Dafi mengerutkan dahinya mendengar ucapan Kania. Ya, memang Indra menjodohkan Kania dengan Dafi, tetapi bukan berarti Kania otomatis menjadi calon istrinya. Mereka tidak pacaran apalagi berencana menikah. “Calon istri? Dengar ya, Kania. Kamu itu bukan calon istriku. Aku tidak pernah berjanji akan menikahi kamu!” Dafi terbawa emosi sehingga bicara dengan nada tinggi.
“Kakek Indra sudah menjodohkan kita, Mas. Artinya aku calon istri Mas Dafi. Aku yang sudah disiapkan untuk menjadi istrimu. Terus kenapa tiba-tiba Mas Dafi menikahi perempuan lain? Yang aku tahu Mas Dafi tidak punya pacar. Kenapa sekarang Mas nikah dengan dia?” Kania tidak pernah mendengar jika Dafi menjalin hubungan serius dengan gadis mana pun. Hanya dia yang selalu terlihat dekat dan berada di samping Dafi. “Dari mana datangnya perempuan ini?”
“Tidak penting dia datang dari mana atau sejak kapan aku jatuh cinta dengannya. Yang penting saat ini dia adalah istriku. Statusku saat ini adalah suami dari Zahwah, jadi, kita tidak mungkin menikah.” Dafi tersenyum sambil berharap Kania akan percaya jika Zahwah memang benar-benar istrinya dan mereka saling mencintai. “Apa kamu butuh bukti yang bisa membuat kamu yakin kalau aku memang mencintainya?”
“Ya … buktikan kalau memang Mas cinta sama perempuan ini!” Kania tidak sabar menunggu apa yang akan dilakukan oleh Dafi pada Zahwah.
Di hadapan Kania, Dafi mendekatkan wajahnya pada wajah Zahwah lalu dia tempelkan bibirnya pada bibir gadis itu. Ya, Dafi mencium bibir Zahwah di depan Kania.
Kania syok di tempatnya berdiri saat ini. Kakinya melangkah mundur dan membutuhkan pegangan. Apa yang dia lihat saat ini harusnya cukup membuktikan jika Dafi memang serius dengan Zahwah. Tidak sedang bersandiwara di depan Kania.
Tidak hanya Kania, Zahwah pun dibuat terkejut oleh Dafi. Itu adalah ciuman pertamanya. Ciuman yang harusnya dia lakukan dengan pria yang sangat dia cintai. Namun, kenyataannya Dafi sudah mencuri ciuman pertamanya. Ingin sekali Zahwah marah pada pria itu yang sudah mencium bibirnya tanpa izin, tetapi dia tidak bisa marah karena semua itu hanya sandiwara, tetapi mengapa perasaannya harus terlibat?
“Kamu gila ya, Mas Dafi? Masa cium perempuan lain di depan aku?” Kania memprotes keras apa yang dilakukan Dafi pada Zahwah karena dia semakin terbakar api cemburu.
“Aku masih waras Kania, Zahwah ini istriku, tidak salah dong aku melakukan apa pun sama dia? Itu baru cium bibir, aku bisa melakukan yang lebih intim lagi dengannya. Apa kamu penasaran dan mau lihat bagaimana aku memperlakukannya di ranjang?” Sudah terlanjur basah, Dafi menantang Kania sekalian.
Kania sudah tidak dapat menahan amarahnya lagi pada Dafi. Dia pun pergi tanpa pamit dan membutuhkan pelampiasan atas rasa marah dan cemburu yang memuncak.
Akhirnya, Dafi bisa bernapas lega karena sudah berhasil membuat Kania marah besar. Dia harap gadis itu akan membencinya dan lekas menjauh agar Dafi tidak perlu lagi melihat wajahnya.
Dafi beralih menatap Zahwah hanya masih terdiam karena ciuman dadakan Dafi tadi. Dafi sanngat merasa bersalah pada perempuan itu. Harusnya dia tidak mencium bibir Zahwah, tetapi hanya itu yang terlintas dalam pikirannya. “Maaf ya, Za karena saya sudah tidak sopan sama kamu. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi.” Dafi harap Zahwah mau memaafkannya.
“Iya, Mas. Saya maafin Mas Dafi. Saya tahu yang tadi itu cuma sandiwara dan Mas Dafi tidak ada niatan apa pun melakukannya. Semoga nanti tidak terulang lagi.” Perempuan itu memaksakan sebuah senyuman di bibirnya. Agar Dafi percaya dia tidak marah. Padahal ingin rasanya Zahwah menimpuk Dafi dengan meja karena ciuman yang tiba-tiba itu.
“Terima kasih atas bantuanmu hari ini. Saya harap Kania tidak pernah datang lagi menemui saya.”
“Ya, kita lihat nanti saja ya, Mas.”
***
Di tempat lain, Kania sudah berada di hotel dengan seorang pria. Pria itu bernama Dani. Dani adalah pacar Kania. Mereka sudah lama menjalin hubungan sejak masih SMA dan sampai saat ini mereka masih bisa mempertahankan hubungan mereka walau apa pun yang terjadi. Dani hanyalah seorang pria yang berasal dari keluarga biasa saja karena itu hubungannya dengan Kania tidak akan pernah mendapatkan restu dari orang tua Kania.
“Kamu kenapa sih, Sayang? Muka kamu kayak dilipat-lipat jadi 10 begitu? Siapa yang bikin kamu marah?” tanya Dani pada Kania yang saat ini sedang berada dalam pelukannya. Kedunya sama-sama berbaring di ranjang.
“Aku tuh lagi kesel sama mas Dafi, Sayang. Kenapa dia tiba-tiba nikah dengan perempuan lain? Harusnya dia nikah sama aku, kan? Kalau sudah begini gimana caranya aku merayu dia supaya dia mau nikah sama aku?” Kania menampakkan kekesalannya pada Dani.
Dani yang sadar akan posisinya tidak pernah merasa cemburu saat Kania dijodohkan dengan pria mana pun. Semua itu hanya untuk kepentingan bisnis semata. Kania tidak akan pernah mencintai pria yang dijodohkan dengannya dan akan selalu kembali pada Dani karena hanya Dani yang bisa memuaskan keinginan Kania.
“Sayang … kamu itu kan paling pintar merayu laki-laki. Harusnya kamu bisa merayu Dafi supaya mau nikah sama kamu. Keluarkan rayuan maut kamu dong. Kalahkan istrinya Dafi itu supaya dia mau menceriakan istrinya dan memilih kamu.”
“Tapi, gimana caranya?”
“Temui dia lebih sering dari biasanya. Terus lakukan apa pun agar kamu bisa menyentuhnya, pegang tangannya, pijat punggungnya atau kamu coba cium pipinya. Pokoknya provokasi dia terus. Lama-lama dia pasti nyerah dan jatuh dalam pelukan kamu.”
Kania tersenyum. “Ide bagus! Selama ini aku cuma datang dan menemani mas Dafi di ruangannya, belum pernah menyentuhnya sama sekali. Kenapa aku bisa lupa ya kalau mas Dafi juga butuh disentuh. Kalau gitu besok aku akan datangi mas Dafi lagi di kantornya.”
Dani pun senang sudah berhasil membuat Kania tersenyum lagi. Sekarang giliran dia dimanjakan oleh Kania karena dia sudah merindukan gadis itu padahal mereka selalu bertemu setiap hari. “Sekarang waktunya kita selesaikan urusan kita berdua. Lupakan Dafi dan pria-pria lain yang dijodohkan sama kamu. Saat ini hanya ada kita berdua.”
Hanya dengan menghabiskan waktu bersama Dani, Kania bisa melupakan amarah dan cemburu yang memuncak. Pada pria itu dia bisa melampiaskan semuanya sampai semua rasa itu terbakar habis.