Diara yang sedikit lagi akan menyelesaikan pekerjaan dapurnya langsung bergegas mengambil ponselnya yang berbunyi di atas meja, saat melihat nama Nick di layar ponsel mebuat Diara memperhatikan sekitar dulu sebelum mengangkatnya. Syukurnya Pak Adrian sedang ada di dalam kamar.
"Iya mas," Diara menjawab dengan suara pelan.
"Kenapa anak ini tidak kunjung tidur?"
"Dia nggak nangis kan, mas?"
"Tadi saat saya baru masuk dia udah mau nangis, terus saya coba ayun ayunannya, dan tidak jadi menangis. Tapi saat saya akan balik ke apartemen dia malah merengek lagi. Dia tidak mau ditinggal." ujar Nick terdengar kebingungan disana.
"Biasanya dia jam segini ngantuk mas. Coba digendong saja, nanti dia bakal ketiduran." Diara memberikan solusi.
"Saya tidak bisa ambil dia dari posisi ayunan seperti ini. Lagipula saya sudah terlalu lama disini, apa papa tidak curiga?"
"Pak Adrian sedang di kamar kok mas, dia juga ga bakal tahu kapan mas balik."
"Kamu udah selesai masaknya?"
"Sedikit lagi sih mas," Diara memperhatikan kerjaannya yang hanya tinggal sedikit.
"Bagaimana kalau kamu yang kesini? Biar saya yang balik. Nanti kalau papa nanyain tinggal jawab kalau kamu ganti baju karena baju kamu kotor setelah memasak." Nick memberi solusi karena sudah bingung dengan cara menghadapi baby Ghiana.
"Benar juga, saya beresin ini sebentar mas."
"Cepat"
*
Diara masuk ke dalam apartemennya dan mendapati pemandangan Nick yang tengah mengayun baby Ghiana dengan wajahnya yang bosan dan lesu.
"Biar saya yang coba tidurin baby Ghi, mas bisa balik sekarang."
Nick yang tadinya duduk kini berdiri melihat kedatangan Diara, "saya pergi."
"Iya mas,"
"Kamu kalau udah selesai langsung balik ya, jangan lupa ganti baju."
"Baik mas." jawab Diara dan kini sudah mengangkat baby Ghiana dari ayunan ke dalam gendongannya.
Nick pun pergi begitu saja meninggalkan Diara dan Ghiana, namun saat berada di pintu keluar ia terdiam sejenak dan berbalik memperhatikan Diara yang tengah menyanyikan lagu pengantar tidur untuk Ghiana dengan suaranya yang lembut. Beberapa detik sampai Nick mengehembuskan napas kecil dan kembali ke apartemennya.
*
Seperti rencana Nick, semua berjalan dengan lancar, saat ini mereka sudah duduk di meja makan bertiga untuk makan malam.
"Wah makanannya...," ujar Pak Adrian sambil menatap Diara dengan wajah yang sulit ditebak.
"Gimana pak? Apa bapak kurang suka?" tanya Diara gugup bukan main dengan apa tanggapan yang akan keluar dari Pak Adrian.
"Apa sebelumnya Nick sudah pernah memuji masakanmu?" tanya Pak Adrian pada Diara yang kini diam-diam melirik Nick yang duduk di depannya karena bingung, sedangkan NIck menunjukkan wajah tidak peduli.
"Hm, memangnya kenapa pak?"
"Bukankah ini tipe rasa yang sangat Nick sukai? Kamu pintar sekali dalam menyesuaikan Diara." puji Pak Adrian dengan wajah senang pada Diara.
"Benarkah??" Diara tidak percaya karena selama ini Nick tidak pernah memberikan tanggapan tentang apapun yang ia kerjakan selama ini, termasuk dalam hal makanan yang ia buat. Diara hanya mencoba sebisanya saja sejak saat Nick berkomentar tentang masakannya pada saat pertama kali ia masak. Setelah itu Nick tidak pernah komplain apapun.
"Nick ini tipikal yang sangat sulit dalam hal makanan. Sepertinya kamu sudah diskusikan banyak hal dengan Nick. Saya senang setidaknya Nick bisa makan dengan baik."
Diara hanya diam, bagaimana ia bisa diskusi banyak dengan Nick? Bahkan bicara saja manusia bernama Nickolas ini sangat irit padanya.
"Syukurlah," jawab Diara tersenyum malu.
"Tadi papa ke kamar, tapi papa ngerasa ada yang aneh." Pak Adrian beralih bicara pada Nick yang sedari tadi hanya diam dan fokus pada makanannya sendiri.
"Aneh apanya?"
"Kok wanginya seperti perlengkapan anak kecil bayi begitu ya?"
Pertanyaan Pak Adrian kontan membuat Nick dan Diara kaget bukan main dan diam-diam saling lirik dengan sorot mata bingung.
"Aroma perlengkapan bayi ya pak?" Diara lah yang menanggapi karena ia terpikir sebuah jawaban yang tepat.
"Iya, biasanya tidak seperti itu dan bukankah kamar itu jarang di pakai?"
Diara terkekeh sambil menggaruk kepala sekilas, "maaf pak, itu karena saya."
"Karena kamu, Diara??" Pak Adrian bingung, begitu pula dengan Nick yang gugup dengan jawaban apa yang telah disiapkan secara mendadak oleh Diara.
"Jadi beberapa waktu belakangan kerjaan saya disini agak banyak pak, jadi Mas Nick bilang kalau saya kelelahan bisa istirahat sejenak di kamar itu. Karena keseringan jadi ada beberapa barang yang saya letak disana, termasuk parfum saya yang memang aroma bayi. Selain itu saya juga masih sering pakai-pakai produk bayi karena suka aromanya. Mungkin ketinggalan disana aromanya pak." jelas Diara panjang lebar berusaha selogis mungkin.
Pak Adrian yang mendengar itu hanya mengangguk, "pantas saja, tadi saya melihat ada minyak telon bayi. Ternyata itu juga punya kamu."
"Hehe, iya pak. Ketinggalan ya?" Diara hanya bisa tertawa sambil melirik Nick yang tampak panik terlebih mengetahui masih ada barang baby Ghiana yang tercecer. Itu hal yang wajar karena Nick membereskan semuanya dengan terburu-buru dan hanya sendirian.
"Baguslah kalau kamu sempat pakai kamar itu, daripada dibiarkan kosong terus. Awalnya saya berniat suruh kamu tinggal disini saja, tapi saya pikir mungkin itu terlalu mengejutkan untuk Nick yang terbiasa sendiri dan kamu juga mungkin merasa tidak nyaman. Tapi ternyata secara perlahan dan sendirinya niat saya diawal terjadi juga." Pak Adrian tampak senang dan terus menghabiskan makan malam di piringnya dengan lahap.
"Eh??" Diara dan Nick kaget secara bersamaan mendengar ucapan Pak Adrian.
"Bukankah lebih menyenangkan hidup secara bersama? Dibanding berhubungan dalam bentuk kerjaan, papa harap kalian bisa saling berteman." tambah Pak Adrian dengan santai pada dua manusia dihadapannya.
Tidak ada yang menjawab baik itu Nick agaupun Diara, mereka bingung harus menjawab apa dan juga heran kenapa Pak Adrian malah menginginkan hal tersebut dari mereka.
"Nick, malam ini papa nginap disini ya?" Pak Adrian bertanya atau lebih tepatnya memberi tahu putranya itu dengan rencananya.
"Malam ini?"
"Iya, lusa papa harus ke luar negeri. Jadi papa ingin disini malam ini."
"Yaudah terserah papa."
*
Mata Nick malam ini tidak bisa mengatup walau hari sudah semakin larut, ia hanya menatap langit-langit kamarnya menunggu kabar dari Andri mengenai Tania. Ia sudah menunggu kabar sejak tadi.
Hingga akhirnya telpon yang sedari tadi ditunggu akhirnya masuk, Nick merubah posisi menjadi duduk untuk menerima telepon, "gimana Ndri?"
"Maaf mas, ternyata malam ini mbak Tania nggak ada. Kita juga udah telusuri tempat-tempat lain tapi nyatanya belum bisa kita temui."
Nick memejamkan mata sekilas menahan kekesalan yang ia rasakan, "kalian kembali saja."
"Besok akan kita coba cari tahu lagi mas."
"Tidak perlu."
"Maksudnya mas?" Andri terdengar ragu dengan apa yang baru saja ia dengar dari Nick.
"Tidak usah cari lagi. Saya tidak ingin bertemu dengannya lagi."
"Bb-baik mas." Andri hanya bisa mengiyakan ucapan Nick walau ia sendiri kaget dengan keputusan Nick yang begitu tiba-tiba. Bahkan beberapa waktu lalu Nick masih menyuruhnya mencari Tania dengan sangat menggebu-gebu.
Nick mematikan panggilan itu dan terdiam bermenung dengan tatapan kosong, namun pikirannya sudah sangat kacau.
"Aku harus belajar untuk benar-benar tidak mempedulikannya lagi. Tapi bagaimana dengan anak itu?" Nick pusing bukan main sampai ia meremas rambutnya sendiri.
Nick melihat jam dinding yang menunjukkan lewat pukul satu malam, ini adalah malam pertama Diara dan Ghiana pindah tidur karena kehadiran papanya.
"Apa mereka baik-baik saja? Apa wanita itu sedang tidak kesulitan karena sendiri?" Nick mulai teringat dua perempuan itu, terlebih saat melihat kunci apartemen Diara masih ada padanya, terletak di atas meja sebelah ranjangnya.
"Papa pasti sudah tidur, aku lihat mereka sebentar saja." Nick langsung menyambar kunci tersebut dan menuju ke apartemen Diara.