bc

Sebatas Istri Di Atas Kertas

book_age18+
63
IKUTI
1K
BACA
dark
HE
mafia
blue collar
drama
tragedy
sweet
serious
city
secrets
like
intro-logo
Uraian

Gianna Ishani Moretti kabur dari pernikahannya dengan Sergio, pria berpengaruh yang dipilihkan oleh ayahnya. Dalam pelariannya dia meminta tolong pada seseorang di jalan secara random.Jason Aldern, mafia dengan julukan il lupo yang saat itu menolongnya. Dia bersedia menolong Gianna dengan sebuah syarat, menikah dengannya, demi mengukuhkan statusnya.Semuanya terasa lebih menarik ketika Jason tahu Gianna terkait dengan Sergio, sosok yang membunuh ayahnya. Tak ada cinta juga malam pertama dan menjadikan Gianna sebagai pion utamanya untuk balas dendam pada Sergio.“Aku bersumpah akan melindungi kamu. Tak ada siapapun yang akan berani melukai kamu, Gianna.”Bagaimana selanjutnya setelah Gianna tahu motif Jason?

chap-preview
Pratinjau gratis
Eps. 1 Pernikahan Paksa
Lampu sorot menyorot lembut panggung utama Dell’Opera di Roma, menimbulkan bayangan berkilau di lantai marmer yang mengilap. Musik orkestra mulai mengalun, sebuah komposisi klasik dari Swan Lake, dengan nada-nada halus yang menggema ke seluruh ruang teater. Dalam balutan kostum putih dengan taburan kristal halus, Gianna Ishani, 24 tahun, melangkah ke tengah panggung. Gerakannya lembut, nyaris tanpa suara. Setiap putaran dan lentingan kakinya seolah menentang gravitasi. Mata penonton terpaku pada sosok muda itu, penari balet klasik paling cemerlang di kelompoknya, bintang harapan dari Compagnia di Danza di Roma. Ketika ia berputar dalam pirouette sempurna, kilau cahaya dari gaunnya memantul, menciptakan efek seperti serpihan bintang yang menari di udara. Gianna menari bukan sekadar dengan tubuhnya, tetapi dengan jiwanya. Ada kesedihan samar di matanya, namun juga keberanian yang terpancar di setiap gerakannya. Saat musik mencapai klimaks, tubuhnya melayang dalam lompatan tinggi, seolah seluruh ruang menahan napas. Ketika kakinya kembali menyentuh lantai, penonton meledak dalam tepuk tangan yang bergemuruh. Dia membungkuk, napasnya sedikit tersengal, tapi senyum kecil terukir di bibirnya. Dari balik panggung, rekan-rekannya menatap dengan kekaguman dan sedikit iri. Di atas panggung itu, Gianna tidak hanya menari. Ia menghidupkan keindahan, disiplin, dan mimpi, sebuah paduan yang membuatnya menjadi legenda muda di dunia balet Roma malam itu. Suara tepuk tangan meriah bergema di seluruh ruangan megah Dell’Opera ketika Gianna menuruni panggung dengan langkah ringan namun elegan. Senyum kecil menghiasi wajahnya, meski keringat masih menetes di pelipis. Ia menunduk sopan, menerima bunga yang dilemparkan penonton ke arahnya, mawar merah, simbol kekaguman dan kemenangan. Di balik tirai, rekan-rekannya menunggu dengan pelukan dan ucapan selamat. Gianna menarik napas dalam, merasakan getar bahagia yang sulit dijelaskan. Malam itu, Roma bersinar bukan hanya karena lampunya, tapi karena keanggunan seorang penari muda bernama Gianna Ishani. Gianna mengambil mantel untuk menutupi tubuhnya dari hawa dingin di luar. Dengan langkah pelan dia keluar melewati pintu. Tiba-tiba saja terdengar suara yang memanggilnya. “Cepat masuk,” ucap seorang lelaki berjas hitam sambil membuka pintu mobil sedan hitam yang terparkir di depan pintu belakang opera. Udara malam Roma berembus lembut, membawa sisa aroma parfum dan bunga mawar dari panggung pertunjukan. Gianna sedikit terkejut melihat siapa yang berdiri di sana. “Ayah? Kenapa datang menjemputku?” tanyanya sambil mengangkat sedikit ujung gaunnya agar tidak tersentuh jalan basah setelah hujan sore tadi. Diego, pria paruh baya dengan sorot mata tegas namun teduh, menatap putrinya sejenak sebelum menjawab. “Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu, Gianna. Tidak bisa kutunda.” Suaranya rendah, tapi sarat dengan tekanan yang membuat gadis itu menarik napas berat. Gianna menatapnya ragu, lalu menoleh sekilas ke arah gedung opera yang baru saja ia tinggalkan, tempat impiannya hidup. “Baiklah, Ayah,” ujarnya akhirnya. Ia melangkah masuk, duduk di kursi penumpang dengan hati yang mulai dipenuhi rasa ingin tahu dan sedikit cemas. Begitu pintu tertutup, suara dunia luar menghilang. Hanya tersisa keheningan, diselingi dengung mesin mobil yang perlahan melaju meninggalkan cahaya panggung di belakang mereka. Diego menatap ke depan, jemarinya mengetuk setir dengan ritme tak menentu. “Apa ini tentang tarian, Ayah? Tentang pertunjukanku?” tanya Gianna pelan. Diego menoleh, matanya menyiratkan sesuatu yang berat. “Tidak, Gianna. Ini tentang masa depanmu dan tentang seseorang yang harus kau temui.” “Seseorang? Siapa, Ayah?” tanya Gianna pelan, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang meski kegelisahan mulai merayap di dadanya. Ia menatap ayahnya, berharap jawaban itu bukan sesuatu yang buruk. Diego menghela napas panjang, menatap lurus ke jalan di depan. “Signor Sergio,” katanya akhirnya. “Tepatnya calon suamimu, Gianna.” Gianna sontak menoleh, matanya melebar tak percaya. “Si… Signor Sergio?” Suaranya bergetar. “Politisi itu? Ketua partai yang berkuasa di Roma?” Ia hampir tak mampu melanjutkan kata-katanya. “Kenapa aku harus menikahi pria yang usianya hampir sama dengan Ayah?” serunya, nada panik dan kecewa berbaur menjadi satu. Diego tetap diam beberapa detik, lalu menjawab dengan nada dingin dan penuh kendali. “Ini untuk masa depanmu, Gianna. Untuk masa depan keluarga kita. Kamu akan hidup dalam kenyamanan, keamanan, dan kemewahan yang tak semua orang bisa miliki. Kamu akan menjadi istri seorang pria berpengaruh.” Kata-kata itu menusuk seperti pisau ke da-da Gianna. Ia menatap keluar jendela, melihat pantulan wajahnya di kaca yang berembun. Dunia yang barusan bersinar dengan tepuk tangan dan sorak kagum kini terasa runtuh, hancur berkeping-keping. “Tidak, Ayah…,” tolaknya, suaranya serak. “Aku nggak mau menikah dengan dia. Aku nggak mencintainya… dia bukan tipeku.” Tubuhnya bergetar halus, menahan tangis yang mulai naik ke tenggorokan. “Aku hanya ingin menari, Ayah. Itu hidupku. Bukan menjadi perhiasan di sisi pria tua itu,” lanjutnya dengan nada nyaris putus asa. Diego menutup matanya sejenak, menahan sesuatu di dadanya. Namun ketika ia kembali membuka, pandangannya kembali dingin. “Kadang, Gianna, cinta tidak memberi jaminan. Tapi kekuasaan bisa menyelamatkan kita semua.” Dan mobil itu terus melaju, menembus malam Roma yang kini terasa lebih sunyi dan dingin dari sebelumnya. “Kamu nggak bisa menolaknya, Gianna.” Suara Diego terdengar tegas, tanpa ruang untuk perdebatan. “Pernikahan sudah ditetapkan. Besok kamu akan menikah dengannya.” Gianna membeku di tempat duduknya. “Apa?” Suaranya nyaris tak terdengar, seperti tercekik oleh udara di dalam mobil yang tiba-tiba terasa sempit. Matanya membulat, menatap ayahnya seolah berharap itu hanya lelucon yang kejam. Tapi wajah Diego tetap dingin, tanpa sedikit pun getar keraguan. Jantung Gianna berdegup kencang. Semua tenaga seperti tersedot dari tubuhnya. Ia tak mampu berbicara lagi, mulutnya kelu, lidahnya seolah terpaku. Tangannya gemetar saat meremas ujung gaunnya, mencari pegangan dari kegelisahan yang meluap. Air matanya menggenang, tapi ia menahannya agar tidak jatuh. Dalam kepalanya, panggung, tepuk tangan, dan mimpi-mimpinya berputar, lalu lenyap satu per satu. Yang tersisa hanya kenyataan pahit, kebebasannya direnggut dalam satu kalimat dari ayahnya sendiri. * * Ruangan rias pengantin. Gianna duduk diam di depan cermin besar berhias ukiran emas. Di belakangnya, perias pengantin terkenal di Roma, tengah memulas wajahnya dengan hati-hati. Setiap sentuhan kuas membuat Gianna tampak semakin cantik, namun sorot matanya kosong, tegang dalam tekanan yang menyesakkan da-da. Perias sempat menatap lewat pantulan cermin, melihat kegelisahan yang tak bisa disembunyikan itu. “Signorina, Anda sangat cantik hari ini,” ucapnya lembut, mencoba menenangkan, tapi Gianna hanya tersenyum tipis, senyum tanpa makna. Di ambang pintu, Diego berdiri dengan jas rapi, tangan disilangkan di da-da. Tatapannya tajam, penuh kewaspadaan. Ia khawatir, bukan karena takut acara gagal, tapi takut putrinya kabur sebelum pernikahan dimulai. Sesekali pandangannya bergeser ke jam di pergelangan tangan. Waktu terus berjalan, dan Gianna… masih terdiam, menahan tangis di balik lapisan riasan sempurna yang menutupi luka batinnya. 'Aku nggak mau menikah dengan pria tua itu. Aku harus cari cara untuk kabur dari sini.'

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
304.0K
bc

Too Late for Regret

read
252.5K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.6M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
133.3K
bc

The Lost Pack

read
354.5K
bc

Revenge, served in a black dress

read
138.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook