Chapter 05

1102 Kata
Mobil sport Jason berhenti tepat di depan mansion keluarga Leah. Bahkan lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di halaman mansion. Jason tampak biasa saja, berbeda dengan Leah yang berharap orangtuanya tidak melihatnya bersama Jason. "Aku ingin mengenalmu lebih dekat, Leah," ucap Jason dengan serius. Perlahan tubuh Jason mendekati Leah hingga posisi mereka hanya berjarak 4 sentimeter. Leah menatap ke arah manik hazel Jason yang juga menatapnya dengan intens. Hari ini ia menghabiskan waktu bersama Jason, dan itu cukup menyenangkan baginya. "Bagaimana, Leah? Kamu tidak keberatan bukan?" tanya Jason, sedikit terselip nada menuntut di suaranya agar segera mendapatkan jawaban dari Leah. Leah merasa tidak ada salahnya mengenal Jason. Mungkin perkataan Papanya benar, Jason adalah pria baik. Padahal Leah tidak tahu saja, seperti apa Jason sebenarnya. Dunia Jason sangat kelam. "Boleh." Leah menjawab dengan singkat. Senyum kecil terbit di bibirnya yang tipis. Senyum lebar juga terbit di wajah Jason, senyum itu kembali membuat jantung Leah berdebar-debar. Entah apa yang diperbuat oleh senyum itu hingga jantungnya seperti berdisko di dalam sana. "Berikan nomormu padaku," ujar Jason. Ia meraih ponselnya yang berada di saku celana dan menyerahkan pada Leah. Leah tidak menolak. Ia mengambil ponsel Jason dan mengetikkan beberapa digit angka nomor ponselnya. "Sudah." Leah menyerahkan benda pipih itu kepada sang pemilik. Jason mendial nomor Leah agar nomornya bisa disimpan juga oleh gadis itu. Leah merogoh tasnya dan mengambil ponsel. Sejenak jari-jarinya menari di atas benda pipih itu. "Sudah aku simpan nomormu." "Okay, aku akan menghubungi mu lagi nanti. See you soon, darling," pamit Jason dengan menggoda Leah. Tak lupa sebelah matanya ia kedipkan dengan menggoda. Leah hanya tersenyum melihat tingkah Jason. Padahal dalam hati, ingin rasanya Leah berteriak meluapkan rasa berdebar di jantungnya. Entah perasaan apa ini. Leah akhirnya turun dari mobil dan melambaikan tangannya pada mobil Jason yang perlahan meninggalkan pekarangan rumahnya. Setelah mobil mewah itu tak lagi nampak, barulah Leah berjalan masuk ke dalam rumah. "Papa melihatnya. Siapa yang kemarin bilang dia bukan orang baik? Sekarang malah senyam-senyum tidak jelas karena orang tak baik itu," ujar Anthony tiba-tiba datang kemudian menggoda Leah. Pipi Leah memerah, ia menatap malu-malu ke arah Anthony. "Papa apasih!" tukasnya. Tawa Anthony menyembur. Ia merasa sangat bahagia melihat wajah malu-malu putrinya yang disebabkan oleh laki-laki. Ini adalah hal yang pertama kali ia lihat pada Leah. "Pendekatan dulu, ya. Endingnya nanti menikah, nah Papa seneng kalau begitu," ucap Anthony, kembali menggoda Leah. "AAMIIN!" Katie tiba-tiba datang dan ikut-ikutan. Tadi wanita yang sudah tak muda lagi itu sedikit mencuri dengar percakapan suami dan putrinya yang membuatnya langsung berseru keras. Anthony tertawa lagi. "Papa juga, aamiin." Leah merasa pipinya memanas karena digoda-goda oleh Papa dan Mamanya. Ia sangat yakin sekarang pipinya sudah memerah seperti kepiting rebus. "Papa jam segini kok udah pulang?" tanya Leah, mengalihkan topik. Agar ia tidak menjadi sasaran godaan lagi. "Pipi jim sigini kik idih piling?" Anthony meng-copy paste ucapan Leah namun terselip nada mencibir di kalimatnya. "Papa pulang cepet malah ditanyakan. Kamu mau Papa pulang malem?" Katie menyahut dengan nada yang tidak bersahabat. "Pekerjaan Papa sudah selesai makanya cepat pulang. Harusnya Papa yang nanya, kamu sama Jason habis dari mana baru pulang sore begini?" Lagi, Anthony menyinggung tentang Jason. "Ish Papa mah, bahas Jason terus," gerutu Leah mendadak kesal sendiri. Anthony terkekeh pelan. Rasa untuk menggoda Leah tak kunjung surut. Bahkan ia malah ingin semakin menggoda putrinya yang tiba-tiba dekat dengan Jason. "Iya, iya, Papa berhenti. Sekarang kamu mandi gih. Bau," ucap Anthony kemudian menutup hidungnya berpura-pura mencium bau tidak sedap yang berasal dari tubuh Leah. "Papa juga mandi, soalnya bau Papa masam," balas Leah tak mau kalah, lalu tertawa. Tetapi beberapa detik kemudian gadis itu ngacir menuju kamarnya melihat wajah Anthony yang melotot melihatnya. Sesampainya di kamar. Leah meletakkan tasnya asal-asalan. Tubuhnya ia rebahkan di kasur. Seharian berjalan-jalan cukup membuat dirinya kelelahan. Drrttt... Drrttt... Leah mendengar getaran di ponselnya. Entah kenapa ia bergerak dengan cepat meraih benda pipih itu di dalam tas. Senyum kecil terbit di bibirnya kala melihat nama Jason di layar ponselnya. Jason Schulman. Kencan yang menyenangkan. Kita harus melakukannya lagi, nanti. Leah menggigit bibir bawahnya. Benarkah yang mereka lakukan tadi itu kencan? Tapi bukankah mereka belum pacaran? Jason Schulman. Just read. I hate that. Satu pesan kembali muncul membuat Leah dengan cepat membalas pesan itu. Leah Pearson. Hari ini juga sangat menyenangkan untukku. Aku tidak keberatan melakukan apa yang kita lakukan hari ini lagi. Sepuluh menit, mereka habiskan chatting online. Leah terpaksa memutuskan untuk offline karena mendengar seruan Mamanya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dan langsung berkacak pinggang. "Mandi sana! Bukan malah main hape, Lea!" seru Katie garang. Leah Pearson. Aku mandi dulu. Nanti kita sambung, Jason. Leah mematikan ponselnya dan bangkit dari kasur. "Iya, Ma. Ini aku mau mandi." *** Dilain tempat... Jason meletakkan ponselnya di atas meja di ruang tamu mansion. Punggungnya ia sadarkan di sofa dengan rileks. Beberapa menit yang lalu, Leah offline. Padahal mereka sedang asik membicarakan jenis makanan dan film apa yang disukai. Ternyata Leah menyukai film bergenre romantis dan drama, persis seperti gadis kebanyakan di muka bumi ini. Sangat bertolak belakang dengan Jason yang menyukai film bergenre action, dan film yang mengandung unsur kekerasan dan membunuh seperti psikopat. Jason memejamkan kedua matanya dan merilekskan badannya, bibirnya kembali mengulum tersenyum saat kepalanya membayangkan wajah dan senyum Leah yang manis. Jason berencana akan membuat Leah jatuh cinta padanya dan tidak akan membiarkan gadis itu lepas darinya. Ia sudah memasang target, mendekati Leah dalam kurun waktu satu bulan. Di bulan selanjutnya ia akan menikahi gadis itu, mengikatnya dengan pasti. “Tuan…” Jason membuka kedua matanya dan melirik sekilas ke arah Logan. “Ada apa?” “Putri Hamilton sudah berada di ruang hitam, Tuan,” lapor Logan dengan sopan. Jason menghembuskan napasnya. Mood-nya hari ini sedang bagus, hasrat membunuh sedang tidak muncul. Baiklah, putri Hamilton beruntung hari ini. Jason akan mengundur waktu bermainnya. “Siapa namanya?” tanya Jason. “Cathrine, Tuan.” “Bawa jasad busuk Hamilton dan letakkan di ruangan itu. Paksa gadis itu melihat jasad Hamilton. Sebelum mati, Cathrine harus melihat pemandangan yang indah dulu,” titah Jason seraya menyeringai bak iblis. Logan mengangguk patuh, “Baik, Tuan.” Logan pamit undur diri dan meninggalkan Jason seorang diri seperti semula. Memikirkan Leah kembali. Ah, Leah benar-benar membuat Jason menggila hanya dengan memikirkannya. Dia jadi tidak sabar dengan pertemuan mereka esok hari. Jason akan meminta gadis cantik itu menemaninya berkeliling di perusahaan Pearson. Menyita waktu gadis itu hanya untuk dirinya. Jason meraih ponselnya dan membuka galeri. Tangannya memperbesar sebuah foto yang menampilkan sosok gadis pujaan hatinya. “Bahkan baru beberapa jam kita tidak bertemu, aku sudah merindukanmu, Leah.” Jason bergumam pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN