Selina mengincar foto pertunangannya dengan Andrean. Dengan tangannya sendiri gadis itu menurunkan bingkai foto dari atas tembok kamarnya. Tatapannya begitu tajam menghunus pada sosok Andrean yang ada di bawahnya. “Kamu Sialan!” kakinya menginjak-injak Andrean sebelum menjadikan foto tersebut sebagai rongsokan. Menghantamkan kursi belajar berulang kali agar semuanya tentang mereka benar-benar tidak untuk dikenang. Alih-alih menangis, Selina justru tertawa. Jari tangannya mengepal, mendeklarasikan sumpah pada manusia tak berhati yang sama sekali tidak menaruh simpati atas kesedihannya. Beraninya laki-laki itu mempermainkan dirinya. Setelah semua yang dirinya berikan, Andrean bahkan tak bergeming melihat air matanya. Dia tetap melanjutkan pembatalan meski dirinya memohon dibawah pria itu.