Chapter 06

1106 Kata
Leah baru saja selesai mandi. Hari ini ia berencana bereksperimen di dapur, mencoba-coba resep baru. Namun sebuah pesan baru muncul di ponselnya, membuat fokusnya yang sedang mengeringkan rambut menggunakan hair dryer terhenti. Ia meraih ponselnya dan membaca pesan itu. Jason Schulman. 'Hari ini aku akan ke kantor. Cepat atau lambat kita akan menjadi partner kerja, aku ingin melihat-lihat perusahaanmu, kamu harus memanduku.' Bibir Leah menyunggingkan senyum lebar. Sepertinya acara masak-masaknya harus ia tunda. Dengan lincah kedua jempol Leah mengetikkan balasan untuk Jason. Leah Pearson. 'Baiklah, aku berada di kantor jam delapan.' Usai membalas pesan untuk Jason, Leah melirik jam di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Dengan cepat Leah berlari menuruni tangga dan menuju ruang makan. “Papa, Leah mau ikut ke kantor,” ucap Leah cepat kemudian mengatur napasnya yang putus-putus. Katie dan Anthony sedang asik memakan sarapan mereka, di kejutkan dengan kehadiran Leah yang tiba-tiba. “Kamu ini kayak hantu saja, tiba-tiba datang. Bikin kaget saja,” gerutu Katie. “Bukankah kamu mau bereksperimen lagi?” tanya Anthony. Lelaki yang sudah berumur itu menyahut permintaan kilat Leah tadi. “Nggak jadi. Jason mau aku nemani dia keliling kantor,” ujar Leah jujur. Wajah Leah terlihat sangat polos mengatakan hal itu. Mengundang siulan jahil dari Katie. “Jadi ini karena Jason?” tanya Anthony dengan nada menggoda. Leah salah tingkah, ia merutuki bibirnya yang terlalu jujur bicara. Lihatlah hasil dari ucapannya, mengundang godaan dari kedua orangtuanya lagi. “Kalian memang lagi dekat, ya?” tanya Katie dengan memicingkan kedua matanya. Malu-malu, Leah mengangguk. Dengan pipi yang kembali merona Leah menatap kedua orangtuanya. “Jangan godain Lea lagi, kan jadi malu.” Anthony dan Katie kompak tertawa. Menertawai ekspresi Leah yang lucu karena digoda. “Ya udah, kamu siap-siap. Kita berangkat ke kantor,” ucap Anthony. Leah mengangguk, “Ayay captain!” Gadis itu kembali berlari lagi menuju kamarnya. Leah membuka lemari pakaian dan mulai mengeluarkan beberapa baju mulai dari dress hingga kaos yang bisa dipasangkan dengan rok. Pilihan Leah jatuh pada sebuah dress selutut bermotif bunga pada pinggangnya. Dress itu berwarna cokelat muda dan bunga bermotif mawar hitam. Lima belas menit kemudian Leah selesai berdandan dan penampilannya kini sudah sangat rapi. Leah mengambil tas selempangnya dan berjalan keluar menuju ruang makan. “Oh pantes lama, dandan dulu ternyata. Cantik banget, tumben dandan-nya lama,” celetuk Katie sambil tersenyum jahil. “Udah, Ma. Kuker amat si gangguin Lea mulu,” decak Leah kesal. Ia mengambil roti bakar yang telah Katie siapkan dan mulai memakannya dengan cepat. Katie hanya terkekeh pelan. “Kalau bisa nanti hubungan kalian sampai ke tingkat yang serius, ya.” “Aamiin, Ma,” sahut Anthony dengan semangat. Lalu mata Anthony beralih menatap Leah yang mengunyah roti. “Papa tunggu kamu di depan. Cepat habiskan sarapannya,” lanjut Anthony. Leah hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon kemudian menghabiskan rotinya dengan cepat. *** Leah kira, Jason akan masuk ke kantor Papanya dan menunggu di ruangan sang Papa. Namun ternyata tidak. Jason malah menunggu di cafetaria di depan kantor dan menyuruh Leah menemuinya di sana. “Udah sarapan?” tanya Jason dengan perhatian. Leah yang baru tiba memilih duduk di hadapan Jason lalu mengangguk, “Udah.” Jason mendesah kecewa. “Sayang sekali, aku berharap kita sarapan bersama pagi ini.” Leah tersenyum kecil. “Kamu saja yang makan, aku akan memesan minuman dan menunggumu selesai,” ucapnya. Jason mengangguk dan memanggil seorang pelayan. Ia menyebutkan pesanannya dan begitu pula dengan Leah yang menyebutkan minuman yang ia inginkan. Pelayan itu mencatat pesanannya dan setelah itu pergi. “Sebelumnya, apa kamu pernah menjalin hubungan dengan pria lain, Leah?” tanya Jason, memusatkan seluruh perhatiannya pada Leah. Leah menggeleng pelan membuat senyum puas tercetak di bibir Jason. “Benarkah? Kamu cantik, baik, dan cerdas. Apa benar-benar tidak ada pria yang mendekatimu?” tanya Jason. Dalam hati, Jason sudah mewanti-wanti. Jika telinganya mendengar nama lelaki di bibir Leah, ia pastikan lelaki itu akan merasakan nikmatnya pisau kesayangannya. “Tidak ada. Papa selalu membatasi pergaulanku,” jawab Leah jujur. Jason mengangguk paham. “Apa Tuan Pearson tahu jika kita bersama? Dia tidak menyuruhmu untuk menolak tiap ajakanku bukan?” tanyanya. Jika Anthony benar-benar membatasi pergaulan Leah, Jason lega. Tetapi, jika Anthony ikut membatasi pergaulannya dengan Leah. Mungkin lelaki itu akan ia jadikan target selanjutnya, karena Anthony menghalangi dirinya yang ingin mendapatkan Leah. Siapapun yang menghalanginya bersama Leah, akan ia beri pelajaran. “Tidak. Justru Papa merasa senang, aku kesal dan malu sendiri melihat Papa dan Mama yang menggodaku karena bersamamu,” ungkap Leah dengan nada sedikit kesal. Wajah Jason menggelap, ucapan Leah seakan gadis itu malu berdekatan dengannya dan berakhir malu juga di goda oleh kedua orangtuanya. “Kamu malu berdekatan denganku?” tanya Jason dengan dingin. Leah meneguk salivanya susah payah, sepertinya Jason salah paham. Aura gelap lelaki itu seperti pertama kali mereka bertemu kembali hadir. Membuatnya bergidik ngeri. “Bukan seperti itu maksudku. Aku merasa malu digoda, bukan malu dekat denganmu, Jason,” jelas Leah dengan sedikit panik. Leah menggigit bibir bawahnya, dan itu tak luput dari pandangan Jason. Terlihat jelas sekali jika gadis ini sangat panic dan gugup karena nada dinginnya yang mungkin terkesan menyeramkan. “Jangan marah. Hilangkan aura menyeramkan itu, aku tidak suka,” ujar Leah pelan, kemudian kepalanya menunduk ke bawah memilin ujung dress-nya. “Jangan menggigit bibir seperti itu jika kamu tidak ingin ku cium,” ucap Jason blak-blakan. Jujur saja, jika Leah menggigit bibirnya seperti itu membuatnya tergoda untuk merasakan bibir merah alami itu. Mata Leah membulat, ia melepaskan bibirnya dan tidak ia gigit lagi. Wajah Leah mendongak menatap Jason yang menatapnya begitu dalam. Pipi Leah merona merah. Tidak menyangka ucapan itu keluar dari bibir Jason. Terlebih tatapan dalam yang Jason berikan. Lama-lama, Leah bisa ambyar dan teriak. “Wajahmu memerah, kelihatan sangat lucu,” goda Jason. Aura kelamnya dengan cepat ia hilangkan agar gadisnya tidak merasa takut. Jason akan sangat menyeramkan jika sudah berhadapan dengan targetnya, namun berbeda dengan Leah. Sisi kejamnya tidak kelihatan dan Jason berjanji tidak akan menunjukkan sisi kelamnya pada gadis di depannya. “Diamlah, Jason. Jangan menggodaku,” sungut Leah lalu mengerucutkan bibirnya kesal. Jason hanya tertawa pelan. Beberapa menit kemudian pelayan tadi kembali datang dan meletakkan pesanan Jason dan Leah di meja. “Selamat menikmati,” ucap pelayan itu sebelum pergi. Jason mulai memakan omlet yang ia pesan. Sedangkan Leah, membasahi tenggorokannya yang terasa kering dengan caramel macchiato yang ia pesan. “Leah…” Jason menjauhkan piring omletnya dan menatap Leah dengan serius. Kedua tangannya berada di atas meja dan menopang dagu. “I-iya?” respon Leah dengan terbata-bata. Melihat tatapan Jason membuatnya salah tingkah. “Aku rasa, aku mulai menyukaimu Leah.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN