Delapan

1085 Kata
"Mas..," Diara memanggil Nick yang berjalan disebelahnya agak takut. "Hm?" "Babynya mau dibawa ke apartemen mas atau apartemen saya saja?" Diara memastikan karena mereka sudah hampir sampai di depan pintu apartemen. "Tempat saya saja." jawab Nick pendek sambil langsung membuka pintu apartemennya dengan beberapa barang yang Diara beli tadi di tangannya. Nyatanya tadi Diara tidak hanya membeli s**u dan popok, namun juga berbagai perlengkapan bayi lainnya yang jumlahnya tentu tidak sedikit. Sepertinya Diara sangat bersemangat untuk mengurus Ghiana. Diara tersenyum senang karena ia merasa Nick sudah mulai bisa menerima kehadiran baby Ghiana. Gadis itu nengikuti Nick masuk ke kamar untuk meletakkan perlengkapan Ghiana, sedangkan Diara langsung meletakkan Ghiana diatas ranjang karena tangannya sangat pegal. "Apa kamu bisa merawat bayi?" tanya Nick berdiri dihadapan Diara yang duduk mengusap kepala baby Ghiana. "Hm.., nggak sih mas, tapi kalau emang mas minta bantuan saya untuk urus Ghiana juga, saya akan belajar." Tidak ada jawaban yang Nick berikan, dia menatap baby Ghi dengan raut wajah kosong. Dan setelah itu terdengar bunyi telpon memecah keheningan. "Astaga!" Diara yang menyadari ponselnya berdering, kaget saat mendapati siapa yang menelponnya saat ini. "Ada apa?" tanya Nick karena Diara tak kunjung mengangkat telpon tapi malah menatapnya dengan wajah tegang. "Pak Adrian..," "Jangan bilang kamu sudah beritahu papa tentang bayi ini!?" Nick waspada. Diara menggigit bibir bawahnya sekilas, "syukurnya belum mas. Eum tapi, apa nggak sebaiknya mas kasih tahu Pak Adrian? Walau bagaimanapun kan..." "Jangan berani-berani bicara hal ini pada siapapun!" tegas Nick seakan tak bisa ditawar lagi. Diara mengangguk saja dan kini mengangkat telpon Pak Adrian yang sudah berdering sejak tadi. "Halo pak, selamat malam." Diara menjawab dengan sopan. "Diara, tadi kamu menelpon saya bukan? Ada apa? Maaf tadi saya sedang ada kerjaan." Diara memutar bola matanya berpikir menjawab pertanyaan Pak Adrian, "ouh anu, itu Pak. Saya nggak sengaja kepencet. Maaf ya pak, saya tahu bapak pasti sibuk." Diara tidak bisa memikirkan alasan apapun dan hanya bisa garuk kepala bingung. "Ooh seperti itu. Bagaimana? Hari ini aman? Bagaimana dengan Nick?" Diara melirik Nick yang memperhatikannya menelpon dengan Pak Adrian, entah kenapa Diara merasa merinding. "Aman kok pak, Mas Nick nya juga baik-baik saja." "Syukurlah, apa kalian sudah makan malam?" "Makan malam?" Diara kaget karena mereka belum makan malam sama sekali karena terlalu sibuk dengan baby Ghiana. "Iya, ini sudah jam berapa, apa kalian belum makan? Apa Nick baru pulang? Pekerjaan di kantor sepertinya memang sedang banyak." "Eum..." Diara mengerutkan dahinya sambil menatap Nick lagi karena ia benar-benar sedang bingung dan ia tak pandai berbohong ditambah lagi mendadak baby Ghiana terbangun dan seperti akan menangis. "Diara?? Dimana kemeja warna biru saya?" mendadak Nick bicara mengalihkan pembicaraan. "Eh?" Diara bingung namun mendadak paham apa maksud Nick, "eh iya mas sebentar, saya sedang menelpon Pak Adrian." "Benarkah? Dengan papa? Boleh saya pinjam sebentar? Saya mau bicara dengan papa" Nick meminta telpon Diara dengan ekspresi mendesak agar cepat. "Ah iya." Diara memberikan ponsel pada Nick dan dengan cepat Nick berjalan keluar agar papanya tidak mendengar suara Ghiana yang akan menangis. Diara pun langsung bergerak menenangkan Ghiana membiarkan Nick membereskan urusan dengan Pak Adrian. "Halo, Pa." Nick berjalan keluar sejauh ia merasa tangis Ghiana tidak akan terdengar. "Nick, gimana? Kantor aman? Kamu baru pulang?" "Ah enggak pa, aku udah pulang kantor dari tadi, hanya saja ada urusan bertemu teman sebentar tadi, makanya baru pulang." Nick menjelaskan dengan santai dan lancar. "Oh seperti itu, syukurlah kalau urusan kantor tidak begitu bermasalah. Tentang Diara, apa dia membantumu dengan baik? Kamu tidak masalah kan dengan dia?" tanya Pak Adrian beralih pada Diara. "Aah tentang dia, aku pikir dia memang bisa membantu." "Benarkah? Bukankah kemarin kamu bilang ingin mengusirnya? Apa kamu berubah pikiran?" Pak Adrian agaknya terkejut dengan respon Nick yang seolah baik-baik saja. Nick memutar bola matanya bingung, karena ia sadar kalau responnya barusan dan responnya kemarin sangat berbeda. Bahkan kemarin ia bersikeras ingin mengusir Diara sendiri tanpa perlu persetujuan papanya. "Aku udah coba pikirkan apa yang papa bilang, aku pikir tidak ada salahnya ada seseorang yang mengurus apartemen, aku bisa fokus dengan kerjaan saja." "Syukurlah kalau begitu, Diara itu orang yang baik, perlakukan dia dengan baik." "Iya, pa. Ngomong-ngomong papa kapan balik dari luar kota?" Nick mengalihkan pembicaraan lain. "Mungkin minggu depan, kalau papa pulang papa akan sempatkan kesana sebentar." "Hah??" Nick spontan kaget. "Baiklah, kalian makanlah, sepertinya kalian belum makan malam." Nick menggaruk leherya yang tidak gatal, "eum, iya, baiklah pa." "Papa matikan telponnya." "Malam pa," dan panggilan benar-benar berakhir. Nick menghela napas panjang dan mendudukkan dirinya di sofa memegang kepalanya yang terasa pusing. Ia melirik ke arah kamar dimana Diara dan Ghiana berada, tidak ada suara apapun yang artinya mungkin bayi kecil itu sudah kembali tidur. "Mas, Ghiana udah tidur. Saya siapin makan malam ya." tiba-tiba Nick yang melamun dikejutkan oleh kehadiran Diara yang sudah ada didepan matanya. "Kamu juga belum makan, kan? Kita sekalian makan bersama saja." Nick ikut berdiri hendak berjalan ke arah dapur. "Eh, bentar saya siapin dulu mas," Diara kaget dan panik melihat Nick yang sudah berjalan saja. "Sekalian saja, saya sudah lapar sekali, kamu pasti juga kan?" Diara mengangguk dan hanya bisa mengikuti Nick yang berjalan terlebih dahulu darinya. * Diara memakan makanan dengan lahap karena memang dirinya sudah kelaparan dan lelah, baru menjaga Ghiana sebentar saja dia sudah merasa begitu lelah. Diara yakin mungkin karena ia belum terbiasa, secara perlahan ini pasti akan biasa saja. Namun saat makanannya hampir habis, Diara baru sadar kalau manusia di depannya baru memakan beberapa suap saja, selebihnya ia hanya bermenung. "Mas? Katanya lapar, tapi kok makannya ga dimakan? Ga enak ya mas?" tanya Diara coba membuyarkan lamunan Nick. Nick tersadar dan menggeleng sambil kini meminum air putih. "Ehm, saya minta tolong bantu jaga bayi itu." Nick terdengar bicara dengan sangat canggung. Diara yang mendengar itu langsung kaget merasa aneh dengan cara bicara Nick, "kenapa harus minta tolong mas? Kan emang udah jadi kerjaan saya?" "Kamu disini bertugas hanya untuk bantu-bantu urusan di apartemen, bukan menjaga anak." Diara terkekeh, "ini termasuk mas, saya disuruh bantu Mas Nick oleh Pak Adrian, apapun itu. Lagian bayaran saya terlalu besar hanya untuk bekerja bersih-bersih dan bikinin makanan untuk mas. Saya senang akhirnya tampak lebih berguna." Nick hanya mengangkat alisnya, "saya minta kamu jangan beritahukan hal ini pada siapapun, terutama papa." Diara terdiam sejenak hingga akhirnya mengangguk, "kalau memang itu permintaan mas, saya akan turuti." "Agar kamu tidak susah, kamu tinggal saja disini, dikamar bayi itu berada." Nick menambahkan perintah. "Eh? Beneran mas? Apa nggak sebaiknya Ghiana aja yang saya bawa ke tempat saya?" Diara merasa agak tidak nyaman dengan permintaan Nick yang satu ini. "Tidak hanya bayi itu, kamu berkewajiban mengurus saya." Kata-kata Nick sukses membuat Diara bungkam dan menerima saja semua permintaan Nick, "bb,baik mas."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN