Lima Belas

1052 Kata
Nick menatap bingung baby Ghiana yang sudah ia tidurkan di atas ranjang miliknya, wajah anak itu telihat sangat tidak nyaman. "Ck, bagaimana cara mengganti popoknya? Bukankah itu menjijikkan? Tapi Diara baru saja istirahat, jika kubangunkan dia akan benar-benar sakit dan urusannya akan semakin sulit, siapa yang akan urus anak ini?" Nick kebingungan berdiri tegak pinggang. "Aku harus cepat sebelum dia menangis," Nick berpikir sejenak dan memutuskan mengambil ponselnya dengan cepat duduk di sebelah baby Ghiana. Ia mengambil keputusan untuk menonton video tutorial. Selama menonton video tersebut, dahi Nick sesekali tampak mengerut dan coba melirik Ghiana untuk membayangkan lebih jelas cara pemakaiannya. "Baiklah baiklah, ini bukan hal yang sulit," Nick langsung bergerak mengambil perlengkapan pengganti popok dari kamar dimana Diara tidur dengan begitu tenang. "Cepatlah sehat," gumam Nick saat lewat di dekat Diara. Kini Nick mulai bergerak membuka popok yang Ghiana pakai dengan wajah takut-takut, terlebih saat popok benar-benar terbuka, ia langsung menutup hidungnya. Ia terus merasa merinding melakukan hal seperti ini pertama di dalam hidupnya. "Jangan bergerak! Bisa kah kamu lebih tenang? Bayi di tutorial itu tidak banyak bergerak sepertimu." kesal Nick yang tengah mengelap p****t bayi itu. Ghiana tidak peduli dan terus menggerakkan kakinya yang membuat Nick mesti bersabar. Pria itu menghembuskan napas keras karena mulai bingung saat akan memasangkan popok yang baru. Tapi belum saja ia berhasil memasangkan, otot wajah Nick tampak menegang menatap Ghiana yang tersenyum padanya, bagaimana tidak? Popok yang belum terpasang itu sudah basah lagi karena pipis Ghiana. "Kamu menghuji kesabaran saya!? Ish, benar-benar menyebalkan seperti ibunya!" * Akhirnya setelah melewati persitegangan pemasangan popok, Nick bisa berbaring santai di ranjang kamarnya sedangkan baby Ghiana sudah tidur kembali. Pria itu memiringkan tubuhnya menatap Ghiana yang tidur dengan damai di sampingnya, ia menghembuskan napas pelan menyentuh sekilas hidung kecil bayi itu. "Apa yang dikatakan Diara memang benar, anak ini sangat kasihan padahal dia tidak tahu apa-apa. Tapi berada disini juga bukan keputusan yang benar, apa kamu merindukan ibumu hm?" tanya Nick pada Ghiana. "Tapi ibumu tidak mempedulikanmu, padahal dia sebenarnya orang yang sangat baik, saya juga tidak menyangka dia akan melakukan ini." lanjut Nick bercerita pada Ghiana walaupun bayi itu pasti tidak mendengarkan. Nick kembali pada posisi terlentang menatap langit-langit kamarnya, dia tengah memikirkan banyak hal. "Bagaimana bisa ini semua terjadi? Andai saja hari itu...," Nick menggantung kalimatnya dan menghembuskan napas panjang. "Aku pikir sudah berakhir," Nick duduk dan memeriksa pukul berapa saat ini dan bergerak menuju dapur mengambil air karena merasa haus. * "Astaga!" Nick kaget bukan main saat ia baru berbalik setelah mengambil sesuatu dari lemari pendingin melihat Diara yang lewat di depannya tanpa suara. "Maaf mas," jawab Diara serak dan bergerak memanaskan air. "Kamu ngapain?" "Saya tidur terlalu lama sampai lupa kalau baby Ghi harusnya minum s**u, saya telat bikinin susunya mas, maaf." Diara meminta maaf dan kini menatap air yang ia panaskan diatas kompor. "Anak itu tidur, dia tidak minta susu." jawab Nick memperhatikan Diara yang sepertinya masih belum sehat, wajahnya tampak lesu. "Bayi harus dikasih s**u secara berkala mas, kalau dia tidur ya mesti dibangunkan, ini saya sudah telat sekali." Nick hanya diam saja membiarkan, namun tetap disana untuk memperhatikan Diara, ia hanya memastikan tidak terjadi sesuatu yang berbahaya, Diara benar-benar terihat bergerak namun seperti tidak sadarkan diri. Tidak butuh waktu lama, Diara sudah selesai dengan sebotol s**u di tangannya, "baby Ghi di kamar mas ya?" "Iya, masuk saja." Diara mengangguk dan berjalan menuju kamar diikuti Nick. "Sayang, bangun bentar ya, kamu pasti sudah lapar sekali," walaupun tadinya tampak begitu lesu, Diara menunjukkan wajah senyum saat ia coba membangunkan Ghiana dengan menyentuh pipi bocah kecil itu. "Maaf ya baby Ghi cantik, mama Di telat kasih susunya." Diara meminta maaf sambil mencium kepala Ghiana saat bayi itu setengah sadar dan meminum s**u dengan mata mengantuk. Disisi lain Nick duduk di sebuah kursi kamarnya memperhatikan Diara dan Ghiana, "mama Di?" tanya Nick mendengar istilah yang Diara gunakan untuk dirinya pada Ghiana. "Ah itu, maaf ya mas. Saya cuma bingung aja manggil diri saya apa kalau sama Ghiana, nggak papa kan mas? Atau mas keberatan?" Nick angkat bahu, "kenapa tanya saya? Terserah kamu saja." Diara menarik ujung bibirnya sedikit mendengar jawaban cuek Nick, kini gadis itu memperhatikan baby Ghiana yang ada di depannya. "Maaf ya mas, saya jadi ngerepotin mas. Padahal kan saya yang harus tangani semuanya, dan mas juga masih sakit. Harusnya mas libur untuk istirahat, tapi malah terganggu karena saya." Diara meminta maaf dengan sangat merasa bersalah. "Memang sangat mengganggu, tapi ya bagaimana. Kamu tahu? Bahkan saya harus mengganti popok anak itu." jawab Nick masih terbayang bagaimana tadi ia susah payah berhadapan dengan Ghiana untuk mengganti popok. "Bb-benarkah?" Diara merasa tak percaya. "Tapi tak apalah, saya sudah merasa baik-baik saja. Saya bisa atasi semuanya sendiri." "Saya ngerasa lemah sekali, padahal baru ngurus Ghiana beberapa hari, tapi sudah tumbang seperti ini. Padahal wanita lain bisa jalani semuanya sendiri dengan kuat." Nick memperhatikan Diara yang memiliki posisi menyamping dari arah pandanganya, namun Nick sadar ekspresi kecewa Diara pada dirinya sendiri. "Bukan begitu, ini beda kasus." "Maksudnya mas?" tanya Diara bertanya penasaran melihat Nick. Nick menghela napas panjang melihat ke arah lain, "orang lain merawat bayinya sejak dalam kandungan, jadi proses itu secara bertahap dan memang sudah kodratnya bisa jalani itu semua. Tapi kamu? Mendadak harus menjaga bayi yang entah darimana, bahkan kamu tidak punya pengalaman sama sekali. Untuk ukuran itu, kamu sudah luar biasa." Diara terdiam mendengar ucapan Nick, terlebih dengan kalimat terakhirnya, sungguh Diara saat ini merasa tengah dipuji untuk suatu hal luar biasa, terlebuh pujian itu berasal dari Nick, seolah tengah melambung di awan saja. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya, ia tidak paham kenapa tubuhnya yang tadi terasa begitu lemah kini menjadi seperti berenergi penuh karena ucapan Nick yang malahan mungkin tidak bicara dengan serius, hanya untuk menghibur Diara saja. "Kenapa wajah kamu begitu?" Nick memyadarkan Diara yang menatapnya dengan wajah tersenyum lebar dan mata berbinar. "Ouh, bukan apa-apa mas." Diara sadar dan kembali menatap Ghiana yang hampir menghabiskan susunya. "Saya akan siapkan makan siang setelah ini, apa ada sesuatu yang mas inginkan?" tawar Diara menyadari kalau ia harus menyiapkan makan siang untuk Nick berhubung tuannya ini di apartemen. "Kamu masak dengan kondisi seperti zombie? Tidak, saya tidak ingin terjadi sesuatu dengan apartemen ini." tolak Nick tanpa ragu. "Tapi..." "Kita pesan makanan saja, kamu mau sesuatu?" "Eh?" Diara kaget karena malah Nick yang bertanya keinginannya saat ini. "Kamu tidak dengar?" "Terserah mas saja," jawab Diara karena bingung. "Yasudah kalau begitu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN