"Siapaa?!" teriak Aniss kala pintu kamarnya diketuk dari luar. Matanya mengerjap, mencoba mengumpulkan semua nyawa yang semalam ia sengaja lenyapkan dengan bantuan obat flu. Karena Andrean ia jadi harus kembali mengusahakan segala cara agar kantuk segera mendatanginya. Ia tidak bisa berkonsentrasi menghadapi dua lelaki sekaligus. Keduanya juga memiliki karakteristik yang hampir sama– sama-sama ingin diperhatikan satu sama lain. Anisa rasanya ingin menyerah pada keduanya. Biarlah ia sendiri tapi hidupnya kembali tenang. “Nis!!” “MASIH PAGI!” Jam diatas dinding kamarnya masih menunjukkan pukul enam pagi. Anisa menggulingkan tubuhnya, melakukan cek ulang pada weakersnya di nakas. Tidak berubah! Tamunya memang datang tanpa memperhitungkan waktu dan tempat. "Sayang ini aku.. Andrean!”