Dua Belas

1030 Kata
"Maksudnya mas?" "Anak itu tidak seharusnya disini, dia harus kembali pada ibunya, bagaimanapun caranya." ujar Nick dengan sangat yakin pada Diara. "Jangan! Eh maaf, maksud saya apa mas yakin mengembalikan baby Ghiana kepada ibunya?" Diara bertanya takut karena ia merasa terlaku ikut campur pada hal yang tak seharusnya ia ikut campuri. "Apa kamu tidak ingin anak itu kembali bersatu dengan ibunya?" tanya Nick dengan dahi mengerut heran. Diara menunduk, "bukan begitu maksud saya mas, hanya saja..." "Hanya saja apa?" Diara mengangkat kepalanya lagi dan menatap Nick, "ibunya sudah membuangnya, menyia-nyikannya. Jika mereka dipaksakan bersama, apa Ghiana akan diperlakukan dengan baik? Saya tahu mereka punya ikatan darah, tapi itu belum tentu menjadi keputusan yang baik." "Saya tidak bisa tampung anak itu terlalu lama. Dan saya tidak ingin merepotkan kamu lebih banyak lagi." Diara menggeleng, "saya nggak merasa direpotkan sama sekali, malahan saya senang bisa urus baby Ghiana." "Saya yang tidak senang." "Kenapa mas?" "Karena memang tidak seharusnya anak itu disini." ujar Nick tegas bergerak berdiri dan membereskan sisa makanannya sendiri dengan cepat. Sedangkan Diara, ia hanya bisa diam tidak bisa bicara apa-apa. Bahkan saat Nick sudah kembali masuk ke kamarnya. * Diara bermenung bersandar pada bahu ranjang memikirkan pembicaraannya dengan Nick tadi mengenai baby Ghiana. Mata Diara melirik Ghiana yang tertidur pulas malam ini di ayunan. Ternyata efek ayunan memang sangat besar untuk Ghiana. "Baru kemarin aku mengurusnya, tapi kenapa aku sesayang ini sama dia?" ujar Diara bicara sendiri dan mengayun sedikit ayunan baby Ghiana. "Bahkan aku ga setuju dengan keputusan Mas Nick balikin baby Ghi ke ibunya." Hembusan napas Diara terdengar keras sambil kini memeluk kedua kakinya dengan posisi masih diatas ranjang. "Kenapa harus diberikan pada orang yang sama sekali tidak menginginkan? Bukankah itu hal sia-sia? Dia ibu yang tega meninggalkan anaknya begitu saja, bukankah itu sangat kejam? Tapi Mas Nick juga sama saja, tega sekali dia bicara kalau baby Ghiana tak seharusnya ada disini. Sebenarnya kemana hati nurani orang-orang? Kasihan selali baby Ghiana, masih kecil dan tak ngerti apapun memiliki masalah yang sangat menyedihkan seperti ini. Jadi sebenarnya Mas Nick itu memang ayah baby Ghi atau bukan sih?" kesal Diara dengan semua orang yang ada disekitar baby Ghiana hingga membuat hidup bayi ini menjadi sulit. * Diara menggendong baby Ghiana di ruang tengah karena sepertinya baby Ghiana bosan di dalam kamar, buktinya bayi ini lebih anteng saat dibawa keluar. Gadis itu tersenyum meihat baby Ghiana yang sepertinya sudah mengantuk. Benar saja, saat dibawa ke kamar dan diletak di ayunan baby Ghiana sudah tertidur dengan nyenyak. Diara kembali keluar dan melihat jam dinding, ini sudah semakin malam tapi Nick belum kunjung pulang. Tadi pagi sebenarnya Nick sudak mengatakan jika ia akan pulang malam dan Diara tidak perlu nenyiapkan makan malam, tapi entah kenapa Diara merasa khawatir karena bosnya itu belum kunjung datang. Diara duduk di sofa sambil memainkan ponselnya menunggu kedatangan Nick, mungkin saja saat pulang nanti Nick mendadak lapar dan minta dibuatkan makanan, pikir Diara. Lama menunggu membuat Diara tanpa sengaja tertidur, ia kaget mendapati dirinya terbangun pada pukul hampir jam 2, ia terbangun oleh banyi tangisan baby Ghiana. Dengan cepat Diara masuk ke kamar karena mungkin baby Ghiana merasa haus. Syukurnya setelah diberi s**u baby Ghiana kembali tidur. Diara berjalan ke arah pintu apartemen untuk memastikan Nick sudah pulang atau belum, tapi saat ia memeriksa ia tidak mendapati tanda-tanda apapun bahwa Nick sudah pulang. Biasanya Nick meletakkan sepatunya di rak dekat pintu masuk. "Mas Nick kemana ya? Tidak mungkin urusan pekerjaan sampai jam segini kan? Apa hari ini dia tidak pulang? Apa dia baik-baik saja?" Diara mulai khawatir karena berbagai kemungkinan buruk memenuhi pikirannya. Diara berjalan mondar-mandir sambil menggigitu ibu jarinya. Ia khawatir dan ingat salag satu tugas yang diberikan Pak Adrian padanya adalah memastikan jika keadaan Nick baik-baik saja. Jadi, sekarang wajar Diara begitu khawatir. "Apa sebaiknya aku hubungi saja? Tapi jika aku menelpon saat dia sudah istirahat, itu pasti sangat mengganggunya." Diara ragu dan berpikir lagi apa yang seharusnya ia lakukan. "Apa ia nginap di luar karena takut malam ini tidurnya terganggu lagi karena tangis baby Ghiana? Tapi..., kenapa dia harus repot? Kan bisa saja dia suruh aku bawa baby Ghiana ke apartemenku." Diara menggaruk kepalanya bingung hingga akhirnya ia memutuskan megirim sebuah pesan saja pada Nick. Ia tidak bisa untuk tidak melakukan apapun sekarang. Setelah selesai mengirim pesan, Diara berniat kembali ke kamar namun saat itupula pintu apartemen terbuka yang membuat Diara kaget. Diara mengusap dadanya karena masih kaget, ia mendapati kehadiran Nick dengan wajah sangat lelah. "Akhirnya Mas Nick pulng," ujar Diara sambil tersenyum. "Kamu belum tidur?" tanya Nick dengan suara nyaris tak terdengar sambil membuka sepatunya secara sembarangan saja, tampaknya dia memang begitu lelah. "Belum mas. Mas pulangnya larut banget, tidak terjadi sesuatu kan mas?" tanya Diara memastikan karena melihat wajah lelah Nick membuat Diara khawatir. Nick menggeleng kecil dan berjalan lemas menuju kamar, Diara langsung mengekori karena masih khawatir, "mas udah makan? Saya bikinkan sesuatu ya? Atau minuman? Bilang aja mas, biar saya siapkan." "Saya sangat lelah, hanya ingin istirahat. Terima kasih sudah menawarkan," jawab Nick berlalu begitu saja, dia masuk ke kamar dan menutupnya begitu saja. Diara mematung di depan pintu kamar Nick dengan wajah iba, wajah Nick memang tampak sangat lemas. "Pasti terjadi sesuatu padanya..., tapi apa?" ujar Diara namun memilih mundur dengan istirahat di kamar bersama baby Ghiana. * Diara terus diam-diam memperhatikan Nick yang sedamg sarapan di meja makan dari posisinya kini yang tengah memeluk baby Ghiana di sofa ruang tengah. Walaupun wajah Nick pagi ini sudah segar kembali tidak seperti semalam, tapi wajah orang banyak pikiran masih tampak jelas di mata Diara. Sungguh sebenarnya Diara ingin bertanya ada masalah apa, tapi ia tidak berani sama sekali. Bahkan sampai kini Nick sudah akan berangkat bekerja, Diara masih belum bisa bersuara sama sekali. "Saya pergi sekarang, nanti malam kamu juga ga perlu siapkan makan malam untuk saya." ujar Nick pada Diara saat ia akan pergi. "Mas pulang larut malam lagi?" tanya Diara ikut berdiri dihadapan Nick. Nick hanya mengangguk saja dan langsung pergi begitu saja. "Mas tunggu sebentar..," Diara menahan Nick yang sudah akan pergi. "Apa?" "Mas ada masalah? Mas terlihat tidak baik-baik saja. Saya punya tugas utama dari Pak Adrian untuk memastikan kalau mas dalam keadaaan baik-baik saja." terang Diara terang-terangan karena ia juga khawatir. "Saya baik-baik saja selagi kamu tidak ikut campur." dan Nick menghilang beriringan dengan pintu yang tertutup. "Sebenarnya apa yang sedang Mas Nick lakukan? Dia pasti tidak baik-baik saja, aku harus bagaimana??"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN