Bab 6. Jadwal yang Menyelamatkan

1001 Kata
“Semudah itu kamu menceraikan Zahwah? Memangnya pura-pura keliatan mesra dengan di depan Kania itu enggak melibatkan perasaan sama sekali? Kalau kamu pegang tangan dia, terus kamu rangkul dia atau bahkan suatu hari kamu peluk dia itu enggak menimbulkan getar-getar di hati kamu, Dafi?” Dafi menggeleng. Dia masih ingat ketika tadi dia mencium bibir Zahwah, Dafi merasakan sesuatu yang berbeda, tetapi dia lupakan perasaan yang berbeda itu karena yang dia lakukan hanya akting dan tidak perlu melibatkan perasaan sama sekali. “Ok, mungkin kamu cowok yang lebih mengedepankan logika bisa saja enggak melibatkan perasaan. Bahkan mungkin kamu bisa tidur dengan Zahwah tanpa perasaan sekali pun hanya dengan nafsu kamu bisa, tapi Zahwah enggak bisa kayak gitu, Dafi, dia itu perempuan. Perempuan itu perasaannya lebih sensitif. Apa kamu enggak mikirin perasaan dia sama sekali?” Dafi pikir jika Zahwah sudah setuju maka pasti dia sudah bisa menjaga perasaannya sendiri. “Ya itu kan urusan dia, Deva.” “Kamu enggak mikir kalau dia jadi janda, apa orang enggak mandang dia sebelah mata, Dafi?” “Sekarang ini sudah zaman modern, Deva, apa masih ada orang yang berpandangan miring sama seorang janda?” Dafi yakin pikiran orang-orang saat ini pun sudah berubah. “Masih banyak yang berpikiran negatif sama janda, Dafi. Mungkin kamu aja yang engak mikir negatif, cuma kamu yang enggak kasihan sama dia.” “Terus aku harus ngapain? Harus tanggung jawab sama dia karena sudah memanfaatkan dia dengan jatuh cinta dan mempertahankan pernikahan ini? Sorry ya, Deva, aku enggak bisa.” Dafi tidak pernah terpikir menjadikan Zahwah sebagai istri seumur hidupnya. “Kamu jahat kalau begitu, Dafi. Kamu sudah menyakiti perasaan Zahwah tanpa kamu sadari.” “Ayolah, Deva, jangan mikir kayak gitu. Aku ini bukan orang jahat. Aku cuma sedang berbisnis dengan Zahwah.” “Nah, lebih gila lagi pikiran kamu yang menganggap perempuan bisa dijadikan objek bisnis!” Deva pun pergi meninggalkan ruangan kerja Dafi dengan perasaan marah. Dafi pun menjadi kesal dibuatnya. “Orang-orang hari ini kenapa sih? Marah terus main ninggalin aja begitu? Mereka pikir aku enggak bisa marah? Aku juga bisa marah!” *** Malam hari di rumah, Dafi bertanya pada Zahwah sebelum dia masuk kamar dan beristirahat. “Za, agenda kamu besok apa?” “Besok? Aku di rumah aja sih, Mas. Kenapa?” “Kamu belum mengurus renovasi hotel? Cari kontraktor kek atau cari arsitek yang bisa bantuin kamu renovasi hotel?” tanya Dafi yang merasa heran mengapa Zahwah masih bisa santai di rumah. Gadis itu terdiam sejenak. Harusnya memang dia mencari kontraktor dan arsitek yang akan membantunya, tetapi dia tidak ada ide sama sekali. “Aku sudah minta tolong temen dan lagi nunggu kabar dari dia sih.” Zahwah pun berbohong pada Dafi. “Kabari saya kalau kamu sudah menemukan kontraktor dan arsiteknya.” “Baik, Mas.” Dafi pun pamit pada Zahwah untuk beristirahat lalu masuk ke kamarnya. Dia yakin besok Kania tidak akan datang ke kantor untuk menemuinya karena tadi Kania terlihat sangat marah. Rasa marah itu pasti bertahan untuk beberapa hari ke depan. Besoknya, Dafi keluar kamar dengan kemeja dan celana bahan. Dia sudah terlihat rapi dan siap berangkat ke kantor. Zahwah pun baru keluar dari kamarnya dan dia lihat Dafi sudah siap berangkat ke kantor. “Mau saya buatkan sarapan, Mas?” “Tidak usah. Saya biasa sarapan di luar kok.” Dafi menolak. Pria itu kembali ke kamarnya untuk memakai dasi, jas dan membawa tasnya. Jika tidak ada keperluan dengan Zahwah Dafi akan bersikap dingin padanya. Zahwah hanya menatap kepergian Dafi pagi ini menuju kantornya. Tidak istri yang mengantar suaminya di pintu dan ciuman hangat di pagi hari karena memang mereka bukan suami istri yang sebenarnya. Hanya suami istri palsu yang bersatu karena sebuah kesepakatan. *** Baru saja tiba di kantor, Dafi dikejutkan dengan kedatangan Kania. Tiba-tiba Dafi menyesal karena tidak mengajak Zahwah ke kantor hari ini karena dia yakin Kania tidak akan datang. Padahal Zahwah tidak ada agenda hari ini. Hanya berdiam diri di apartemen. Namun, jika Dafi menghubungi Zahwah, belum tentu perempuan itu bisa datang tepat waktu dan Kania pasti sudah pergi dari sana. “Ada urusan apa kamu pagi-pagi sudah datang ke sini?” Dafi menatap Kania dengan heran. “Aku sedang berusaha untuk membuat mas Dafi jatuh cinta sama aku. Mas ini aku bawain sarapan pagi buat Mas Dafi. Aku masak sendiri loh Mas khusus buat Mas Dafi seorang.” Dafi malas menatap makanan yang dibawa oleh Kania. Seperti biasa Dafi akan bersikap cuek pada Kania. “Aku sudah sarapan di rumah. Tadi Kania masak buat aku sebelum berangkat ke kantor. Kamu makan aja semua Kania karena aku masih kenyang.” Dafi mengacuhkan Kania. Kania tidak menyerah begitu saja. “Mas coba dulu masakan aku, kalau sudah dicoba pasti Mas ketagihan deh.” Kania membuka kotak bekal yang dia bawa lalu dia letakkan di meja kerja Dafi. “Aku sudah kenyang Kania. Kamu makan aja sendiri. Masakan Zahwah lebih enak dari masakan kamu. Kamu tidak usah susah payah masak buat aku karena aku sudah punya istri yang mau masak buat aku.” “Mas … coba dulu satu suap aja. Baru Mas bisa membandingkan masakan siapa yang lebih enak.” Kania memaksa Dafi untuk makan. “Raka, ke ruangan saya sekarang!” Dafi memanggil Raka lewat telepon. Asisten Dafi itu masuk ke ruangan setelah mengetuk pintu. “Saya di sini, Pak.” “Tolong jadwal saya hari ini!” Dafi sengaja minta Raka menyebutkan kegiatan Dafi hari ini di kantor. “Pagi ini ada meeting dengan PT. Subur Makmur, terus makan siang dengan klien sampai sore.” “Kamu dengar Kania, jadwal aku padat dengan meeting hari ini. Kamu masih mau di sini? Silakan saja, aku mau pergi dengan Raka karena ada meeting di luar.” Dafi bangkit dari kursinya. “Raka, siapkan berkas buat meeting pagi ini!” Dafi bersyukur jadwalnya hari ini padat sehingga dia terselamatkan dari Kania. Mungkin besok dia harus membawa Zahwah lagi ke kantornya. Nanti malam, dia harus minta bantuan pada gadis itu untuk menemaninya di kantor.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN