Tiga Belas

1113 Kata
Diara membaringkan tubuhnya kembali setelah memberi s**u pada baby Ghiana dan bayi itu sudah tidur lagi. Namun mata Diara tidak bisa terpejam karena mengingat Nick yang masih belum pulang. Ini sudah hari ke empat dimana Nick selalu pulang lewat tengah malam, entah apa yang ia lakukan di luar sana, Diara juga tidak berani untuk bertanya. "Biasanya sekitaran jam segini dia udah sampai apartemen, kok malam ini lebih telat ya?" tanya Diara sambil menatap jam dinding yang terus bergerak di kesunyian malam. Gadis itu memutuskan untuk coba memejamkan mata beristirahat daripada harus memikirkan Nick, "malam ini mungkin dia jauh lebih sibuk." Cukup lama Diara coba memejamkan matanya, badannya sudah terasa lelah menjagai baby Ghiana, tapi otaknya belum bisa istirahat karena Nick. Baru saja dirinya akan masuk ke alam bawah sadar, ia mendengar bunyi pintu apartemen terbuka yang membuatnya kembali terbangun. "Ah? Itu pasti Mas Nick, ternyata dia sudah pulang, syukurlah." Diara tersenyum karena merasa lega apa yang sedari tadi menjadi beban pikirannya sudah datang. Gadis itu memutuskan untuk tidur dengan tenang, namun tiba-tiba saja ia dikagetkan dengan bunyi barang yang terjatuh dan menimbulkan suara yang agak gaduh, dengan cepat Diara bangun untuk memastikan baby Ghiana tak terbangun. "Apa itu?" Diara langsung berjalan keluar dan kaget mendapati Nick yang berusaha berjalan sempoyongan menuju kamarnya dengan wajah yang agak pucat. Kontan saja Diara berlari dan memegangi Nick yang tampak akan jatuh, "astaga, mas kenapa??" "Saya tidak apa," jawab Nick sangat lambat dan hendak melepaskan tangan Diara yang memegangnya. "Badan mas panas banget, mas sakit?" Nick tidak bisa menjawab lagi karena kepalanya mendadak begitu sakit dan hilang keseimbangan, kini ia benar-benar membutuhkan bantuan Diara untuk tetap berdiri. "Ya ampun mas, ayo saya bantu ke kamar," Diara mengalungkan tangan Nick dilehernya dan memegangi Nick agar bisa berjalan ke kamar secepatnya mungkin sebelum pria ini pingsan. Jika pria ini jatuh pingsan, Diara pasti akan bisa bagaimana cara mengangkatnya. Diara akhirnya berhasil membantu Nick untuk bisa berbaring di atas ranjang, pria itu tampak agak meringis sambil memegangi kepalanya. Diara sedikit mengambil napas karena napasnya agak sesak dan panik. Setelah agak tenang, Diara menyentuh dahi Nick untuk memastikan keadaannya, "badan mas panas, saya ambil kompresan dulu ya." Dengan cepat Diara pergi dan datang lagi dengan mangkok dan kain kompresan, ia meletakkan kompresan di dahi Nick yang memejamkan mata. Setelah beberapa kali mengganti kain kompresan, Diara mengecek suhu tubuh Nick lagi yang ternyata sudah mulai turun. "Mas Nick udah makan?" tanya Diara pelan pada Nick yang mungkin masih bangun. Nick hanya menggeleng dan terus menutup matanya karena merasa tubuhnya benar-benar terasa tidak beres. "Saya tinggal sebentar, saya bikinkan makanan." Diara mengganti kompresan baru dan berjalan ke dapur dengan keadaan membiarkan pintu kamar Nick tetap terbuka untuk lebih mudah nantinya memastikan keadaan Nick. Diara melamun sambil mengaduk bubur diatas kompor, pikirannya kini dipenuhi pertanyaan tentang apa yang sebenarnya dilakukan oleh Nick beberapa hari ini. Wanita itu yakin kalau Nick akhirnya tumbang setelah sibuk beberapa hari belakangan. Ia selau berangkat pagi-pagi sekali dengan hanya sedikit sarapan, lalu pulang larut malam. Bisa dibilang beberapa hari ini Diara tidak banyak mengurus Nick karena pria itu jarang berada di apartemen. "Apa siang dia makan dengan baik? Lalu malamnya apa dia sempat untuk makan? Dia terlihat seperti zombie." Diara bicara sendiri dan kini bergerak mengambil piring karena bubur untuk tuannya tersebut sudah matang. Diara kini bergerak kembali ke kamar Nick dengan mangkok berisi bubur dan segelas air. "Mas.., makan dulu ya sedikit? Nanti baru lanjut tidur lagi," Diara coba membangunkan Nick dengan sedikit menggoyang tangan Nick dengan hati-hati. "Saya hanya ingin istirahat," tolak Nick enggan untuk bangun. "Sedikit aja mas, habis itu minum obat dan mas bisa istirahat dengan lebih baik dan bangun nanti keadaannya jadi mendingan. Kalau nggak paksain makan dan minum obat, nanti waktu bangun kondisinya ga berubah. Makan sedikit ya mas?" bujuk Diara agak memaksa. Nick menyerah dan mengikuti suruhan Diara untuk bangun, ia mencoba bangun dan duduk namun tiba-tiba kepalanya terasa pusing lagi. "Kepalanya masih sakit ya mas?" tanya Diara dengan sigap membantu Nick untuk duduk dan pria itu hanya diam saja. "Saya bisa sendiri," Nick menolak saat Diara bergerak hendak menyuapinya. Diara pun menurut dan memberikan mangkok bubur itu pada Nick namun tetap memperhatikan kalau semuanya baik-baik saja. "Saya tahu mas pasti kehilangan selera makan, tapi paksain aja ya mas, setidaknya mas habisin sepertiganya saja." Diara bicara karena melihat Nick berusaha menelan makanan dengan susah payah. Tidak ada respon balik yang Nick berikan, ia hanya mendengarkan namun diam-diam berusaha mengikuti instruksi Diara, namun dia kaget karena mendadak Diara menyentuh dahinya tanpa aba-aba. "Masih panas, saya ke apartemen saya dulu ambil obat ya mas. Mas nggak papa saya tinggal sebentar kan?" tanya Diara kini sudah berdiri bersiap pergi. Nick mengangguk kaku dan melihat itu Diara langsung bergerak cepat untuk pergi ke apartemennya. Nick menatap punggung Diara yang sudah menghilang begitu saja. * Diara memperhatikan Nick yang baru saja meminum obat dan kembali berbaring, namun dengan mata yang masih terbuka. "Mas pasti beberapa hari belakangan ini kurang istirahat kan? Makannya juga ga teratur ya?" tanya Diara namun tidak ada jawaban yang Nick berikan. "Saya nggak tahu kenapa belakangan ini mas keliatan sibuk banget, tapi untuk beberapa hari ini mas istirahat dulu ya." ujar Diara meminta dengan hati-hati. "Saya belum bisa temukan ibu dari anak itu." jawab Nick pendek dengan pandangan mata yang jauh. Wajahnya terlihat kesal pada dirinya sendiri. Diara mulai menebak bahwa beberapa hari ini Nick sangat sibuk mencari ibu kandung dari baby Ghiana sampai lupa waktu dan peduli pada dirinya sendiri. "Mas tetap ingin kembalikan baby Ghi??" tanya Diara entah kenapa merasa kurang senang. "Tentu saja," Diara diam saja dan tanpa sadar sudut bibirnya turun karena sedih. "Kalau memang sesulit itu menemukannya dan mas ga mau terima baby Ghi, biar saya aja yang ambil dan urus Ghiana untuk seterusnya mas." ujar Diara dengan yakin. "Hah? Kk-kamu..." Nick kaget dengan pernyataaan Diara. "Tidak apa mas, saya hanya tinggal seorang diri, ga ada keluarga. Saya ga akan ungkit masa lalu baby Ghi dan anggap dia sebagai keluarga saya sendiri." "Bukan masalah itu, saya hanya ingin memperjelas permasalahan dengan ibu kandung anak itu. Kamu tidak perlu sampai berpikir demikian." Diara menunduk dan entah kenapa ia ingin menjatuhkan air mata, namun ia menahannya sekuat mungkin, "saya hanya nggak mau nanti Ghiana berada ditangan yang salah. Memang dia ibu kandungnya, yang mengandung dan melahirkan dengan susah payah, tapi dia tidak menginginkan Ghiana." jelas Diara menatap Nick. Nick membeku saat matanya beradu dengan mata besar Diara yang sendu. Nick menenggak air ludahnya susah payah agar tersadar. "Kamu jangan berpikiran aneh-aneh dulu, biarkan saya selesaikan masalah ini. Kamu diam saja, saya lelah ingin istirahat. Jangan tambah beban pikiran saya." Nick menyudahi dengan mengambil posisi menyamping dan memejamkan matanya. Diara menghela napas panjang dan terpaksa meninggalkan kamar Nick dengan hati berat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN