Pagi itu, udara terasa lebih berat dari biasanya. Burung-burung masih berkicau di luar, tapi bagi Aruna, suara itu hanya menjadi latar yang hampa. Sejak subuh ia sudah gelisah, mondar-mandir di kamar dengan wajah pucat. Matanya sembab, hampir tak tidur semalaman. Ketukan keras di pintu pagar membuat jantungnya meloncat. Ia bergegas ke teras, menemukan dua pria berpakaian rapi dengan map cokelat di tangan. Tatapan mereka serius, nada suaranya resmi. “Ibu Aruna?” tanya salah satunya. Aruna mengangguk pelan. “Iya, saya sendiri.” “Kami dari kepolisian. Ini ada surat pemanggilan untuk Ibu terkait laporan yang masuk. Kami harap Ibu bisa hadir besok di kantor kami untuk memberikan keterangan.” Dunia Aruna seakan runtuh saat itu juga. Tangannya gemetar menerima surat yang disodorkan. Lembar k

