TUBUHKU terhuyung, nyaris roboh, saat melihat Kak Alex pagi-pagi sekali ada di rumahku. Dia memakai jaket dan celana training panjang. Tak lupa, pelipis dan dahinya dipenuhi keringat hingga rambut jabriknya ikut jatuh berantakan dan menempel di mana-mana. Dia seperti baru saja selesai olah raga dan mampir ke rumahku dengan gaya sengak di depan ayahku. “Lho, masih sepagi ini udah mau berangkat?” tanyanya saat melihatku. Ayah mengerling. Tatapan tajamnya sudah seperti laser, karena ia tidak suka dengan peristiwa di depannya.“Iya Kak, aku punya urusan mendadak di kampus.” “Aku anterin, ya?” tawarnya langsung tanpa menunggu jawaban dariku. “Om, kunci mobil!” pintanya dengan nada sengak. Aku menganga melihatnya. Ayah menatap kak Alex tajam. “Kamu tidak punya mobil? Apa mau saya belikan?” ja

