CHAPTER 7

1628 Kata
Play list : Fly Me To The Moon - Frank Sinatra (cover by the Macarons Project) ... Acara kelulusan yang diadakan di dalam sekolah di mana Maxime dan Eleanor berada kini dipadati oleh banyak sekali orang-orang yang memakai pakaian ala wisuda, termasuk mereka berdua. Hari ini merupakan hari kelulusan dan sekarang para siswa yang telah selesai menempuh pendidikan sekolah, akan melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Entah itu masuk ke dunia perkuliahan ataupun mengasah kemampuan dalam ilmu bisnis. Maxime duduk di salah satu kursi yang telah disediakan, sedangkan Eleanor berada di kawasan perempuan. Matanya menatap lurus ke arah podium di mana salah seorang murid paling unggul tengah berpidato di depan sana. Sedari tadi pikirannya kacau, dia tidak bisa berhenti memikirkan soal lelaki yang disukai oleh Elea. Dua bulan yang lalu, gadis itu mengatakan kalau dia tengah menyukai seseorang dan ciri-ciri yang ia sebutkan sangatlah merujuk kepada Ethan. Apakah selama ini Eleanor memang menyukai Ethan? "Max, kenapa melamun?" Bisik Eduardo di sebelahnya. Maxime menoleh ke kiri seraya menggeleng pelan. Dia tidak mau ketahuan kalau dirinya saat ini tengah memikirkan Elea. "Kau mau lanjut kuliah ke mana?" Tanya Eduardo. "Entahlah... Aku rasa sama seperti Kakak ku." "Jurusan?" "Aku tidak tahu, Ed. Mungkin aku akan ikuti saran Mr. Clark saja," Jawabnya setengah malas. "Baguslah kalau kau punya niat kuliah. Aku dengar ada beberapa teman dari angkatan kita yang memutuskan untuk menikah muda." Menikah muda? Seperti mendapatkan jawaban, Maxime pun tiba-tiba merasa bersemangat. Tentu saja, mereka bisa menikah kan? Ethan tidak akan pernah punya kesempatan untuk mendapatkan Elea apabila Maxime menikahi Eleanor. "Bagaimana caranya menikah muda?" Tanya Maxime. Eduardo belum menangkap maksud dari perkataan sahabatnya itu lalu dia pun dengan terang-terangan menjelaskan kalau biaya untuk pernikahan sangatlah mahal apalagi jika mengadakan pesta pernikahan dua hari dua malam seperti orang kaya pada umumnya. Maxime mengelus dagu, dia tidak mungkin mengadakan pesta pernikahan. Berkata kalau ia akan menikah saja mungkin Papanya akan langsung membunuhnya di tempat. Jadi Maxime harus melakukan ini secara sembunyi-sembunyi. "Sepupu ku menikah tanpa pesta. Katanya sedang menghemat, tapi kasihan sekali karena pernikahannya sepi," Celoteh Eduardo sambil membayangkan pernikahan sepupunya yang tidak mewah. Hanya berbekal gereja dan pendeta lalu semuanya selesai. "Berapa harga cincin pernikahan, Ed?" "Cincin? Cukup mahal sih... Tapi cincin murahan juga ada. Memangnya kenapa?" Maxime melirik Eleanor yang duduk di kawasan perempuan dengan penuh binar di matanya sebelum ia menatap Eduardo. "Kau mau membantu ku menikah?" ... Tiga hari setelah kelulusan. Anggota dari Student Council ternyata mengadakan acara kelulusan sendiri yang berlokasi di sebuah ballroom besar berdekatan dengan balai kota sehingga siapa pun dapat menyambangi tempat ini tanpa perlu bersusah payah. Si ketua yaitu, Flynn Fisher, mengatakan kalau tema kelulusan tahun ini ialah pesta topeng. Mereka yang lulus tahun ini pun diharuskan untuk datang berpasangan demi memeriahkan acara. Maxime mendengar kalau akan ada pesta dansa sebagai sajian utama dalam acara malam ini. Maxime sebenarnya tidak suka dengan pesta seperti ini. Semua ini membuat dirinya mati kebosanan jika harus berdiri sambil melihat beberapa perwakilan siswa dan para guru yang hendak menyampaikan pidato mereka. Namun, dia menjadikan momen malam ini sebagai saat yang tepat untuk melancarkan aksinya. Ya, Maxime akan menikahi Elea malam ini juga. Toh, mereka kan sudah lulus. Dia bisa menikahi Elea kapan pun. Maxime datang sendirian di pesta kelulusan ini karena Eleanor belum selesai bersiap-siap. Dia tidak tahu apakah Elea datang atau tidak karena Eleanor pun bukan tipikal gadis penyuka pesta seperti Stacy beserta rombongannya. Ia mengeluarkan ponselnya lagi lalu menelepon Eleanor untuk menanyakan keberadaannya. Maxime tidak mau masuk ke dalam aula besar itu sendirian. "Halo, kau di mana?" "Aku sudah sampai, Kak." Maxime mengedarkan pandangannya lalu mulutnya sedikit terbuka begitu dia melihat Eleanor yang tampak cantik dengan gaun pestanya. Gadis itu sepuluh kali lebih menawan daripada sebelumnya dan itu membuat Maxime semakin tidak sabar untuk menikahinya malam ini. Mata coklatnya tidak berhenti menatap kecantikan Elea seakan-akan dirinya akan hangus apabila tak melihat Eleanor sekejap saja. Eleanor berjalan kaku mendekatinya. Pipinya merona karena rasa malu yang datang akibat tatapan Maxime. Dia tidak pernah ditatap intens seperti ini apalagi oleh pria yang ia sukai. "Kau cantik sekali," Pujinya. Eleanor menundukkan wajahnya demi menutupi rona merah di pipi, tapi Maxime lekas menarik dagunya sehingga mereka kembali bertatapan. "Kau pantas menggunakan gaun-gaun mahal seperti ini, Elea. Jadi jangan pernah merasa bahwa kau tak pantas." Eleanor mengangguk pelan. Jika Maxime sudah mengatakan itu, entah kenapa rasanya ia sedikit bersemangat. Tadinya Eleanor kira Maxime tidak mau melihatnya dengan gaun ini, tapi ternyata dugaan itu salah. Maxime justru memujinya. "Shall we go now?" Tanya Elea. "Tentu saja, tapi jangan lupa pakai topeng mu." Eleanor membuka clutch miliknya lalu mengeluarkan topeng dengan bulu warna ungu yang menghiasi setiap sisinya. Mereka berjalan berdampingan. Elea menggandengkan tangannya di lengan kiri Maxime sambil melangkah penuh kegugupan. Di dalam aula besar itu, dia bisa melihat ada banyak siswa-siswi yang telah lulus berada di sini. Mereka datang dengan pakaian-pakaian mahal yang dirancang oleh designer ternama. Mungkin salah satu dari mereka membeli dengan harga paling fantastis hanya untuk merayakan pesta kelulusan sekolah. "Wow... Banyak sekali orang," Gumamnya. Maxime menyetujui itu, dia pun terkejut karena tempat ini dihuni oleh ratusan manusia. "Kita akan ke mana lebih dulu?" Tanya Eleanor. Maxime melirik ke segala tempat sebelum menunjuk sebuah meja bundar yang kosong di dekat mereka. "Ayo duduk di sana." Eleanor melangkah mengikuti Maxime. Mereka duduk di sebuah meja yang telah disiapkan untuk semua tamu yang hadir. Eleanor melepas topengnya. Dia tersenyum masam begitu melihat ada banyak gadis-gadis yang duduk bergerombolan sambil sibuk tertawa bersama. Terkadang dia merasa iri karena tidak punya teman yang bisa dia ajak bergosip seperti itu. Eleanor tidak tahu bagaimana rasanya punya teman dekat. "Kenapa?" Iris sewarna madu itu menoleh ke kanan. Elea hanya menggeleng pelan sembari memainkan jemarinya,"Aku tidak pernah menyangka kalau bisa bertahan tanpa adanya teman selama ini. Bertahun-tahun aku sekolah dan aku tidak punya teman." "Persetan dengan mereka. Lagipula hidup akan terasa damai tanpa dikelilingi oleh orang bermuka dua," Balasnya. Eleanor mengerti mengapa Maxime mengatakan itu. Dia tidak pernah merasa bagaimana menjadi sendirian tanpa ada yang bisa membuat ia tertawa. Meskipun Maxime dicap sebagai berandalan sekolah, tapi untuk urusan teman, dia tetap juara. Semua orang ingin berteman dengan Maxime yang merupakan si kapten futbol dan seorang pembalap liar. Eleanor sudah bersikap sebaik mungkin, tapi nyatanya dia tetap tidak sepopuler Maxime. Eleanor tidak membalas ucapan Maxime. Dia menyibukkan dirinya untuk melihat ke setiap sudut tempat. Ada Stacy dan Jared yang berdiri di depan sana. Mereka tampak sangat menawan dan tentunya yang paling kaya dibanding semua teman-teman mereka. Eleanor mendengar kalau sebagian besar pesta malam ini didanai oleh keluarga Stacy. Wajar apabila banyak orang yang ingin berdekatan dengan Stacy atau Jared. "Mau pergi mencari makanan? Sepertinya ada yang enak di sana," Maxime menunjuk ke arah meja panjang di mana menu makanan dan minuman telah disiapkan. Eleanor mengangguk, dia memakai lagi topengnya lalu mengikuti Maxime melangkah ke arah meja panjang itu. Mereka berdua sibuk memilih jenis-jenis makanan manis yang tampak menggoda. Maxime menyukai makanan manis, itulah mengapa ia mengambil cukup banyak. "Well... Well... Selamat hari kelulusan, Maxime." Suara Jared membuat Maxime dan Eleanor menoleh ke belakang. Jared dan Stacy tampak berdiri angkuh di dekat mereka bahkan terlihat seperti orang nomor satu. "Kami tidak punya waktu untuk orang seperti mu, Jared." "Max, kau sangat sombong sekali." Jared melangkah lebih dekat dan spontan saja Eleanor mengeratkan lengannya kepada Maxime. Dia tahu kalau Jared selalu ingin melukainya, jadi Eleanor berharap kalau Maxime akan melindunginya lagi. "Kalian tampak serasi... Di mana kau mendapatkan gaun itu, Elea sayang?" "Berhenti berbicara sebelum aku kembali memukul mu, Jared. Jangan kira kalau kau bisa melakukan hal yang sama seperti waktu itu!" Jared mengendikkan bahunya. Dia menepuk pundak Maxime seperti sedang meremehkannya. Jared mendekatkan bibirnya ke arah telinga Maxime seraya membisikkan sesuatu kepadanya,"Kalau kau sudah menidurinya, ceritakan padaku bagaimana rasa tubuhnya, oke?" Maxime sangat marah mendengar itu, dia mencengkram kuat kerah leher Jared dan bersiap untuk memukulnya, tapi Eleanor meminta Maxime untuk berhenti. "Kak, jangan! Sudahlah... Kita mengalah saja," Cicitnya. Maxime melirik ke arah sekitarnya dan beberapa orang tampak menatap mereka penuh tanya. Dia menghempaskan tangannya dari Jared lalu membawa Elea menjauh dari sana. Eleanor menoleh ke belakang dan dia menggeleng jijik saat Jared dengan terang-terangan mengedipkan mata untuknya. Astaga, ini akan jadi masalah besar apabila Jared terus mengganggu mereka. Keduanya berhenti di depan pintu masuk. Maxime melirik jam tangannya dan sedikit bernapas lega karena mereka hanya membutuhkan waktu sedikit lagi sebelum ia benar-benar membawa Elea pergi dari sini. Eleanor mengusap lengannya sendiri untuk menghalau angin dingin yang menusuk ke tubuhnya. Sungguh, dia tidak terbiasa menggunakan gaun terbuka seperti ini. Alaina memaksanya untuk tampil cantik di pesta malam ini, itulah mengapa dia datang terlambat. "Kak, kira-kira kita masih lama tidak di sini?" Tanyanya. "Sebentar lagi, Eduardo akan datang lalu kita pergi." "Eduardo? Kenapa kita harus menunggunya?" Eleanor mengernyitkan dahinya karena bingung, tapi Maxime tidak lekas menjawab. Lelaki itu kembali menarik tangannya lalu membawanya ke halaman depan di mana ada air mancur yang sangat cantik terpahat di depan sana. Mereka duduk di bangku panjang yang menghadap langsung ke kumpulan bunga-bunga yang tumbuh. Eleanor duduk sedikit menjauh karena dia gugup ditambah angin semakin membuat ia menggigil. "Kau kedinginan?" "Sedikit," Jawabnya sembari mengusap lengan agar tetap hangat. Maxime dengan segera membuka jas hitamnya. Ia menyampirkan jas miliknya ke tubuh Eleanor yang jauh lebih kecil darinya itu sehingga Elea merasa hangat. "Pakai saja supaya tetap hangat." "Terima kasih, Kak." Keduanya larut dalam pikiran masing-masing sampai akhirnya Maxime memutuskan untuk bertanya. "Jadi Elea, apa tebakan ku benar?" "Maksudnya?" "Saat kita membolos ke taman hiburan waktu itu. Apa pria yang kau sukai adalah Kakak ku sendiri?" Tanyanya. Elea sempat terdiam, dia tidak mengerti kenapa Maxime mengira kalau dirinya malah menyukai Ethan. "Kak Ethan orang yang baik. Tentu saja semua orang menyukainya, Kak." "Tapi kurasa tidak seperti itu. Apa kau menaruh rasa suka yang berbeda untuknya? Seperti kau mencintainya?" Pertanyaan itu seperti menuntut Elea untuk mengatakan iya. Kenapa? Apa yang sedang Maxime coba katakan? "Aku tidak mengerti. Kenapa aku harus merasakan itu?" Maxime sedikit terdiam. Tunggu, apa itu artinya Ethan bukan pria yang dicintai Elea? TBC A/N : Halo, kita ketemu lagi. Silakan komen kalo kalian suka sama cerita ini hehe
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN