“Bari…” suara Elena lirih memanggil sosok lelaki tampan yang sedang tersenyum padanya. Bari mengunci kursi roda yang dia bawa, kemudian dia melangkah ke arah Elena dan membimbing tubuh bengkak itu untuk duduk di kursi roda. Bari jongkok hingga dia harus mendunga untuk bisa melihat Elena, “hai Elen, apa kabar? Sehat dan baik selalu kan?” mata Bari yang semula bersirobok Elena kemudian turun dan tertumbuk di perut buncit mantan istrinya itu. Matanya terpejam sesaat, kedua tangannya mencengkeram sandaran tangan kursi roda, menyesali bahwa janin yang ada di perut Elena bukanlah darah dagingnya. “Bari, ini…” dua tangan Elena langsung menutupi perutnya, seperti berusaha melindungi entah dari apa. “Aku tahu dia bukan darah dagingku tapi Bram ya? Aku juga tahu bahwa b******n sialan itu meni