyi-sembunyi dia berikan ke Alea.
Dia banyak mencari informasi tentang Alea lewat seseorang. Dia sengaja membeli banyak barang figure keropi untuk menyenangkan Alea.
Kalau masalah bagaimana dia bisa memasukkan ke dalam loker Alea itu mudah. Nathan memiliki master key loker milik Alea, jadi walaupun Alea sering mengganti passwordnya, dia akan dengan mudah membukanya.
"Yess, dapet banyak. Cukuplah ini untuk dua bulan. Tapi kira-kira dia bakal tau ga ya?" kata Nathan pelan.
"Aah, bodo amat. Ntar kalo tau ya tinggal bilang suka aja. Gw pemilik sekolah, semua pasti akan ikuti apapun keinginan gw. Siapa sih yang berani nolak gw."
Nathan segera mandi dan menata barangnya untuk besok. Dia membawa celana renangnya, karena besok ada olahraga bersama.
"Den, di panggil nyonya diajak makan," panggil bibi di depan kamar Nathan.
"Oh iya bi," jawab Nathan sambil beranjak ke bawah.
Di meja makan sudah ada papa dan mamanya. Nathan duduk di tempatnya dan mengambil makanan.
"Than, gimana sekolah mu?" tanya papanya.
"Baik pa," jawab Nathan.
"Baik apanya. Kerjaan mu cuma main doank. Mana prestasi belajarmu. Kurangi main basketmu, pergi cari tempat les yang bagus. Papa ga mau menyerahkan perusahaan ke orang yang ga tepat," kata papa Nathan.
"Tapi pa, Nathan udah berusaha. Toh nilai Nathan ga jelek-jelek amat."
"Ga jelek gimana? Nilai mu kalah dengan Radit. Masa iya anakku kalah sama anak manager biasa. Belajar lagi, ato papa kurangi uang jajanmu."
"Pa, jangan terlalu keras ke Nathan. Dia udah berusaha, Pa," mama Nathan berusaha membela putranya.
"Ini karena kamu terus memanjakan anakmu. Dia jadi terlena dan ga mau belajar."
"Iya pa, Nathan akan belajar lebih giat lagi."
Papa Nathan orang yang sangat berambisi tinggi. Dia ingin memiliki putra yang sempurna. Nathan mempunyai seorang kakak perempuan yang kini sudah menikah melalui perjodohan bisnis. Papa Nathan tidak mengenal kata gagal dalam hidupnya.
Setelah makan, Nathan masuk ke kamarnya. Dia ingin belajar, tapi dia tidak bisa berkonsentrasi karena dirinya terlalu lelah.
Thita masuk ke kamar putranya. Dia ingin sedikit menghibur putra kesayangannya setelah kejafian di meja makan tadi.
"Sayank, kamu istirahat aja ya. Ga usah di masukin hati omongan papa. Nanti biar mama yang bilang ke papa," kata mama Nathan sambil membelai rambut putranya.
"Makasih ma. Nathan janji, Nathan akan lebih baik lagi," jawab Nathan sambil memeluk mamanya.
"Iya nak, istirahat ya."
Nathan naik ke atas ranjangnya, dia sudah mematikan lampu kamarnya. Tapi matanya belum bisa terpejam. Dia tidur terlentang menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya melayang ke Alea.
"Gimana dia bisa pinter ya? Dia pulang sekolah, kerja di mini market. Pasti pulangnya malem tuh, kan mini market tutupnya malem. Eeh dia kalo pulang malem sendirian ato ada yang anter ya?" kata Nathan pelan.
Nathan juga mengingat perlakuan kasarnya tadi ke Alea. Dia merasa tidak enak karena tadi kelepasan merundung Alea, gadis yang dia kejar.
"Apa Alea akan benci ama gw ya? Gw kelepasan tadi. Dia sih bantah gw mulu, ga bisa apa ya cwe itu manis dikit aja ke gw. Gw ga akan sekeras itu ke dia. Wajah manisnya ga seharusnya nangis kaya gitu. Alea, gimana sih dapetin lu," gumam Nathan sendirian di kamarnya.
Nathan membuka ponselnya. Ada foto-foto Alea yang dia ambil secara candid yang di simpan dalam folder rahasia di ponselnya. Dia diam-diam sering mengambil foto Alea yang sedang duduk di bukit belakang sekolah.
"Aah iya ponsel. Ponsel Alea pecah gara-gara gw. Gw ganti dulu ah,"
Nathan segera berselancar lagi di dunia online shop. Dia ingin membelikan Alea ponsel baru.
"Ponselnya apa ya? Hmmm gw beliin yang murah, yang sedeng, ato yang mahal aja sekalian?" kata Nathan bingung memilih banyaknya penawaran ponsel di aplikasi langgananya.
Akhirnya Nathan sudah menjatuhkan pilihannya pada sebuah ponsel berharga sedang. Dia sudah memesannya dan mengirimnya ke mini market tempat Alea bekerja.
***
Alea tiba dirumahnya. Setelah mencuci piring dan mandi dia segera masuk ke kamarnya. Dia ingin segera beristirahat.
Alea mengambil ponselnya. Dia baru ingat kalau ponselnya retak. Meskipun masih bisa digunakan, tapi akan sedikit terganggu.
"Waah kok pake jatoh segala sih. Kalo benerin ini habis berapa ya? Ntar kalo dibenerin, aku ga bisa punya ponsel donk. Aduh bikin pusing aja deh."
Alea mengambil kotak tempat dia menyimpan figure kero keropi yang selama ini dia dapatkan. Dia melihatnya dan memainkannya satu persatu. Mata kodok hijau yang besar selalu membuatnya tersenyum. Dia merasa terhibur dengan kehadiran keropi.
"Apa pangeran ku nanti akan setampan pangeran kodok?" kata Alea sambil tersenyum.
Ponsel Alea bergetar, tanda sebuah pesan masuk di aplikasi Line nya. Alea membuka aplikasi itu dan melihat siapa yang mengechatnya malam-malam begini.
Prince : Malam Alea.
"Prince? Siapa dia?" tanya Alea pada dirinya sendiri. Dia mencoba untuk melihat profilnya. Tapi yang terpasang hanya sebuah gambar keropi.
"Apa ini yang mengirim keropi selama ini untuk ku?"
Alea : Hai... kamu siapa?"
Prince : Keropi
Alea : Keropi? Apa kamu yang memberikan ku keropi selama ini?"
Prince : Keropi? Apa kamu suka dengan keropi?
Alea : Ya, aku suka. Dia bisa membuat ku bahagia.
Ada senyum bahagia dari sang pangeran kodok saat dia tahu kalau anak buahnya itu mampu membuat gadis incarannya itu tersenyum.