11

1325 Kata
Begitu tiba di rumah, Serena lebih dulu keluar dari mobil yang dikendarai oleh Lucien. Wanita itu berjalan masuk untuk langsung naik ke kamarnya meninggalkan Lucien yang masih di belakang. Lucien menatap Serena dari belakang namun membiarkan wanita itu sementara ia pergi ke ruangan kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Seharusnya ia menangani pekerjaannya langsung tapi terhalang karena sibuk mengurusi istrinya. Andrew yang juga sudah tiba beberapa saat lalu, langsung menghampiri Lucien. “Kita tidak akan melanjutkan perjalanan menuju markas?” Lucien menggeleng. “Besok saja kita selesaikan. Aku sedang tidak ingin melakukannya hari ini.” Andrew mengangguk lalu meninggalkan ruangan, meninggalkan Lucien sedirian. Pria itu menangkup kepalanya dengan kedua tangan dan menghela napas. Menahan rasa kesalnya yang tidak beralasan. Ia sendiri tidak mengerti mengapa ia bisa semarah itu pada Serena. Entah karena Serena pergi keluar rumah tanpa izin dan pengawasan anak buahnya ataukah karena ia menemukan wanita itu dengan pria lain. Walaupun Serena bersikeras pria itu hanya orang asing namun tetap saja ia kesal melihatnya. Akhirnya ia menyerah dan bangkit dari meja kerjanya menuju tempat yang sejak tadi ingin ia datangi. Kamar Serena. Tanpa mengetuk pintu, Lucien masuk ke dalam kamar tersebut dan mendapati istrinya sedang asyik berbicara dengan seseorang, membuat matanya menatap tajam wanita itu. “Siapa yang sedang kau hubungi saat ini?” Serena terlonjak kaget dan berbalik dari jendela saat mendengar Lucien bertanya. Ia tidak mendengar pria itu masuk ke dalam kamar sebelumnya. Dengan cepat, Serena mematikan panggilan dan mengunci ponselnya. “Pintu itu ada di sana agar kau bisa mengetuk sebelum masuk ke dalam kamar ini!” Lucien berhadapan dengan Serena yang memandangnya dengan tatapan menantang. “Aku tidak perlu mengetuk pintu untuk masuk ke dalam rumahku.” Serena melayangkan tatapan kesal padanya dan melipat tangan di depan tubuh sebagai tanda perlawanan. “Kemarikan ponselmu.” Perintah Lucien. Tangan pria itu terbuka untuk menerima ponsel yang tidak kunjung Serena berikan. “Ini ponselku!” “Aku tahu itu ponselmu. Aku hanya ingin tahu siapa yang selama ini kau hubungi di belakangku.” “Kau melanggar privasi.” “Aku suamimu.” “Dalam pernikahan masih tetap ada batas privasi. Jika kau tidak mengetahui hal dasar seperti itu, seharusnya kau tidak menikah, Lucien.” “Baiklah, kalau begitu mulai hari ini kau akan tidur di kamarku dan aku akan melarang semua orang di sini mengizinkanmu pergi keluar, tanpa aku. Kau mengerti?” “Apa?” Serena berteriak. “Tunggu, kenapa aku tidak boleh keluar dari rumah ini sama sekali? Kenapa pula aku harus tidur sekamar denganmu? Apa kau gila?” Lucien menaikkan alisnya. “Kita suami istri, kenapa kita tidak bisa tidur di kamar yang sama?” “Tidak mau! Aku sudah bilang padamu, perlakukan aku seperti kau memperlakukanku sebelumnya.” Hidung Serena mengerut karena kesal atas sikap Lucien yang seenaknya. “Bukankah selama ini kau memperlakukanku seperti adikmu sendiri?” “Sayang, fantasimu liar sekali.” “Apa maksudmu?” “Seorang adik? Apa kau membayangkan percintaan antara kakak beradik denganku?” “Hentikan, Lucien! Bukan itu maksudku.” Lucien berjalan lebih dekat pada Serena hingga tidak ada ruang lagi di antara mereka. Tangannya perlahan naik dan mengangkat dagu Serena agar wanita itu mendongak. “Aku akan memenuhi semua fantasi yang kau inginkan, asalkan denganmu.” “Kau menjijikan!” Serena melepaskan dagunya dari cengkraman Lucien. Pria itu menaikkan ujung bibirnya. “Kau yang pilih, aku yang pindah ke sini atau kau yang pindah ke kamarku. Saranku, kau saja yang pindah. Ranjangku lebih luas dari ini, kita bisa bermain sepuasnya sesuai fantasi yang kau inginkan.” Serena kesal mendengar perkataan menjijikan itu dari Lucien, kakinya refleks menendang tulang kering pria itu namun Lucien lebih cepat dari Serena. Ia sudah terlebih dulu mundur dan menjauh dari wanita itu sambil tertawa puas. “Nanti malam, kamar ini sudah harus dikosongkan dan aku ingin kau berada di tempat seharusnya kau berada. Aku tidak akan mengijinkanmu untuk membodohiku lagi kali ini dengan berpura-pura gila.” Lucien mengucapkan perintahnya dengan jelas lalu pergi meninggalkan Serena sebelum wanita itu sempat menjawab. Pintu tertutup di belakang Lucien sedangkan mata Serena masih menatap kepergian pria menyebalkan itu. Serena menghela napas kasar. Kini ia tidak tahu lagi apa yang akan ia lakukan. Keadaan semakin parah, Lucien berkeras memainkan peran suami – istri dalam pernikahan mereka semenjak pria itu tahu bahwa dirinya tidak gila, seperti apa yang selama ini mereka anggap. Wanita itu terduduk di pinggir ranjangnya. Apakah ia harus menyerah dan menjadi istri yang baik untuk pria itu? batinnya. Ah, tapi itu tidak mungkin. Lucien terlalu mengatur. Serena akan cepat gila jika menjadi istrinya. Tapi, kini ia sudah menjadi istrinya sejak lama. Sialan! ia terperangkap permainannya sendiri sekarang. Serena memikirkan sesuatu dalam kepalanya walaupun ia tidak tahu apakah pria itu akan menyetujui idenya atau tidak. Ia menggigit bibirnya sambil memutuskan untuk membicarakan itu dengan Lucien atau tidak. Selama lima menit pikirannya berkutat memikirkan ide tersebut, walau ragu tapi ia harus mencobanya. Serena bergegas keluar dari kamarnya untuk mencari Lucien. Ia pasti ada di ruang kerjanya, batin Serena. Tungkai panjangnya menuruni tangga dengan cepat menuju ke ruang kerja pria itu tapi tidak ada siapapun di dalam sana. Serena mengerutkan keningnya. “Tidak mungkin kan dia berada di kamarnya pada jam sekarang?” ia bertanya pada diri sendiri. Namun sebelum mendapat jawaban pun Serena lebih dulu menaiki tangga itu kembali. Menuju kamar Lucien yang berdekatan dengan kamarnya. Serena masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu dan ternyata benar, pria itu ada di sana mengawasi pelayannya mengganti seprai tempat tidurnya yang luas. Lucien berbalik dan mengerutkan kening. “Well, sayang, pintu itu ada di sana untuk kau ketuk.” Lantas ia menyuruh pelayan untuk keluar dari kamarnya. Serena merengut mendengar perkataannya di ulang oleh pria itu. lantas ia melangkah masuk mendekati Lucien. “Aku berharap setidaknya nanti malam kau pindah, tapi saat ini kau sudah tidak sabar?” Lucien menggoda Serena yang tampak masih kesal. “Ayo kita buat perjanjian.” Lempar Serena padanya. Ucapan Serena membuat minat Lucien tertarik dan memperhatikannya dengan seksama. “Perjanjian apa?” “Aku akan tidur di sini, dan sebagai gantinya, biarkan aku bekerja.” Lucien terkekeh geli. “Pertama, kau memang akan tidur di sini suka maupun tidak. Kedua, aku hanya menginginkanmu bekerja sebagai istriku. Sebagai bayarannya, kau bisa mendapatkan dan membeli apapun yang kau mau.” “Tapi yang aku mau hanya bekerja seperti karyawan biasa.” “Kau tidak bisa bekerja seperti karyawan biasa saat kau adalah istriku.” “Bisa, tidak semua orang tahu bahwa aku telah menikah denganmu. Pernikahan kita diadakan secara rahasia.” “Pernikahan kita tidak diadakan secara rahasia. Hanya private. Beberapa kenalan terdekat yang menghadirinya. Itu berbeda.” “Terserah.” Serena mengibaskan tangannya. “Jadi, tawaranku, biarkan aku bekerja dan aku akan suka rela pindah ke dalam kamarmu dan menjadi istrimu. Dalam arti yang sebenarnya.” Lucien memandang Serena, meneliti wajahnya. “Kau bersungguh-sungguh dengan perkataanmu?” Serena mengangguk. Itu penawaran yang menggiurkan. Lucien memang menginginkan Serena sebagai istri yang sesungguhnya dan wanita itu datang untuk mengajukan penawaran atas hal itu. apakah pernikahan mereka akan berjalan semudah ini? Lucien bertanya-tanya dalam hati. “Baiklah. Aku akan mencarikanmu posisi yang sesuai di kantorku.” Serena terperanjat. “Aku ingin mencari pekerjaan sendiri, dengan jerih payahku. Kau tidak berhak langsung memasukkanku ke dalam perusahaanmu.” Lucien menggeleng tegas. “Kantorku. Atau tidak sama sekali. Itu keputusan final.” Baru Serena melemas turun. Ia memang tidak akan bisa semudah itu terbebas dari pria di hadapannya. Untuk sementara ini, kesempatan sekecil apapun harus ia raih. “Baiklah.” Tidak ada gunanya melawan Lucien setelah pria itu mengetahui kebohongannya. Maka yang akan ia lakukan sekarang adalah, menerima takdirnya sebagai istri pria itu dan sebagai gantinya Serena meminta kebebasan dengan cara bekerja. Dengan begitu, paling tidak Serena dapat merasakan kehidupan bersosialnya lagi. Sejak dulu ia sadar, tidak mungkin bisa membohongi semua orang dengan berpura-pura gila hingga akhir hidupnya. Mungkin inilah saatnya ia mengakhiri sandiwara itu. Walau begitu, ia masih akan membawa kebohongan yang lainnya sampai mati.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN