Serena terbangun dalam pelukan Lucien. Lengan pria itu melilit erat tubuhnya. Matanya menyipit untuk melihat pukul berapa saat itu. Saat menyadari jam digital di samping tempat tidurnya menunjukan angka delapan, Serena melepaskan lilitan itu dan berlari ke dalam kamar mandinya.
Setelah ia selesai mandi dan berpakaian ketukan pelan di pintu terdengar olehnya, “masuk.”
Anne mengintip ke dalam kamarnya dengan sebuah baki berisi sarapan yang biasanya selalu di antar ke dalam kamarnya setiap pagi. Saat Anne melihat Lucien tertidur di ranjangnya, mata wanita itu melebar. “Maaf nona, apa kau ingin aku kembali lagi nanti?”
Serena menggeleng. “Simpan saja di meja.” Kemudian Anne menyimpan makanan itu di meja yang biasa ia gunakan untuk sarapan. Dekat dengan sofa di samping jendela kamarnya.
Serena mengambil sebuah buku untuk ia baca sambil melahap sarapannya.
Ditengah halaman bukunya, ia merasakan pergerakan dari ujung matanya. “Kau selalu bangun sepagi ini?” Suara pria itu terdengar serak dan seksi. Serena meliriknya namun tidak mau menjawab pertanyaan Lucien.
Lucien mengusap wajahnya dan melihat jam, hari lain saat ia merasa tidurnya nyenyak. Ia menangkup bantal tengkurap sambil memperhatikan Serena yang sedang makan dengan buku di tangannya. “Serena, siapa Diego?”
Barulah Serena mau menatap Lucien setelah pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Serena bangkit dan menyerbu tempat tidurnya, mencari ponsel yang biasa ia letakkan di bawah bantalnya. Saat Serena tidak menemukan benda itu, ia memicingkan mata pada Lucien. “Di mana ponselku?”
“Jawab dulu pertanyaanku.”
Serena memandang kesal pada Lucien. “Temanku, sekarang berikan.” Tangan Serena terulur untuk meminta kembali ponselnya.
Alih – alih memberikan ponsel itu, Lucien menarik tangan Serena sehingga wanita itu duduk di sampingnya. “Sejak kapan kau mempunyai teman?”
“Kau tidak mengenalku selama itu Lucien. Kau tidak perlu tahu banyak hal.”
“Aku suamimu, jadi aku akan mengawasimu mulai sekarang.”
Serena tertawa sinis. “Jadi sekarang setelah kau tahu aku bisa memuaskan nafsumu, kau akan menganggapku sebagai istrimu? Lucu sekali. Tapi itu tidak perlu. Aku tidak membutuhkan itu.”
Lucien tidak suka nada bicara wanita itu. “Jika aku ingin, aku bisa mencari tahu siapa pria ini dan memberinya pelajaran untuk tidak mengganggu wanita yang sudah bersuami.”
Ancaman itu berhasil membuat Serena diam dan mengatupkan mulutnya untuk tidak membalas perkataan Lucien.
“Beritahu aku.”
“Dia temanku, saat di rumah sakit jiwa.”
Lucien menganggap bahwa Diego adalah salah satu pasien seperti Serena di sana, sehingga ia tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Saat Serena mengulurkan tangannya, pria itu memberikan ponsel yang sedari tadi berada di bawah bantalnya.
Serena kembali ke sofa untuk melanjutkan sarapannya.
Lucien bangkit dari tempat tidur itu untuk mengambil kimono yang semalam ia kenakan. Andrew pasti sudah mencarinya sedari pagi maka ia kembali ke kamarnya untuk mempersiapkan diri.
Serena yang melihat pria itu kembali lagi ke dalam kamarnya dengan pakaian yang rapi mendelik sambil memicingkan matanya.
Lucien tertawa, “tenang saja. Aku hanya akan mengucapkan selamat tinggal padamu sebelum pergi bekerja.”
Serena diam saja saat pria itu menghampirinya dan mengambil ciuman dari bibir Serena. Kedua tangan Lucien melingkari tubuh Serena, menarik wanita itu sehingga tubuhnya merapat dengan pas pada Lucien. Puas dengan ciuman itu, Lucien mendaratkan bibirnya yang terasa panas di leher Serena. Menggigit pelan dan menghisap kulit lembut yang memiliki wangi memabukkan bagi Lucien. Padahal ia tahu Serena hanya mengenakan sabun yang ia belikan. Serena tidak menyemprotkan parfum ke sekujur tubuhnya.
“Biasakan dirimu, kau sudah menjadi istriku.” Tangan Lucien menangkup pipi halus Serena.
“Kalau begitu perlakukan aku seperti istri sungguhanmu!” Bentak Serena.
“Memang itu yang aku lakukan. Kau yang membuat semuanya menjadi sulit.”
“Seorang suami tidak akan memaksa istrinya untuk ia tiduri.” Balas Serena.
Lucien menaikkan alisnya. “Tapi seorang suami berhak meniduri istrinya.”
“Tidak dengan paksa.”
“Kalau aku tidak memaksamu kau tidak akan membiarkanku bercinta denganmu.”
“Kua tidak bercinta denganku, Lucien. Kau meniduriku, secara paksa.”
“Jadi apa yang harus aku lakukan?” Lucien menyisirkan jari ke rambutnya. “Apa kau akan membiarkanku bercinta denganmu jika aku memintanya?”
Serena menatap Lucien sejenak lalu mengangguk. “Jika aku mengijinkannya aku akan memberikan apa yang kau mau.”
“Baiklah, kita lihat nanti apa kau memegang janjimu atau tidak.”
“Satu – satunya yang harus kau khawatirkan adalah janjimu sendiri.”
Lucien kesal dengan wanita itu tapi pertengkaran mereka akan terus berlanjut jika ia melayani permainan kata Serena. Akhirnya ia keluar dari kamar itu lalu membanting pintu dengan keras. Meninggalkan Serena yang masih emosi pada Lucien walaupun pria itu sudah pergi.
Serena tahu dirinya tidak bisa mengelak lagi bahwa sekarang ia adalah istri dari Lucien. Sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk melayani suaminya. Tapi ia hanya kesal karena pria itu memaksanya semalam.
Dulu saat ia diberi tahu bahwa ayahnya akan menikahkan Serena dengan seorang pria, Serena berharap ia bisa terus berpura – pura menjadi wanita gila hingga akhirnya pria itu menyerah dan menceraikannya. Tapi sekarang ia tidak bisa bergantung pada rencana itu karena Lucien sudah tahu bahwa ia tidak gila. Setidaknya itu alasan utama mengapa sekarang Lucien memperlakukannya sebagai istri sungguhan, bukan?
=-=
“Lucien, kau harus secepatnya menangani Bandar narkoba yang merusak banyak orang di klan kita.”
Di dalam mobil, menuju perjalanan ke markas besarnya, Andrew mengemudi dan Lucien duduk di sampingnya. Sebagai atasan, ia tidak pernah duduk di belakang jika hanya ada mereka berdua di dalam mobil.
“Yang harusnya kau pikirkan adalah mereka yang merusak dirinya sendiri. Jika mereka memang ingin memakainya, walaupun Bandar narkoba itu kita habisi mereka akan mencari ke tempat lain. Masalahnya bukan berada pada orang itu tapi pada mereka yang tidak bisa menahan dirinya.”
“Kau benar. Jadi apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?”
“Kumpulkan mereka semua yang terlibat, aku harus menilai sejauh mana kerusakan yang di buat. Jika tidak dapat terselamatkan saatnya mengucapkan selamat tinggal.”
Andrew menelan ludahnya karena ia tahu yang terlibat dalam kasus ini bukan jumlah yang sedikit. Jika mereka di nilai Lucien tidak tertolong lagi dan akan menyebabkan kehancuran bagi klannya maka pria itu yakin Lucien akan membantai mereka semua tanpa ampun.
“Oh, dan ada satu kabar dari Charles.”
“Charles pemimpin kelompok mafia Miami?”
Andrew mengangguk. “Menurut pria itu, yang menyerang ibumu dan Valerie bukan mafia yang berasal dari benua kita. Mungkin itu mafia dari belahan dunia lain yang sedang melakukan perjalanan singkat kemari.”
“Mengapa ia begitu yakin?”
“Dia bilang dia sudah mencatat perjalanan rombongan mafia di teritorialnya selama tiga tahun terakhir. Kau tahu Charles dan Antonio berperan penting dalam dunia hitam di luar sana. Pria itu pastilah tidak salah dalam hal ini.”
Aneh, mengapa Charles dapat memutuskan hal sepenting itu dengan cepat, tanpa penyelidikan lebih lama. Ini merupakan kasus pembantaian yang belum bisa ia selesaikan dengan mudah karena sulitnya melacak pergerakan pelaku, tapi dalam waktu beberapa minggu justru Charles dapat memutuskan bahwa pelaku adalah kelompok dari luar Amerika Serikat.
“Teruslah mencari, jangan sampai kita melewatkan detail sekecil apapun di sekitar.”
Andrew mengangguk namun tampaknya ia tidak fokus. Lucien mengerutkan keningnya melihat asisten pribadinya tampak terganggu oleh sesuatu. “Ada apa?”
Pria itu menekan tangannya pada telinga yang dipasangi earphone tanpa kabel itu. “Aku mendapat laporan dari rumah. Nona Serena memaksa pergi keluar dari rumah.” Pikiran Andrew terbagi antara panggilan itu dan jalan raya yang sudah sedikit padat.
“Apa?” Kali ini Lucien mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan menekan nomor yang ingin ia tuju. “Apa yang mau wanita itu lakukan kali ini? Suruh penjaga untuk menahannya, jangan sampai ia menginjakkan kakinya di luar walau hanya selangkah.”
Lucien mencoba menghubungi Serena namun panggilannya tidak diangkat. Di sampingnya, Andrew terlihat cemas. “Masalahnya, nona Serena sudah pergi dari rumah sejak pagi. Dia pergi mengemudikan mobilnya sendiri. Staff yang berjaga adalah staff baru kita. Dia tidak tahu bahwa kau melarang Serena pergi ke mana pun.”
“Sial! Seharusnya aku tidak memberinya mobil waktu itu.” Lucien memijit pelipisnya dan menoleh pada Andrew. “Putar balik, ikuti ke mana Serena pergi.”
“Eh, tapi Lucien bukankah kita akan menyelesaikan kerusakan internal sore ini?”
“Tunda saja. Aku bisa menyelesaikannya lain waktu.”
Andrew ingin membantah tapi ia tidak ingin mengambil risiko. Ia tahu sendiri seperti apa rupa atasannya itu jika sedang dalam kondisi marah dan sepertinya hari ini bukan hari yang baik bagi dirinya. Maupun Serena. Tapi dalam hati Andrew bertanya – tanya mengapa Lucien repot – repot mengurusi wanita itu, bukankah selama ini Lucien tidak pernah peduli pada wanita manapun? Yang ia pedulikan hanyalah menemukan pelaku pembantaian yang mengambil nyawa calon istri dan ibunya. Semenjak itu hidup Lucien getir dan kelam. Tidak pernah ada satu haripun ia mempedulikan wanita lain apalagi mengesampingkan pekerjaannya hanya demi wanita.
Andrew melirik wajah Lucien dari kaca spion karena tidak berani menatapnya langsung. Pria itu sudah menunjukan kekesalan di wajahnya, jika Serena tidak bertingkah lebih jauh, kekesalan itu akan reda karena ia tahu Lucien bukan tipe pria yang akan memusingkan suatu hal secara berlebihan. Namun jika sebaliknya, ia tidak ingin memikirkan apa yang akan dialami Serena karena telah membuat Lucien marah.
Staff keamanan di rumah telah memberikan lokasi ke mana Serena pergi melalui alat pelacak pada mobilnya, dan saat ini mobilnya sudah berada di tempat tersebut. Andrew bergegas keluar mengikuti Lucien yang sudah pergi lebih dulu tanpa menunggunya.
Serena memilih mengunjungi taman hiburan di bandingkan pusat perbelanjaan dan kecantikan. Dan itu justru membuat pekerjaannya lebih sulit karena ia harus mencari wanita itu dengan teliti di antara ribuan pengunjung yang ada. Andrew melihat Lucien yang tidak berhenti menghubungi Serena sambil matanya mencari ke sekelilingnya. Sedangkan ia menghela napas dan mempersiapkan diri untuk hari yang berat ini.
Di tengah pencariannya Andrew mendapat panggilan dari rekannya. Enam orang penjaga telah tiba untuk membantu mencari Serena. Ini bagaikan mencari jarum di antara tumpukan jerami. Ke enam orang itu sudah berpencar untuk mencari majikannya.
Lucien menyerah untuk menghubungi ponsel Serena, ia tahu wanita itu tidak akan mengangkat panggilannya setelah puluhan kali percobaan. Jadi ia memasukkan kembali benda itu ke dalam saku dan mengalihkan perhatian sepenuhnya untuk mencari Serena di arena bermain itu. ia diberitahu oleh staff rumahnya Serena mengenakan pakaian merah maka hanya warna itulah yang ia cari sedari tadi.
Sudah hampir setengah jam ia mencari namun masih belum melihat tanda – tanda keberadaan Serena. Wanita sialan! Mengapa Serena bisa begitu merepotkan dirinya.
Lucien berhenti di salah satu tiang yang bertuliskan papan – papan penunjuk jalan. Ia berisitirahat sejenak sambil menyugar rambutnya yang berantakan saking pusingnya mencari wanita itu. namun, saat itulah ia melihat Serena.
Wanita itu berbalik dari sebuah kedai dengan satu tangan memegang ice cream dan menjilati lelehan yang menetes dari ujungnya. Seorang pria muncul dari belakang Serena juga dengan sebuah ice cream di tangan pria itu kemudian berjalan sejajar dengan Serena. Tanpa sadar ia mengatupkan rahangnya saat melihat itu.
Jadi wanita itu pergi dari rumah karena bertemu dengan pria lain? Batin Lucien menggeram kesal. Ia menghampiri Serena yang sudah mulai menyadari keberadaannya.
Wanita itu terpaku lalu menoleh untuk berbicara pada pria di sampingnya sebelum pergi menghampiri Lucien yang juga sudah dalam perjalanan menuju ke tempatnya berdiri saat ini.
“Hai, jadi urusan yang kau sebut tadi pagi adalah berkunjung ke taman bermain?” Serena bertanya dengan jahil pada Lucien yang sudah siap menerkamnya.
Di belakang itu Andrew mengintip dari belakang dan berdoa dalam hati agar Serena diam dan tidak memancing amarah Lucien lebih jauh lagi.
“Kau pergi ke sini karena ingin bertemu dengan selingkuhanmu?” Tanya Lucien dengan suara rendah namun membuat bulu kuduk Andrew merinding.
Sementara Serena masih terlihat santai dan tenang. Lalu ia celingak-celinguk untuk melihat ke belakangnya. “Selingkuhan siapa?”
Lucien melirik pria yang berdiri di samping Serena. “Kau masih mau mengelak?”
Barulah mata Serena mengerjap. “Oh maksudmu dia? Aku tidak kenal dengannya. Dia meminjam uangku tadi karena tidak membawa recehan saat membeli ice cream.”
Lucien menaikkan alisnya tidak percaya. Lalu Lucien menatap pria itu yang terlihat sama bingungnya. “Iya, aku baru mau mengembalikan uang itu setelah menukar pecahan uang di sana.” ucap pria yang Lucien curigai. Tanpa sadar Lucien dan juga Andrew melihat ke arah yang di tunjuk pria itu. ada sebuah tempat pembelian koin di sana.
Dengan kesal Lucien menarik tangan Serena untuk keluar dari arena bermain itu.
“Eh, tunggu. Aku belum mengembalikkan uangnya.” Teriak pria itu berlari – lari kecil di belakang mereka.
Lucien tidak memedulikannya dan mempercepat langkahnya. Tapi ia mendengar Andrew berkata pada pria itu, “Ambil saja uang itu. tidak usah kau kembalikan.”
Serena kesulitan mengikuti langkah kaki Lucien yang panjang. “Lucien, tunggu!” Ia menggerakkan tangannya agar terlepas dari cengkraman Lucien.
“Apa?” Pria itu membentak Serena.
“Jika kau ingin berjalan secepat itu jalan saja sendiri, jangan menarik tanganku!”
“Diam kau! Kau membuatku kesulitan hingga aku melupakan urusan pentingku demi mencarimu ke tempat terkutuk ini.”
“Aku tidak memintamu untuk mencariku, itu salahmu sendiri.” Serena berjalan meninggalkan Lucien. Wanita itu menuju ke tempat mobilnya terparkir.
“Mau kemana kau?” Lucien bertanya dari belakang. Pria itu sudah mulai mengikuti langkahnya.
“Mobilku di sana.” jawab Serena.
“Berikan kuncinya padaku.” Pria itu menarik lengan Serena agar ia berhenti dan menyerahkan kuncinya.
“Untuk apa?”
“Jika aku meminta, kau tidak perlu banyak bertanya. Ikuti saja apa yang aku mau.”
Serena mendengus lalu memutar bola matanya sambil mencebik. Tapi pada akhirnya ia mengeluarkan kucnci mobil dari dalam tasnya untuk ia serahkan pada Lucien.
Lucien melempar kunci itu pada Andrew. “Kau yang bawa mobil Serena. Serahkan kunci mobilku.” Sebagai gantinya Andrew memberikan kunci mobil milik Lucien dan mulai meninggalkan atasannya untuk pergi ke mobil yang akan Andrew kendarai.
Lucien menarik lengannya sekali lagi menuju mobil yang Andrew parkir berlawanan dari mobil milik Serena. Pria itu membuka pintu mobil untuk Serena.
Sebelum masuk Serena melempar ice cream dengan kesal. “Kau merusak hariku.” Keluhnya sambil memasuki mobil itu.
Lucien menahan umpatannya. Bisa – bisanya Serena berkata seperti itu sementara dirinya pun telah merusak rencana pekerjaannya hari ini.